Foto: Ketua Umum Kadin Provinsi Bali I Made Ariandi.

Denpasar (Metrobali.com)-

Virus Corona menimbulkan multiflier effect atau dampak berantai bagi perekonomian Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata. Ketika sumber utama perekonomian Bali ini terganggu maka dampaknya juga merembet ke sektor lain yang mendukung dan terkait pariwisata.

Menurut Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali I Made Ariandi pelaku usaha di sektor pariwisata dan sektor terkait seperti properti dan konstruksi bangunan akomodasi pariwisata yang mempunyai kredit atau pinjaman di bank juga menjadi beberapa pihak yang paling terpukul dengan dampak virus Corona ini.

“Para pengusaha ini selaku debitur bank tentu kesulitan melakukan pembayaran bunga kredit maupun pelunasan kredit yang jatuh tempo dalam masa-masa sulit dan menurunnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali akibat virus Corona ini,” kata Ariandi ditemui di Kantor Kadin Bali, Selasa (25/2/2020).

Apalagi tidak ada yang bisa memprediksi kapan virus Corona ini berakhir. Terlebih juga hingga saat ini belum ditemukan vaksin bagi virus yang telah merenggut ribuan nyawa ini di daerah asalnya di Tiongkok dan di sejumlah negara lainnya.

“Kondisi ini tidak ada yang tahu sampai kapan bisa berakhir. Walau vaksin Corona misalnya bisa ditemukan tahun ini dan tidak lagi ada penyebaran virus, dampak ekonomi yang muncul saat ini tidak bisa serta merta pulih. Apalagi tidak ada yang tahu sampai kapan ini normal kembali,” papar Ariandi.

Akibat virus Corona saat ini pun kondisi pariwisata Bali di titik lesu dan menimbulkan berbagai multiflier effect negatif. Sejumlah pelaku pariwisata mulai merumahkan karyawan, travel agent wisatawan Tiongkok langsung tutup. Pelaku usaha pariwisata dan sektor terkait kesulitan membayar bunga bank maupun pelunasan kredit.

Karenanya Kadin Bali mendorong pihak perbankan memberikan keringanan bagi debitur di sektor pariwisata dan sektor terkait yang terdampak melalui restrukturisasi kredit baik berupa keringanan penundaan pembayaran bunga, penurunan tingkat suku bunga maupun penundaan pelunasan kredit.

“Harus ada restrukturisasi pinjaman di bank. Penundaan pembayaran bunga, penurunan tingkat suku bunga maupun pelunasan kredit ini minimal diberikan dua tahun. Sebab dampak virus Corona ini kita tidak tahu sampai kapan,” tegas Ariandi.

Ia pun menilai bank tidak akan merugi dengan restrukturisasi kredit ini. Hanya memang keuntungan bank akan sedikit berkurang. Restrukturisasi utang kredit ini juga untuk menyelamatkan pelaku usaha selaku debitur dan bank selaku kreditur dari terjadinya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.

“Bank jangan mau happy dan untung sendiri. Berikan keringanan pelaku usaha yang terdampak virus Corona ini,” tegas Ariandi yang merupakan pengusaha asal Klungkung.

Ia pun menegaskan harapan adanya keringanan pembayaran bunga maupun pelunasan kredit ini bukan dalam rangka pelaku usaha ingin menghindari menunaikan kewajiban mereka selaku debitur bank. Namun karena memang ada kondisi force majeure atau kondisi luar biasa di luar kemampuan manusia yakni wabah virus Corona.

Dalam kondisi seperti inilah fungsi Kadin Bali sebagai stakeholder dunia usaha hadir mewadahi aspirasi dan kepentingan dunia usaha serta berperan menjaga perekonomian di daerah maupun nasional.

“Pelaku usaha sulit menunaikan kewajiban di bank kan karena kondisi eksternal, kondisi force majeure yang tidak seorang pun bisa memprediksi virus Corona ini akan muncul dan dampaknya ke seluruh dunia. Jadi bukan karena kondisi internal atau wanprestasi yang disengaja,” ungkap Ariandi.

Ia pun mencontohkan restrukturisasi kredit perbankan di Bali dan sejumlah daerah lain bagi nasabah yang terdampak bencana alam pernah dilakukan. Misalnya saat Bali terkena dampak erupsi Gunung Agung tahun 2017 silam yang menyebabkan sejumlah pelaku usaha/nasabah terdampak.

Saat itu ada perlakuan khusus terhadap kredit bank mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Beleid itu berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 29 Desember 2017.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi terhadap kredit bank yang diberikan di Kabupaten Karangasem, setelah memperhatikan dampak erupsi Gunung Agung. Perlakuan khusus terhadap bank itu di antaranya meliputi penilaian kualitas kredit bank umum dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar.

“Restrukturisasi dan relaksasi terhadap kredit bank untuk dampak virus Corona ini perlu segera diwujudkan. Jangan sampai nanti dampaknya merembet kemana-mana,” ujar Ariandi.

“Kalau pinjaman pelaku usaha sampai dianggap jadi kredit macet, lalu agunan dilelang sementara di sisi lain usaha mereka juga lumpuh. Ini bisa berdampak makin buruk bagi perekonomian Bali,” imbuh Ariandi.

Ariandi menambahkan POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Pedoman Restrukturisasi Kredit juga mengatur tentang restrukturisasi kredit ini. Dalam beleid ini disebutkan dalam rangka meminimalkan potensi kerugian akibat debitur bermasalah, bank dapat melakukan estrukturisasi kredit atas debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga.

Hal ini dilakukan sepanjang debitur yang bersangkutan masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Restrukturisasi kredit dimaksud dilaksanakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan standar akuntansi keuangan.

“Tinggal sekarang bagaimana regulasi di sektor perbankkan dikoordinasikan dengan OJK dan pemerintah sehingga dapat membantu para pelaku usaha yang terdampak virus Corona ini,” tutup Ariandi. (dan)