Denpasar,(Metrobali.com)

Gagal paham dalam menjalankan fungsi pemerintahan (sesuai amanat UU), tumpang tindih “over lapping” dengan tugas kepartaian (yang merupakan urusan internal mereka). Ini sungguh sangat memalukan.

Hal itu dikatakan pengamat kebijakan publik yang juga mantan anggota MPR RI utusan Daerah Bali, menanggapi surat edaran Gubernur Wayan Koster, Selasa 30 Mei 2023 di Denpasar.

Dikatakan, ini surat tidak benar. Tidak benar Gubernur merujuk arahan Ketua Umum walaupun disebut presiden ke 5, itu kan presiden tidak aktif. Ini menyalahi etika pelaksanaan pemerintahan yg baik dan benar

Menurut sejumlah netizen, ini bentuk dari kekacauan administrasi publik, akibat kepemimpinan yang tidak kompeten. Sepertinya Wayan Koster terus mencari muka dan perhatian Megawati Soekarno Putri.

Ada yang menyebut Gubernur Bali rasa Presiden. Rasa rasa itu tampak sejak ditolaknya Tim U20 Israel betanding di Bali. Gubernur Bali bersama legislatif membuat Perda Hari Arak Bali dan Perda Desa Adat. Dan, yang masih diingat dan paling menghebohkan warga Bali dan Dunia adalah penolakan Tim Sepak Bola U20 berlaga di Bali.

Terhadap surat Gubernur ini, Jro Gde Sudibya memberikan catatan kritis yang perlu mendapat perhatian pemerintah Pusat.

Menurutnya, tampaknya Gubernur panik menghadapi situasi yang ada, sehingga harus “meminjam” nama Ketua Umum Partainya yang “powerful” untuk bisa “menekan” koleganya. Dari perspektif kebijakan, agaknya tim di sekitar Gubernur kurang mampu dalam mendisign manajemen krisis menghadapi persoalan di industri pariwisata, sehingga kesannya terjadi kepanikan.

Dikatakan, surat ini menggambarkan terjadi tumpang tindih (over lapping) antara penyelenggaraan pemerintahan (sesuai amanat UU) dengan tugas internal kepartaian. Tumpang tindih ini, merugikan citra publik pemerintahan, dan punya potensi pengambilan kebijakan menjadi tidak efektif.

“Tertangkap impresi budaya feodalisme dalam surat di atas, dan sikap otorianisme kepemimpinan, budaya dan sikap yang semestinya dikikis habis, pada partai yang mengusung tinggi-tinggi ideologi: kebangsaan, kerakyatan dan komitmen keberpihakan pada “wong cilik”,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)