Buleleng, (Metrobali.com)

Wakil Ketua DPRD Buleleng Gede Suradnya,SH didampingi anggota Komisi III serta Tim Ahli DPRD Buleleng menerima audensi dari Wajib Pajak Kopi Manji Singaraja yang diwakili oleh Pengacara I Putu Wibawa, SH. Dan Rekan bertindak untuk dan atas nama Romy Yunaidy pemilik Manji Kopi Singaraja serta turut hadir Kepala BPKPD Kabupaten Buleleng Drs. Gede Sugiartha Widiada,M.Si serta jajarannya di ruang Komisi III, Selasa (9/8).

Audensi dari Kopi Manji Singaraja untuk mengadukan keberatan dan meminta keadilan wajib pajak terkait adanya teguran terhadap pajak terhutang sebesar Rp. 72.389.717,09 terhitung sejak bulan April 2021 hingga Desember 2021. Pengacara Kopi Manji Singaraja I Putu Wibawa,SH bersama rekannya menjelaskan bahwa kehadirannya ke DPRD Buleleng untuk meminta keadilan bagi kliennya terkait dengan pajak terhutang yang dimilikinya.

Menurutnya, selama ini kliennya sudah membayarkan pajak setiap bulannya akan tetapi karena kliennya tidak begitu mengetahui sistem Pajak Daerah dalam rekapan terakhir ada selisih pembayaran pajak sebesar Rp. 72 jutaan.

“Selama ini mereka sudah mengikuti dan terus berkomunikasi dengan BPKPD Kabupaten Buleleng untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami datang ke Gedung Dewan hanya minta keadilan terhadap pajak terhutang, kalau secara aturan sudah benar kami ingin semua perusahaan di Buleleng juga diterapkan seperti ini”, tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Wirasanjaya,SH.MH selaku tim pengacara, menurutnya kliennya tidak keberatan membayar pajak terhutang yang sudah disampaikan oleh BPKPD Kabupaten Buleleng. Tetapi, kliennya hanya meminta keadilan yang sama kepada seluruh Pengusaha Wajib Pajak di Buleleng.

“Kita ambil contoh, sebelum diterapkannya pungutan pajak kepada kliennya, Kopi Manji Singaraja membayar pajak ke Daerah sebesar Rp. 200 ribuan perbulan sedangkan setelah ada pemberitahuan untuk mengenakan pajak 10 persen ke konsumen saat ini bisa menyetorkan pajak sebesar Rp. 7 jutaan perbulan. Kalau Perda yang digunakan ini bisa untuk semua pelaku usaha, Pemerintah Daerah akan mendapatkan PAD yang begitu besar. Kita kesini hanya minta keadilan saja, biar tidak terkesan hanya usaha klien kami saja yang dikenakan pajak” tandasnya.

Kepala BPKPD Kabupaten Buleleng Drs. Gede Sugiartha Widiada,M.Si ditemui usai rapat menyampaikan terkait dengan pajak terhutang dari Romy Yunady owner dari Kopi Manji Singaraja sudah melalui proses mulai dari pemeriksaan, berdiskusi dan dapat disampaikan bahwa dari hasil rekon ada selisih apa yang disampaikan, dilaporkan dan apa yang didapatkan. Dari hasil itu, mereka menguji kepatutan pajak yang dikenakan dan hasil diskusi dengan wajib pajak sudah mau menandatangani berita acaranya.

“Secara angka ini sudah final, masalah pembayaran kami bisa bayar dengan mencicil tetapi kalau pengurangan nilai sudah tidak bisa karena sudah disepakati” ujarnya.

Setelah menyimak apa yang menjadi keluhan wajib pajak dan paparan dari BPKPD Kabupaten Buleleng, Anggota Komisi III Nyoman Gede Wandira Adi menyampaikan permasalahan ini muncul karena kurangnya sosialisasi dari Pemerintah kepada wajib pajak. Pemahaman yang ada di masyarakat terhadap Peraturan Daerah mengenai pajak Hotel dan Restoran adalah bagi yang sudah memiliki fasilitas dan pelayanan yang lebih. Pelaku usaha seperti angkringan warung, rumah makan dan UMKM lainnya banyak yang kurang paham dan tidak memungut pajak kekonsumen karena merasa bukan restoran seperti judul perda pajak hotel restoran. Seperti halnya dalam kasus Kopi Manji Singaraja, sebelumnya kopi manji tidak memungut pajak ke konsumen dan hanya membayar pajak biasa, tetapi setelah dilakukan sidak oleh BPKPD ditemukan selisih pajak terhutang sebesar Rp. 72jtan selama april 2021 sampai desember 2021.

Menurutnya, dengan temuan selisih pajak terhutang yang naik lebih dari 3.500 persen ini membuat pihak Manji Kopi Singaraja merasa keberatan dan merasa pelaku usaha lain tidak diperlakukan sama dan tidak ada keadilan.

“Kami meminta kepada Pemerintah Daerah, dalam penerapan wajib pajak usaha agar melakukan sosialisasi dan pedampingan kepada pelaku usaha utamanya UMKM. Ini bertujuan pelaku usaha bisa memahami bahwa setiap usaha yang berpenghasilan diatas Rp 1 juta sesuai dengan amanat Perda Kabupaten Buleleng kena pajak sebesar 10 persen dari penjualan.” ucapnya

“Kami DPRD apresiasi langkah BPKPD dalam hal optimalkan fiskal Daerah dengan sidak-sidak yang dilaksanakan, namun demikian kami juga tidak mau UMKM kita yang bergerak dibidang makanan menjadi bangkrut gara-gara tidak mampu memenuhi kewajiban pajaknya dampak dari kurang pahamnya terhadap Perda Pajak Hotel Restoran” tandas nya.

Terkait dengan tuntutan dari Pengacara Manji Kopi Singaraja, untuk mengurangi besaran nilai pajak yang harus disetor nampaknya tidak bisa disetujui pihak BPKPD Buleleng karena sudah menjadi ketetapan wajib pajak, namun terhadap tuntutan agar mendapat keadilan terhadap semua pelaku usaha sejenis, DPRD Buleleng akan mengawal pihak BPKPD untuk berlaku adil terhadap semua pelaku usaha. DPRD Buleleng akan meminta laporan berkala terhadap sidak-sidak yang dilakukan pihak BPKPD terhadap pelaku usaha makanan di Singaraja. GS