Keterangan foto: Acara dialog yang digagas LSM KoMPaK bekerja sama dengan Unipas, RRI dan Dewata Pos di wantilan RRI Singaraja, pada Jum’at, (17/12/2021)/MB

Buleleng (Metrobali.com) –

Reforma agraria dalam penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah, khususnya kepastian hukum tanah garapan eks Timtim di Desa Sumber Kelampok, menjadi perhatian serius dari Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Masyarakat untuk Penegakan hukum dan Keadilan (LSM KoMPaK) debutan Nyoman Sunarta, SH ini.

Acara dialog akhir tahun 2021 dengan narasumber anggota komisi III DPR RI I Wayan Sudirta, SH yang juga dikenal sebagai tokoh memperjuangkan eks pengungsi Tim-tim pasca jajak pendapat Tahun 1999 dan sengketa tanah pelaba pura di Desa Lemukih sangat menarik peserta dialog yang diikuti secara offline dan online.

Vokalis senayan I Wayan Sudirta yang hadir lewat virtual Kembali mengingatkan bahwa warga masyarakat Eks Timtim sampai sekarang belum mendapat pengakuan akan hak-hak tanah garapan yang ditempati puluhan tahun, dan belum mendapat pengakuan secara yuridis dari pemerintah. Padahal mereka juga ikut berjuang untuk integrasi Timtim, hingga pasca jajak pendapat yang mengharuskan mereka meninggalkan Timtim dan harta bendanya, baik rumah maupun harta material lainnya. Karena mereka memilih untuk tetap setia kepada NKRI. Hingga akhirnya mereka di relokasi sebagai pengungsi ke Dusun Sendang Pasir, Desa Pemuteran dan Desa Sumber Kelampok, Kecamatan Gerokgak.

I Wayan Sudirta juga mengingatkan, agar setelah diskusi ini harus ada tindak lanjut dan implementasi dilapangan.

“Bila perlu dialog ini di buatkan buku, sekalipun itu hanya 50 halaman, agar nanti bisa jadi bahan untuk saya perjuangkan di DPR RI. Kan saya wakil Bali “, ujar I Wayan Sudirta dengan ciri khasnya yang berapi-api saat berucap.

Beda nasib dengan tetangga satu desa di Desa Sumber Klampok yang beberapa waktu lalu menerima pengakuan, itupun setelah berjuang dari Tahun 1930 merambah hutan untuk membuka lahan pertanian. Masyarakat di Desa Sumber Kelampok mendapatkan pengakuan hak atas tanah garapannya 70 persen – 30 persen dari total tanah Desa Sumber Klampok yang luasnya mencapai 612,9 hektare. Setelah dikurangi lahan tempat tinggal (dalam bahasa Bali disebut pekarangan), fasilitas sosial dan fasilitas umum, serta jalan dan sungai, total lahannya seluas 514,02 hektare. Kedua, dari lahan seluas 514,02 hektare, kedua belah pihak sepakat membagi 70 persen untuk warga dan 30 persen menjadi hak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Artinya, warga mendapatkan sekitar 359,8 hektare lahan sedangkan Pemprov Bali berhak atas 154,2 hektare.

Dari penjelasan tersebut Dr. I Gede Surata, S.H., M.kn salah satu Narasumber yang juga pernah melakukan penelitian untuk desertasinya di Desa Sumber Kelampok mempertanyakan status yuridis 30 persen bagian lahan yang diperoleh pemerintah provinsi Bali? Senada dengan pertanyaan salah satu peserta dialog Advokat I Nyoman Sunarta, SH yang mempertanyakan status yuridis pemerintah provinsi Bali yang mengambil bagian 30 persen dari total lahan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat sebagai petani penggarap.

Disamping itu, I Nyoman Sunarta juga menanyakan bagaimana dengan Status lahan yang ditempati eks pengungsi Tim-tim.?

Menanggapi pertanyaan terkait tanah di Sumberkelampok, I Dewa Tagel Wirase, SE, Ak, Msi Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Bali selaku narasumber yang mewakili Gubernur Bali mengatakan, “Pemerintah pusat sepakat untuk menyerahkan 30 persen lahan HGU PT Dharma Jati kepada propinsi Bali. Jadi berdasarkan kesepakatan”.

Sedangkan narasumber lainnya selaku Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan BPN Kabupaten Buleleng Ida Kade Genjing, SH menjelaskan bagaimana proses dilapangan yang dilakukan untuk memfasilitasi turunnya sertifikat untuk masyarakat di Desa Sumber Kelampok.

Acara dialog yang digagas LSM KoMPaK bekerja sama dengan Unipas, RRI dan Dewata Pos di wantilan RRI Singaraja, pada Jum’at, (17/12/2021).

“Acara ini sangat menarik, Kami berharap acara dialog seperti ini bisa diselenggarakan lagi, karena sangat membuka wawasan kami sebagai mahasiswa”, ujar salah satu peserta dari mahasiswa.

Acara dengan tema ” Penghormatan Hak Asasi Manusia Bagi Petani Indonesia Sebagai Wujud Reforma Agraria Dalam Penguasaan Dan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berlandaskan Pancasila Dan UUD 1945″ yang dibuka Dekan Fakultas Hukum Panji Sakti Singaraja Dr. I Nyoman Gede remaja, S.H., M.H. yang diikuti juga dari kalangan LSM, Forkom Deslu, Mahasiswa dan juga tokoh masyarakat di Buleleng berjalan sukses sesuai rencana dan berakhir tepat Pukul 12.00 Wita. GS