Foto: Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bali Nengah Yasa Adi Susanto.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bali Nengah Yasa Adi Susanto menilai gaya komunikasi publik Gubernur Bali masih lemah dan kurang bagus. Alhasil penyampaian esensi kebijakan dan program-program yang digulirkan walaupun niatnya baik tidak sepenuhnya mampu dipahami, dipersepsikan baik dan diterima baik oleh masyarakat Bali.

Akibatnya Gubernur Koster sering menjadi bulan-bulanan, kerap dibully terutama di media sosial oleh netizen. Misalnya yang terbaru terkait himbauan Gubernur Koster dalam hal penggunaan kain tenun endek yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 04 tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali. SE ini mulai berlaku pada hari Selasa tanggal 23 Februari 2021.

“Niatnya bagus sekali. Pak Gubernur Koster ini brilian tapi gaya komunikasinya kurang bagus,” kata Adi Susanto, Kamis (18/2/2021).

PSI Bali menilai sebenarnya Gubernur Koster sangat brilian dalam memimpin Bali dan mempunyai berbagai terobosan program yang kebijakan yang luar biasa utamanya  yang berpihak pada pelestarian kearifan lokal Bali. Misalnya SE terkait penggunaan endek ini.

Namun masalahnya terletak pada cara penyampaian komunikasi publik yang kurang tepat. Selain juga momentumnya kurang tepat karena suasana pandemi Covid-19 dimana sebagian masyarakat merasa bosan dengan hanya adanya himbauan pemerintah.

“Kebijakannya Pak Gubernur sangat bagus termasuk endek ini, cuma momennya saja dan masalah komunikasi publik,” tegas Adi Susanto.

PSI Bali pun menyarankan Gubernur Koster agar mempunyai juru bicara yang handal dan professional serta tentunya harus mempunyai gaya komunikasi publik yang bagus, mampu menyampaikan kebijakan dan program-program Gubernur dengan tepat. Jubir andalan ini juga perlu untuk menghindari Gubernur Koster dibully netizen ketika kurang tepat dalam menyampaikan informasi program dan kebijakannya.

“Pak Gubernur harus punya jubir yang brilian dan handal. Karena hal-hal seperti ini (pengumuman SE penggunaan endek) bukan Gubernur yang harusnya ngomong, cukup jubirnya. Hal-hal yang urgent sekali baru Gubernur,” harap Adi Susanto.

PSI Bali menegaskan keberadaan jubir ini perlu dikedepankan untuk membantu komunikasi publik di Pemrov Bali. “Saya rasa tidak susah mencari jubir andal dan professional apalagi Pemprov Bali sudah memiliki kelompok-kelompok ahli dan memiliki humas,” tegas Adi Susanto yang merupakan politisi asal Desa Bugbug, Kabupaten Karangasem.

Seperti diketahui, di masyarakat utamanya juga di media sosial (medsos) ramai netizen membicarakan Gubernur Koster yang disebut mengeluarkan aturan yang mewajibkan warga masyarakat Bali untuk menggunakan busana berbahan kain tenun endek pada setiap hari Selasa.

Hal ini tidak terlepas dari pernyataan Gubernur Koster dalam sebuah video yang beredar luas dan viral yang sempat menyatakan keharusan menggunakan endek setiap hari Selasa. Pernyataan dalam video itu disampaikan Gubernur Koster usai menjelaskan Surat Edaran (SE) Nomor 04 tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali ini.

Padahal dalam SE tersebut, tidak ada satupun kalimat yang mewajibkan pemakaian kain endek kepada  masyarakat Bali secara umum. Mungkin saja Gubernur Koster hanya keseleo lidah dengan menyatakan kata “harus.’

Padahal sebenarnya jika dicermati dan dibaca dengan cermat, melalui SE tersebut Gubernur Koster hanya mengimbau penggunaan busana berbahan kain endek kepada kalangan di lingkup lembaga atau instansi seperti pimpinan perguruan tinggi, bupati/walikota, pimpinan perangkat daerah, pimpinan BUMN dan BUMD, pimpinan perusahaan swasta dan pimpinan organisasi/lembaga kemasyarakatan se-Bali.

Belakangan saat memberikan arahan tentang SE penggunaan endek ini kepada pimpinan instansi dan lembaga di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Selasa (16/2/2021) Gubernur Koster meluruskan bahwa SE ini sifatnya himbauan, jadi  tidak ada keharusan menggunakan endek setiap Selasa. Jika tidak memakai endek pada hari Selasa juga tidak ada sanksi yang akan dikenakan.

Terkait polemik “Selasa endek” yang berawal dari keseleo lidah dan gaya komunikasi publik Gubernur Koster yang dianggap lemah ini, PSI Bali juga berharap hal itu bisa jadi introspeksi dan pembenahan ke depannya.  PSI Bali berharap orang-orang di sekeliling Gubernur Koster seperti staf ahli, petinggi PDI Perjuangan harus mampu memberikan masukan yang positif dan konstruktif terutama terkait dengan gaya komunikasi publik Gubernur Koster.

Jangan sampai mereka hanya bersikap ABS (Asal Bapak Senang) dan “mecik manggis” mencari aman saja. “Jangan takut memberikan masukan ke Gubernur. Kalau Gubernur salah harus diluruskan. Di PDIP juga harus ada mengingatkan. Gubernur harus hati-hatilah (dalam komunikasi publik) karena dulu juga pernah keseleo,” pungkas Adi Susanto.

PSI Bali meminta Gubernur berjiwa besar berani menyampaikan permohonan maaf jika keceplosan salah memberikan pernyataan ke publik. “Tidak masalah minta maaf. Presiden pun kalau salah bicara ya minta maaf. Apa salahnya minta maaf, sampaikan ‘maksud saya begini tapi saya keceplosan bilang begini’, selesai kan tidak jadi bahan bullyan. Jangan ngeyel mencari alasan pembenar, kan tidak bagus lah apalagi level Gubernur,” sentilnya.

Ia berharap Gubernur Koster harus lebih berhati-hati mengeluarkan pernyataan ke publik. Jangan terlalu sering keceplosan. Jangan terlalu sering merevisi apa yang disampaikan sehingga akibatnya sering dibully masyarakat.

“Kalau pernyataan keliru sampaikan saja permohonan maaf. Kan dalam pernyataan langsung dalam video yang beredar jelas-jelas Pak Gubernur mengharuskan semua memakai endek setiap hari Selasa,” ujarnya.

“Itu pernyataan yang disampaikan Pak Gubernur tapi kalau tiba-tiba itu dikatakan tidak ada kan tidak benar juga. Makanya ini yang membuat, mohon maaf, Pak Gubernur dibully masyarakat, kan kasihan. Jadi Pak Gubernur harus berhati-hati mengeluarkan statement sehingga tidak jadi bahan bullyan di masyarakat,” kata Adi Susanto. (wid)