Komisi di DPR Disahkan Jadi 13 Kawal 44 Kementerian Kabinet Prabowo? Demer Harapkan Mampu Jawab Kompleksitas Persoalan dan Tantangan Bangsa
Foto: Anggota DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih (Demer).
Denpasar (Metrobali.com)-
Jumlah komisi di DPR RI sebagai alat kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI periode 2024-2029 resmi ditetapkan menjadi 13 komisi, bertambah 2 komisi dari 11 komisi pada periode sebelumnya. Persetujuan disampaikan Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna ke-3 masa persidangan I tahun sidang 2024-2025. Keputusan penambahan komisi itu sesuai dengan rapat pimpinan-pimpinan fraksi di DPR pada Senin 14 Oktober 2024.
Penambahan komisi dilakukan seiring dengan adanya penambahan jumlah kementerian di kabinet pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang direncanakan sebanyak 44 kementerian.
Terkait penambahan jumlah komisi dan kementerian ini, Anggota DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih (Demer) menyampaikan pandangannya. Demer mengatakan bahwa kompleksitas kondisi Indonesia saat ini memerlukan banyak pemikir dan kebijakan yang dapat menjawab tantangan yang ada.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, terutama dalam sumber daya manusia, yang terus berkembang. Dia juga mengingatkan bahwa banyak negara lain mengalami penurunan jumlah sumber daya manusia, seperti China, yang diprediksi akan mengalami penurunan populasi yang signifikan dalam 20 tahun ke depan, serta Jepang dan Korea yang menghadapi situasi serupa.
“Kenapa demikian? Karena kita ini negara yang betul-betul mempunyai potensi yang luar biasa. Potensinya sumber daya manusianya tumbuh. Banyak negara yang sekarang sumber daya manusianya menurun. China 20 tahun ke depan katanya tadinya 1,4 miliar menjadi 700 juta saja. Jepang juga, Korea, hampir semua begitu,” ujar Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini.
Demer menjelaskan lebih lanjut, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang melimpah, yang berarti juga memiliki pasar. Dengan adanya pasar dan sumber daya manusia, Indonesia didukung oleh kekayaan sumber daya alam yang tersedia baik di dalam tanah, di atas tanah, maupun di udara.
Kondisi udara di Indonesia yang relatif stabil sepanjang tahun, dengan hujan yang tidak terlalu mengganggu, menjadi keunggulan tersendiri. Hal ini memberikan potensi luar biasa bagi Indonesia untuk berkembang ke depannya, terutama dibandingkan dengan negara lain yang mungkin mengalami cuaca ekstrem selama berbulan-bulan.
“Sumber daya alam baik itu dalam tanah, di atas tanah, di udara, karena sepanjang tahun udaranya begini, paling-paling hujan saja. Beda sama teman-teman lain itu bisa 6 bulan kedinginan itu, ini luar biasa kita bisa ke depannya ini,” ujar wakil rakyat berlatar belakang pengusaha sukses dan mantan Ketua Umum Kadin Bali itu.
Menurutnya, jika peluang ini tidak dikerjakan secara kolaboratif dan melibatkan pemikir serta eksekutor yang kompeten, maka kesempatan tersebut akan terlewat begitu saja. Peluang harus diambil dan dieksekusi dengan baik, jika tidak, semuanya hanya akan menjadi mimpi, meskipun potensi yang ada sangat besar.
“Umpamanya, saya punya kekuatan, badan saya hebat, sehat, tapi saya diem. Sama dengan tidak terjadi itu. Oleh karena itu maka perlu eksekutor dan pemikir-pemikir,” kata politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng itu.
Demer mengungkapkan bahwa pengembangan kementerian dan komisi sangat penting. Dengan penambahan jumlah komisi, diharapkan akan ada fokus yang lebih besar, karena sebelumnya satu komisi mungkin harus bermitra dengan empat menteri, kini bisa berkurang menjadi tiga atau bahkan dua menteri. Hal ini akan memperkuat pengawasan dan memungkinkan komisi untuk lebih fokus dalam menjalankan tugasnya.
“Saya rasa cukup bagus untuk kita kembangkan kementerian, baik itu juga kalau dikembangkan komisi artinya lebih banyak juga yang lebih fokus, karena kalau tadinya mungkin mitranya adalah 4 menteri, menjadi 3 menteri atau menjadi 2 menteri. jadi dalam konteks pengawasan pun bisa lebih kuat. Bisa lebih fokus jadinya,” tuturnya.
Menanggapi kekhawatiran mengenai kemungkinan pembebanan keuangan negara akibat penambahan kementerian dan komisi di DPR, Demer menyatakan bahwa kita tidak seharusnya selalu menganggap bahwa biaya adalah pemborosan. Yang lebih penting adalah melihat kinerja yang dihasilkan.
Ia membandingkannya dengan perusahaan yang, karena takut membayar gaji lebih banyak, akhirnya menghasilkan produk dalam jumlah yang sedikit dan kualitas yang rendah. Dalam konteks ini, biaya tidak selalu menjadi beban, tetapi justru dapat dilihat sebagai investasi yang akan memberikan hasil di masa depan.
Demer sekali lagi menekankan bahwa penambahan biaya seharusnya tidak dianggap sebagai pengeluaran atau pemborosan. Sebaliknya, biaya tersebut seharusnya dipandang sebagai investasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Dengan memanfaatkan potensi yang ada, meskipun ada peningkatan biaya, diharapkan hasil yang diperoleh akan jauh lebih baik.
“Saya rasa penambahan kementerian dan komisi tidak akan terlalu banyak membebani keuangan negara. Jadi kalau penambahan seumpamanya ya, kalau penambahan kita anggap umpamanya penambahannya 100 miliar, tapi dampak ekonominya bertriliun, kenapa tidak?,” ungkapnya. (wid)