Jakarta, (Metrobali.com)-

Korban diskriminasi dalam rekrutmen pegawai BUMN tahun 2019 mendatangi Kantor Kementerian BUMN di Jalan Medan Merdeka Selatan No 13, Gambir, Jakarta Pusat, Ju’mat, 20 Desember 2019.

Korban yang merupakan penyandang disabilitas bersama Koalisi Nasional Masyarakat Anti Diskriminasi itu mempertanyakan keberadaan Forum Human Capital Indonesia (FHCI) yang melakukan rekrutmen pegawai BUMN atas nama Kementerian BUMN.

Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Anti Diskriminasi, Wira Leonardi mengungkapkan, kedatangan mereka ke kantor Kementerian yang kini dipimpin Erick Thohir itu untuk menyampaikan sejumlah temuan adanya praktik mafia dan sindikasi dalam proses rekrutmen pegawai BUMN.

“Kami meminta Menteri BUMN Pak Erick Thohir untuk membersihkan BUMN dari sindikat dan mafia rekrutmen pegawai yang sudah sangat merugikan masyarakat. Dan juga diduga sudah sangat merugikan keuangan negara,” ujar Wira Leonardi saat menggelar jumpa pers di Kementerian BUMN.

Forum Human Capital Indonesia atau FHCI, salah satu penyelenggara rekrutmen pegawai yang mengklaim sebagai perpanjangan tangan Kementerian BUMN dan jajarannya.

Para calon pegawai, lanjutnya, terutama penyandang disabilitas, mendapat perlakuan yang sangat diskriminatif. Tidak sedikit yang sudah melamar dan mengukuti tes, dinyatakan lulus, namun tidak kunjung bekerja sebagaimana mestinya pegawai BUMN.

“Kami menyampaikan, FHCI adalah lembaga yang tidak punya legalitas dan tidak punya kompetensi melakukan rekrutmen pegawai BUMN. FHCI gagal, tidak professional dan sarat diskriminasi. Anggaran rekrutmen pegawai BUMN yang mempergunakan uang negara oleh FHCI layak diusut. Kami akan laporkan juga ke aparat penegak hukum,” tutur Wira.

Dia melanjutkan, melihat hasil rekruitmen bersama pegawai BUMN di tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Forum Human Capital Indonesia (FHCI), sangat jauh dari target yang disampaikan pemerintah yaitu 3.311 orang dari total 11.000 pegawai yang dibutuhkan oleh 110 perusahaan BUMN.

Dari 995.595 orang pelamar, termasuk 7.000 orang pelamar disabiliitas, hanya 3.311 orang yang diterima. “Sepertinya di luar dari 3.311 orang yang diterima dianggap tidak bekerja di perusahaan milik negara,” ujarnya.

Selain itu, dari 7.000 orang pelamar penyandang disabilitas hanya diterima sebanyak 117 orang penyandang disabilitas. Dan proses seleksi tersebut juga tidak transparan dan tidak profesional terutama pada saat rekrutmen penyandang disabilitas.

Saat ini, lanjutnya, sudah ada sebanyak 55 aduan dari penyandang disabilitas yang mengalami berbagai masalah pada seleksi tersebut.

Antara lain adalah diskriminasi, tidak dipekerjakan, dialihkan ke anak perusahaan BUMN, dialihkan dari status karyawan tetap menjadi karyawan kontrak, dialihkan dari jenis pekerjaan yang dipilih, tidak transparan dan bahkan dinyatakan gugur sebelum ujian.

“Ada yang berbulan-bulan tidak bekerja setelah dinyatakan lulus di salah satu perusahaan BUMN, ada yang ditolak untuk bekerja di salah satu perusahaan BUMN,” katanya.

Selain itu, aduan pelamar non disabilitas juga terus mengalir. “Tiap hari bertambah aduan yang kami terima,” ungkap Wira.

FHCI, katanya, juga berdalih bahwa terkait permasalahan ini bukanlah menjadi urusan mereka. “Hal tersebut menurut kami sangatlah tidak etis dan tidak profesional. Sebab, Forum Human Capital Indonesia sebagai pihak yang dikontrak pemerintah untuk terlibat dalam proses rekruitmen bersama pegawai BUMN tahun 2019,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Pemerintah, melalui Kementerian BUMN, harus bertanggung jawab atas tindakan seleksi yang diskriminatif, penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang untuk mengkebiri hak para penyandang disabilitas untuk bekerja.

Pertama-tama, pemerintah harus mengembalikan secara penuh hak para penyandang disabilitas yang telah dicampakkan setelah lulus seleksi atau yang dialihkan ke anak perusahaan.

Juga yang dijadikan sebagai karyawan kontrak sepihak. Lanjutnya, banyak aturan dan undang-undang yang telah ditabrak, termasuk undang-undang ketenagakerjaan dan undang-undang tentang penyandang disabiltias.

“Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap kinerja Forum Human Capital Indonesia dalam proses rekruitmen tersebut. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara harus transparan kepada publik untuk menyampaikan hasil evaluasi tersebut,” desaknya.

Proses Rekruitmen bersama Pegawai BUMN tahun 2019 yang dimana akan ada 11.000 orang putra-putri terbaik Indonesia akan direkrut dan dipekerjakan di 110 perusahaan BUMN ternyata gagal memenuhi kouta tersebut. Selain itu, Forum Human Capital Indonesia (FHCI) harus dicoret dari lembaga/organisasi yang terlibat/kontrak bekerja dalam rekrutmen pegawai BUMN.

Wira menegaskan, Herdy R Harman selaku Ketua Forum Human Capital Indonesia (FHCI) dan juga menjabat sebagai Direktur Human Capital Management PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga harus bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini.

Wira mengungkapkan, Forum Human Capital Indonesia (FHCI) juga sebagian besar di isi oleh pejabat-pejabat aktif dan pensiun di perusahaan BUMN.

Direktur Eksekutif Forum Human Capital Indonesia (FHCI) Sofyan Rohidi menyampaikan, pihaknya tadinya hanya berniat untuk memberikan sumbangsih bagi perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM) di BUMN-BUMN.

Sofyan Rohidi yang belum lama pensiun dari salah satu Vice President PT Telkom (Persero) ini mengakui, FHCI dibentuk pada 2017. Dan sudah didaftarkan keabsahannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Sejak berdiri, dijelaskan Sofyan Rohidi, FHCI menjalin kerja sama dengan BUMN-BUMN dan mendapatkan job untuk proses rekrutmen di BUMN.

FHCI berkantor di tempat itu karena Ketua Umum FHCI untuk periode saat ini adalah pejabat Bank BRI, dan mereka bersekretariat di BRI itu.

Rohidi yang didampingi sejumlah staf FHCI itu menyampaikan, di tahun-tahun awal, FHCI hanya diminta membantu rekrutmen di BUMN tertentu.

“Setiap tahun ada saja BUMN yang meminta kami membantu proses rekrutmennya. Satu-satu,” tutur Sofyan Rohidi.

Nah, untuk tahun 2019 ini, FHCI mendapat job besar dengan melakukan rekrutmen sebanyak 11 ribu pegawai BUMN, untuk sekitar 148 BUMN di seluruh Tanah Air.

“Harusnya sudah selesai di 2019 ini. Tapi hingga penghujung tahun ini, baru hampir 4000-an calon pegawai BUMN yang bisa direkrut. Sisanya, dilanjutkanlah di tahun 2020,” bebernya.

Dari sisi legalitas, Sofyan Rohidi mengatakan, FHCI memang hanya berupa forum, semacam tempat berkumpulnya para mantan pejabat dan pegawai BUMN dan atau yang masih aktif untuk mengembangkan ide-ide yang baik bagi masa depan BUMN.

“Memang bukan BUMN. FHCI hanya semacam forum, yang bertukar pikiran, untuk mengembangkan BUMN. Itu awalnya,” ujarnya.

Namun, proses kerja-kerja rekrutmen pegawai BUMN itu adalah kewenangan penuh Kementerian BUMN dan BUMN bersangkutan. Sebab, rekrutmen itu mempergunakan anggaran Negara.

“Kami hanya melakukan rekrutmen di tahap awal seleksi saja. Untuk tahap selanjutnya, diserahkan ke BUMN,” ujar Sofyan Rohidi.

Namun, lanjutnya, sejauh ini, pihaknya berupaya melakukan proses rekrutmen dengan standar tinggi. Dengan mematuhi permintaan user yaitu BUMN itu sendiri.

“Kebetulan yang duduk di BUMN-BUMN sekarang kan ya kawan-kawan kita juga,” katanya.

Jadi, jika ada komplain atau pun persoalan dalam proses rekrutmen yang dilakukan FHCI, Sofyan Rohidi meminta agar disampaikan dengan persuratan resmi oleh calon pegawai yang mengikuti rekrutmen.

“Pasti kami akan respon. Tetapi soal jaminan diterima atau bukan sebagai pegawai BUMN bukan kewenangan FHCI. Itu ke BUMN bersangkutanlah,” katanya.

Sofyan Rohidi menampik jika FHCI dianggap semacam sindikat dalam rekrutmen pegawai BUMN.

“Kita kan hanya karena peduli saja. Agar BUMN lebih baik ke depannya. Merekrut putra-putri Bangsa ini. Yang terbaik dan siap,” katanya.

Terkait temuan sejumlah penyandang disabilitas yang mengalami diskriminasi dan penolakan, Sofyan Rohidi mengatakan, pihaknya selalu berupaya memberikan penjelasan yang riil. Dan diproses jika memang ada pelanggaran.

Menurut dia, khusus untuk penyandang disabilitas yang direkrut untuk BUMN, memang ada ketentuan 2 persen kuota. Nah, kata dia, mungkin tidak semuanya itu bisa diterima. Sebab semuanya tergantung pada kebutuhan dan kondisi riil masing-masing BUMN yang membutuhkan saja.

“Terlalu besar sebenarnya 2 persen itu. Tapi ya itulah aturannya. Dan itu bukan kewenangan FHCI. Itu tergantung BUMN yang membutuhkannya saja,” ujar Sofyan Rohidi.

Dia menjelaskan, kepengurusan FHCI per periode adalah 3 tahun. Dan bisa dipilih kembali untuk dua periode. Dirinya, kata Sofyan, baru masuk satu periode ini sebagai Direktur Eksekutif FHCI, setelah dirinya tidak lagi menjabat di BUMN, yakni PT Telkom (Persero).

“Kalau Ketua Umum FHCI kan tetap dari dalam, dari BUMN yang aktif. Dan FHCI berupaya berkomunikasi juga dengan Kementerian BUMN. Sejauh ini, mereka mengaku puas kok dengan kerja-kerjanya FHCI,” ujar Rohidi lagi.

Editor : Hana Sutiawati