Denpasar, (Metrobali.com)-

Lembaga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mempunyai anak lembaga yaitu Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) yang peranannya untuk melaksanakan terkaitan dengan pendidikan di Indonesia. Di Provinsi Bali sendiri, telah berdiri YPLP PGRI yang berusia cukup tua.

Persekolahan-persekolah yang ada di bawah bendera YPLP PGRI Bali pun berjasa mencetak pemimpin andal. Namun bagaimana nasib persekolahan swasta ini di tengah kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil?

Merespons hal tersebut, pada Senin (27/12), YPLP PGRI Bali menggelar rapat koordinasi (rakor) dengan agenda utama merumuskan rekomendasi pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan nanti kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, DPRD dan Gubernur Bali Wayan Koster.

Rakor yang dihadiri Ketua YPLP PGRI Bali Dr. I Made Suada, Ketua PD PGRI Bali I Komang Artha Saputra, M.Pd., Ketua Kota PGRI Denpasar I Ketut Suarya, M.Pd., Ketua YPLP PGRI Kota Denpasar Drs. I Nengah Madiadnyana, MM., serta pengurus lain dari PD dan YPLP bertempat di SMK PGRI 1 Badung (Skarisba). Dalam hal ini, Ketua YPLP Kabupaten PGRI Badung Dr. I Made Gde Putra Wijaya, SH., M.Si., bertindak selaku tuan rumah.

Isu krusial yang dibahas dalam pertemuan para dedengkot pendidikan di Bali tersebut meliputi persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dinilai ‘membunuh persekolahan swasta’ akibat ulah oknum pejabat yang melanggar ketentuan. PPDB rutin dijadikan alat jualan politik oleh sejumlah oknum. Kondisi ini berlangsung setiap tahun dan mentradisi.

“Kami (sekolah PGRI) banyak kehilangan siswa baru karena pindah ke sekolah negeri. Padahal tahun pelajaran baru telah dimulai. Ini terjadi tiap tahun. Kami sangat menyayangkan. Bagaimana peran swasta yang terbukti turut mencerdaskan kehidupan bangsa diperlakukan seperti ini,” kata Putra Wijaya.

Rekruitmen Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga menjadi isu sentral yang dibahas. Menurut dia, dengan aturan guru SMK swasta yang terdata pada data Pokok Pendidikan (Dapodik), guru SMK swasta bisa mendaftar guru PPPK ke semua jenjang pendidikan untuk ditempatkan di sekolah negeri.

Kondisi ini, menurutnya, juga menjadi ancaman tersendiri bagi sekolah swasta termasuk SMK. Berdasarkan pantauannya, banyak guru SMK swasta berpendidikan sarjana yang mendaftar PPPK. Jika mereka lulus, maka SMK swasta akan kehilangan banyak guru karena hijrah ke sekolah negeri. “Sebaiknya pemerintah harus bijak. Pelajar yang bersekolah di swasta juga anak – anak bangsa. Mereka memilih swasta mungkin karena beberapa factor,” katanya.

Ketua YPLP Kota PGRI Denpasar I Nengah Madiadnyana menambahkan, soal dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) yang bersumber dari APBD Provinsi Bali juga masuk ke dalam sikap YPLP PGRI Bali. BOSDA ini belum pernah diterima SMK/SMA swasta sejak kewenangan diambilalih pemerintah provinsi pada 2017 lalu. “Rumusan pokok-pokok sikap kami akan kami sampaikan secepatnya. Ini sekaligus momentum tahun baru 2022. Semangat baru,” jelas Madiadnyana.

Intinya, menurut Kepala SMK PGRI 3 Denpasar ini, PGRI akan menyampaikan keluh-kesah persekolah swasta kepada para penguasa dan pemangku kebijakan. Ia menyebut, YPLP se-Bali komit menjadikan institusi pendidikan di bawah bendera PGRI sebagai sekolah yang besar, bermutu dan bermartabat.

“Untuk itu tentu dengan banyak pesyaratan yang harus kita lalui, salah satunya kita harus memiliki pemimpin yang profesional, guru atau pendidik yang profesional, kurikuklum pendidikan yang berkualitas serta fasilitas memadai guna meraih kepercayaan masyarakat,” pungkasnya. (RED-MB)