Gianyar, (Metrobali.com)

Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana menyampaikan pentingnya menjaga kelesetarian ekosistem laut agar laut memberikan manfaat dan sumber kehidupan masyarakat. Ekosistem laut seperti pantai yang tidak dijaga, bahkan praktik pembabatan hutan mangrove hanya demi pembangunan tempat untuk menikmati sunset atau sunrise dapat membuat laut menjadi sumber bencana bagi masyarakat.

Hal itu disampaikan Ari dalam sambutannya saat membuka Pertunjukan Orkestra Semesta bertajuk “Ghurnita Samudra Murti” yang diselenggarakan oleh Yayasan Puri Kauhan Ubud dan didukung oleh PT Pupuk Kaltim serta Desa Ketewel di Kabupaten Gianyar, Bali Sabtu (12/11/2022)

Pertunjukan semi yang menunjukkan pesan peruwatan kesadaran untuk menjaga kesucian air dan laut dengan kolaborasi antara Gamelan Yugananda, Bumi Bajra, Ayu Laksmi, Alien Child, dan Wayang Sunar tersebut juga dihadiri oleh Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaf Manopo, serta Direktur Utama PT Pupuk Kaltim Rahmat Pribadi.

“Laut sangat penting terhadap sistem kepercayaan dan kehidupan masyarakat Bali. Laut punya dua wajah “Buto” dan “Dewa”. Dalam wajah “buto” ini seperti penderitaan yang disebabkan wabah, bencana, dan lain lain itu bersumber dari laut. Sementara itu, wajah Dewa Laut itu dilihat bahwa sumber kehidupan itu ada di dalam dasar samudranya laut,” ujar Ari yang juga merupakan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud.

Menurut Ari, konteks hari ini bahwa laut adalah sumber kehidupan bagi seluruh masyarakat, bukan saja nelayan dilihat dari laut yang menyediakan sumber ekonomi, pangan, dan juga peran penting terhadap ketahanan iklim “blue carbon”.

“Ekosistem pantai juga disebutkan berbagai penelitian sebagai sumber penyerap karbon yang mampu membuat kita beradaptasi dalam fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini,” tutur Ari.

Namun demikian, Ari menjelaskan saat ini laut tengah terancam. Terumbu karang yang melindungi masyarakat selama jutaan tahun sudah rusak dijarah, juga hutan mangrove yang sudah banyak dibabat demi mendapatkan tempat untuk menikmati sunset ataupun sunrise. Bahkan, laut telah menjadi tempat pembuangan sampah raksasa. Tidak mengherankan di Bali dalam beberapa waktu belakangan terjadi banjir bandang. Hal itu memperlihatkan ada yang salah dalam pengelolaan sistem lingkungan saat ini.

“Maka dari itu kami memantapkan diri, dan mengajak semua pihak untuk menjaga air dari hulu ke hilir yang merupakan warisan dari leluhur kita. Kerusakan satu sisi saja akan berdampak pada sisi yang lain baik itu di hulu, tengah atau hilir. Di hilir seperti saat ini, kami coba berkegiatan untuk mendorong upaya memperkuat ekonomi pesisir, ajakan menjaga ekologi pesisir, dan membangkitka budaya pesisir dengan pagelaran seni,” ujar Ari.

Adapun Teten Masduki dalam sambutannya menyampaikan, masalah lingkungan terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Upaya-upaya penyadaran dalam pelestarian lingkungan perlu terus dilakukan. Hal itu menurutnya akan mampu memaksimalkan potensi alam Indonesia dalam menghidupi masyarakat lokal.

“Kita ini punya kekuatan ekonomi lokal hasil laut. Sebagai pembanding Norwegia salah satu penghasilannya yang terbesar saat ini itu dari budidaya salmon. Ini luar biasa, sementara Indonesia punya Tuna, Lobster dan sebagainya, ini seharusnya bisa jadi kekuatan ekonomi kita,” kata Teten.

Teten menjelaskan saat ini mulai banyak start up yang diinisasi anak muda yang fokus dalam pengembangan usaha kelautan bekerja sama langsung dengan para nelayan Indonesia. Beberapa aplikasi tersebut mulai dari Aruna, e-fishery, Kalikan, Delos, hingga Fish Log.

“Jadi sudah banyak aplikasi yang ingin mengkoneksikan sumber laut kita dengan industri dan peluang pasar yang besar, ini bisa jadi mitra kita dalam transformasi dan akselerasi usaha di bidang kelautan,” ujar Teten. (RED-MB)