Slamet Soebjakto

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, Indonesia sedang menuju ke arah sebagai produsen komoditas rumput laut terbesar di tingkat internasional.

“Hal ini di dukung dengan potensi pengembangan lahan budidaya rumput laut yang masih terbuka lebar, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur,” kata Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (12/12).

Menurut dia, Indonesia bagian timur dengan curah hujan yang tidak terlalu tinggi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sentra rumput laut, salah satunya di Sulawesi Selatan.

Selain itu, lanjutnya, wilayah lainnya yang berpotensi adalah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan wilayah Kalimantan seperti di Nunukan dan Tarakan.

Ia memaparkan, saat ini yang diperlukan adalah membangun unit-unit pengolahan rumput laut yang dekat dengan sejumlah sentra budidaya rumput laut, seperti di Sumba Timur, NTT.

“Dengan dukungan unit pengolahan yang dekat dengan usaha budidaya rumput laut, akan sehingga mempermudah pemasaran dan menurunkan biaya transportasi. Dengan demikian akan menambah daya saing dan nilai tambah rumput laut, sehingga mampu bersaing di pasar global,” kata Slamet.

Produksi rumput laut Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 9,28 juta ton meningkat hampir 3 juta ton dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 6,51 ton.

Sebelumnya, Asosiasi Rumput Laut Indonesia mengharapkan pemerintah Republik Indonesia siap melindungi investasi dari perusahaan Tiongkok yang kerja samanya telah terjalin dalam Forum Bisnis Indonesia-Tiongkok di Beijing, 9 November 2014.

“Kami sudah membahas kemungkinan adanya investasi masuk dari pihak Tiongkok yang ‘joint venture’ dengan pihak Indonesia untuk mendirikan industri pengolahan rumput laut, terutama untuk produk jenis ‘refined carrageenan’. Hanya saja pihak sana menanyakan tentang keamanan dan kepastian investasinya di Indonesia,” kata Ketua Umum ARLI Safari Azis.

Ia mengatakan kalangan pengusaha rumput laut nasional mempertanyakan kesiapan pemerintah untuk menyerap investasi dengan berbagai insentif dukungan atau insentif agar keamanan investasi yang ada bisa terjamin dan terealisasi masuk di Indonesia.

Ia menjelaskan untuk mendirikan satu industri rumput laut di Tiongkok dengan produksi enam ton per hari diperlukan biaya yang diperkirakan sebesar 15 juta dolar AS. Di Indonesia, ujar dia, dalam mendirikan investasi untuk industri rumput laut bisa mencapai dua kali lipatnya, yakni sebesar 30 juta dolar AS.

Berdasarkan Data Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, jumlah ekspor rumput laut nasional paling banyak diekspor ke Tiongkok mencapai 143.725 ton pada 2013 dengan nilai sebesar 1,25 juta dolar AS.

“Kami masih menanti kepastian akan adanya kemudahan untuk perizinan dan kita pun menunggu kejelasan waktu dan biaya yang dikeluarkan,” katanya. AN-MB