Denpasar (Metrobali.com)-

Komando Distrik Militer 1626/Bangli mengerahkan bintara pembina desa (Babinsa) untuk mengatasi praktik pungutan liar dan pemerasan terhadap wisatawan di Desa Adat Trunyan.

“Babinsa saya lihat sudah bisa membantu menyadarkan masyarakat Desa Adat Trunyan karena bagaimana pun pungli itu tidak ada manfaatnya, justru mencoreng citra desa wisata itu,” kata Komandan Kodim Bangli, Letnan Kolonel (Arm) Djoni Prasetiyo, di Denpasar, Sabtu (11/1).

Menurut dia, dengan diturunkannya Babinsa di desa adat yang memiliki tradisi menyimpan mayat di atas batu besar di seberang Danau Kintamani itu sudah bisa mengurangi praktik pungli.

“Dulu hampir setiap hari ada laporan pungli dan pemerasan. Sekarang sudah relatif berkurang. Kami sangat berterima kasih atas kesadaran masyarakat,” ujarnya.

Praktik itu biasanya terjadi pada saat wisatawan masih berada di seputar kawasan Danau Kintamani. Wisatawan ditawari untuk melihat penduduk asli Bali dalam melestarikan tradisi nenek moyang terhadap orang yang sudah meninggal di Desa Trunyan.

Di tengah perjalanan menyeberangi Danau Kintamani, tiba-tiba mesin perahu dimatikan dan pemiliknya pun meminta sejumlah uang kepada wisatawan yang telanjur ingin menuju Desa Trunyan.

Sesampai di Desa Trunyan, wisatawan juga dimintai sejumlah uang lagi. Bahkan, ada juga pemilik perahu yang meminta ongkos lagi agar bisa kembali ke Kintamani.

“Tapi praktik itu sekarang sudah mulai berkurang. Masyarakat atau wisatawan bisa lapor kepada kami kalau masih mengalami hal itu,” kata Djoni.

Keterlibatan Babinsa dalam menyadarkan masyarakat di Desa Adat Trunyan itu juga mendapat apresiasi secara khusus dari Komandan Resor Militer 163/Wirasatya Kolonel (Inf) Anton Nugroho dengan memberikan kewenangan penuh kepada mereka memberikan pernyataan pers tanpa harus meminta izin kepada atasannya langsung.

“Silakan saja Babinsa memberikan keterangan kepada pers atas program kerja yang sudah dilaksanakannya tanpa harus meminta izin atasannya karena itu penting,” ujarnya. AN-MB