Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)-

Banyak netizen dan pengamat menyoroti cawe cawe Jokowi pasangan Capres dan Cawapres Prabowo – Gibran. “Koalisi”Jokowi – Prabowo, Ekspresi Cara Berpolitik Sesat.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, pengamat ekonomi politik, Jumat 8 Desember 2023 menanggapi bola panas pemilu 2024.

Menurutnya, dari pendekatan sebut saja figur politik, barangkali ada asumsi dengan gabungan kekuatan politik ke duanya, sebut saja “Koalisi” Jokowi – Prabowo, akan memenangkan pertarungan Pilpres 14 Februari 2024, “take it for granted”, sudah semestinya demikian, karena merepresentasi kekuatan elektoral penuh, Pilpres 2014 dan 2019.

“Gibran, mewakili kepentingan politik Jokowi dalam logika berpikir Politik Dinasti. Asumsi ini, terbatalkan dengan sendirinya, dengan indikasi ketidaknetralan aparat, yang diberitakan memihak pasangan nomer 2 Prabo – Gibran,” katanya.

Dikatakan, “Koalisi” Jokowi – Prabowo, bisa dinilai sebagai prilaku politik sesat, dengan sejumlah argumentasi.

Koalisi Jokowi- Prabowo ini, lanjut Gde Sudibya adalah upaya pelanggengan kekuasaan yang dimodifiksi, Gibran sebatas perpanjangan kekuasaan Jokowi, yang bisa ditafsirkan “mewakali” konstitusi yang tegas mengatur limitasi kekuasaan Presiden.

Selanjutnya, kata Sudibya, Koalisi Jokowi- Prabowo ini mulai “Goro – goro” dari terbitnya keputusan MK no.90 yang meloloskan Gibran sebagai Cawapres, bentuk ketidaktaatan kepada konstitusi, melahirkan preseden buruk, untuk tujuan pelanggengan kekuasaan (dan modifikasi atau rekayasa) bisa dilakukan dengan mengakali konstitusi. Manuver politik untuk melahirkan pemerintahan otoritarian yang dilegalkan.

Dikatakan, “Koalisi” ini merupakan ancaman terhadap demokrasi, “kolusi” dari figur yang “powerful” menafikan kekuatan politik lain di luar lingkaran kepentingannya, elite politik yang punya basis nyata, sebut saja Megawati Soekarno Putri, kekuatan partai politik di luar pengaruh “Koalisi”, gerakan masyarakat sipil termasuk gerakan mahasiswa.

“Koalisi Jokowi- Prabowo ini adalah enomema yang menggambarkan kemunduran demokrasi – democratic set back -, arus balik demokrasi yang semestinya diwaspadai bersama,” kataI Gde Sudibya, aktivis demokrasi, pengamat ekonomi politik. (Adi Putra)