korban lumpur lapindo

Angin segar seakan kembali diterima oleh korban Lumpur Lapindo. Pasalnya, perjuangan warga yang ada di dalam peta terdampak untuk mendapatkan hak mereka tinggal “sedikit” lagi bakal terealisasi.

Hal itu menyusul pertemuan para pemangku kepentingan, yakni Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Djoko Kirmanto, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, dan beberapa pemangku kepentingan lainnya.

Sesuai dengan hasil putusan Rapat Kerja BPLS dengan pihak terkait di Kementerian Pekerjaan Umum RI, Rabu (24/9), Menteri PU Djoko Kirmanto selaku Ketua Dewan Pengarah BPLS akan membawa dan melaporkannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam rapat kerja tersebut disampaikan tentang kepastian penanganan masalah Lumpur Lapindo, yakni pemerintah akan mengambil alih sisa pembayaran Korban Lapindo yang masih mencapai 20 persen atau sekitar Rp781 miliar.

Pada kesempatan tersebut, juga disepakati dua opsi, pertama pemerintah akan membayar dana talangan kepada warga terkena dampak, kemudian Lapindo yang akan membayar kepada pemerintah.

Opsi kedua, penyelesaian pembayaran akan diambil alih oleh pemerintah dan sebagian aset dalam PAT 22 Maret 2007 akan menjadi milik pemerintah.

Menanggapi hal tersebut, salah satu korban Lumpur Lapindo yang ada di dalam peta areal terdampak Sudibyo mengaku masih menunggu kejelasan dari pertemuan tersebut.

“Warga meminta supaya menyelesaian pembayaran atas aset mereka oleh Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar dari Lapindo Brantas Inc dilakukan,” ucapnya.

Menurut dia, warga sudah lelah menunggu ketidakjelasan pembayaran ini karena sudah lebih dari tujuh tahun masih belum tahu kapan pembayaran tersebut bisa diselesaikan.

“Warga akan merasa lega kalau pembayaran tersebut sudah mulai direalisasikan. Supaya warga tersebut tidak menunggu seperti sekarang ini,” ujar Sudibyo.

Senada dengan keinginan warga korban lumpur, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan bahwa pihaknya meminta untuk dilibatkan dalam pertemuan dengan Presiden terkait dengan pembahasan pembayaran korban lumpur.

“Saya akan meminta supaya diikutkan dalam rapat tersebut bersama dengan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah supaya pembayaran ini bisa segera terealisasi,” tuturnya.

Gubernur Jawa Timur mengatakan bahwa persoalan itu sudah ada kepastian dan penanganannya dapat diselesaikan dengan rasa keadilan serta tidak ada diskriminatif.

Menurut dia, sudah menjadi tugas negara meringankan beban masyarakat dan mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dalam penanganan Lapindo.

“Penyelesaian masalah ini merupakan yang terbaik dan tidak hanya yang berada di luar area terdampak, tetapi juga bagi masyarakat di dalam area terdampak,” tukasnya.

Ia menegaskan bahwa solusi terpenting adalah orientasi penyelesaiannya fokus pada masyarakat yang menjadi korban.

“Dengan adanya keputusan ini, pemerintah akan melakukan pembayaran terhadap masyarakat, baik yang terdampak maupun tidak terdampak. Hambatan administrasi harus diselesaikan dan jangan menghambat proses ini,” katanya Sementara itu, Humas BPLS Dwinanto mengaku hingga saat ini masih belum bisa melakukan aktivitasnya di tanggul dan juga di dalam kolam penampungan lumpur.

“Sudah sekitar empat bulan kami masih belum bisa melakukan aktivitas pengaliran lumpur ke Kali Porong karena adanya pelarangan,” ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa saat ini kondisi tanggul penahan lumpur di titik 21 yang berbatasan langsung dengan Jalan Raya Porong memang cukup kritis dengan elevasi yang hanya sekitar 25 sentimeter.

“Seharusnya, jarak aman untuk elevasi tersebut adalah sekitar 1,5 meter supaya luapan lumpur yang ada di dalam kolam penampungan tidak terjadi,” tegasnya.

BPLS Siap Selesaikan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengaku siap untuk menyelesaikan pembayaran korban Lumpur Lapindo jika memang sudah ada keputusan yang pasti terkait dengan pembayaran tersebut.

Humas BPLS Dwinanto mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari pusat, termasuk juga terkait dengan mekanisme yang akan dilakukan untuk pelunasan pembayaran kepada warga.

“Intinya kami siap jika memang keputusan dari pusat terkait dengan pelunasan pembayaran tersebut dilakukan,” ucapnya.

Menyinggung soal mekanismenya, dia mengatakan bahwa hal itu bisa dilakukan sambil jalan, yakni dengan merekrut karyawan kontrak untuk membantu kerja BPLS dalam menyelesaikan pembayaran.

“Semuanya bisa dilakukan asalkan ada payung hukum yang jelas yang bisa digunakan oleh Pemerintah untuk pelunasan kepada korban lumpur Lapindo,” katanya.

Sampai dengan saat ini, kata dia, pihaknya masih belum bisa melakukan perbaikan tanggul penahan Lumpur Lapindo, menyusul belum terselesaikannya pembayaran ganti rugi kepada warga.

Saat ini BPLS memang belum bisa melakukan pengerjaan berbaikan tanggul karena ada larangan dari warga.

“Dalam pertemuan antara warga dan Bupati Sidoarjo beberapa waktu yang lalu warga mengaku masih belum memperbolehkan kami untuk melakukan aktivitas di tanggul jika pembayaran belum dilakukan,” tuturnya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih belum bisa berbuat banyak karena adanya larangan warga untuk melakukan aktivitas penanggulan dan juga pengaliran lumpur ke Kali Porong.

“Kami tetap menghormati apa yang menjadi keinginan warga. Dan, kami berharap segala permasalahan terkait dengan pembayaran tersebut bisa segera selesai dilakukan supaya kami bisa bekerja kembali,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya saat ini siap menjalankan keputusan apa pun tentang penanganan korban Lumpur Lapindo, termasuk kebijakan dari pemerintah pusat yang saat ini pada tahap penyusunan penyelesaian.

“Sekarang prosesnya sedang penyusunan kebijakan. BPLS akan melaksanakan apa pun hasil kebijakan tersebut,” katanya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu hasil rapat lanjutan terkait dengan teknis pembayaran ganti rugi kepada warga korban lumpur yang ada di dalam peta area terdampak.

“Intinya kami siap untuk melakukan instruksi dari pusat. Bagaimanapun bentuknya kami siap untuk melakukan penyelesaian ganti rugi sesuai yang diinstruksikan dari pusat,” pungkasnya.

Total luas tanah yang tenggelam sampai dengan saat ini sekitar 640 hektare dengan uang penganti yang sudah dikeluarkan Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar Lapindo Brantas Inc sekitar Rp3,9 triliun.

Semburan lumpur pertama kali muncul pada tanggal 29 Mei 2006 dengan menenggelamkan sekitar 13 desa di tiga kecamatan masing-masing Porong, Tanggulangin, dan Jabon Sidoarjo. Selain itu, akibat semburan tersebut juga menenggelamkan puluhan sekolah dari tingkat dasar, menengah, sampai dengan tingkat atas. AN-MB