Lampung, (Metrobali.com)-

Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) bersama komisi untuk orang Hilang dan tindak kekerasan (KontraS) secara tegas menolak apapun hasil pertemuan yang mengatasnamakan Korban Talangsari Lampung.

Ketua PK2TL Edi Arsadad menjelaskan ada satu korban yang datang dalam pertemuan tersebut. Namun, dia bukan mengatasnamakan korban, melainkan datang secara pribadi.

“Kami, baik korban maupun komunitas, tidak tahu dan tidak mau bertanggungjawab dengan poin poin yang dihasilkan dari pertemuan itu,” kata Edi Arsadad, Kamis 03/06/2021 melalui konpers secara virtual.

Pemerintah kabupaten Lampung Timur yang diwakili Kabag Kesbangpol melakukan pertemuan dengan Balitbang Kemenkumham pada (27/05) di Aula Atas Setdakab Lampung Timur.

Menurut Edi Arsadad, pertemuan yang di gelar atas inisiatif dari tim Balitbang Kemenkumham itu tanpa sepengetahuan Komunitas korban maupun kebanyakan korban peristiwa Talangsari Lampung 1989.

Sebelumnya juga pernah di lakukan pertemuan oleh tim Kemenkopolhukam dan Forkompinda Lampung Timur yang menghasilkan sebuah kesepakatan yakni Deklarasi Damai, dan pada akhirnya di laporkan ke Ombudsman RI.

“Pertemuan yang tidak melibatkan Korban itu Kemudian dilaporkan oleh pihak keluarga korban kepada Ombudsman Republik Indonesia dan kemudian dinyatakan terdapat maladministrasi dalam deklarasi damai tersebut,” ujarnya.

PK2TL menduga ada upaya dari Tim Kemenkumham untuk mencari jalan agar rancangan peraturan Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat (UKP-PPHB) melalui mekanisme nonyudisial dapat berjalan mulus.

Edi Arsadad menjelaskan saat ini perkembangan kasus “Tragedi Talangsari” masih mandek di Kejaksaan Agung semenjak sudah dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dengan memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti ke penyelidikan Kejaksaan Agung.

“Namun sampai saat ini Kejaksaan Agung juga masih belum melakukan tindakan apapun,” jelasnya.

Edi mempertanyakan komitmen pemerintah yang pernah berjanji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat oleh pemerintahan Joko Widodo,

” Kami kembali menagih janji Bapak Joko Widodo, baik sebelum menjadi presiden maupun setelah dilantik beliau berjanji akan menuntaskan kasus Pelanggaran Ham berat masa lalu termasuk Kasus Talangsari Lampung” kata Edi lagi.

Masih kata Edi, penyelesaian kasus Pelanggaran Ham berat Talangsari Lampung seharusnya bisa secepatnya di selesaikan apabila ada kemauan dan keseriusan secara politik dari Presiden dan DPR RI,

” pengadilan Ad Hoc itu bisa di bentuk atas perintah presiden dan persetujuan DPR, untuk itu kami minta ada ketegasan Presiden dan komitmen DPR agar kasus pelanggaran HAM masa lalu dapat segera dilakukan peradilan” pungkasnya.

Editor : Sutiawan