Foto: Ketua Senat Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ir. Gede Mahardika MS., yang juga Guru Besar Fakultas Peternakan Unud (kanan) bersama Sekretaris Senat Unud Prof Dr Budi Susrusa (kiri).

Denpasar (Metrobali.com)-

Di tengah kasus hukum yang menerpa Universitas Udayana (Unud), Ketua Senat Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ir. Gede Mahardika MS., yang juga Guru Besar Fakultas Peternakan Unud menegaskan keyakinannya bahwa pengunaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana sudah sesuai aturan yang berlaku

“Fakta-fakta yang ada selama ini menunjukkan bawasannya ya sesuai dengan aturan. Kalau aturannya kan SPI disetor melalui rekening negara. Nah kemudian penggunaannya melalui DIPA. Jadi universitas menyusun DIPA untuk menggunakan anggaran tersebut,” terang Prof Mahardika kepada awak media, Kamis 30 Maret 2023.

Dia menegaskan memang ada ketentuan yang menyatakan bahwa perguruan tinggi dapat meminta iuran kepada calon mahasiswa melalui SPI ini. “Nah kenapa demikian, mahasiswa itu kan membayar UKT dia. Ada istilahnya BKT, ada UKT. Jadi biaya kuliah, kemudian uang kuliah. Nah di sini antara uang yang diperlukan untuk mengelola itu memang lebih besar daripada uang yang dibayar, sehingga salah satu alternatif ada. Dulu itu dibantu oleh pemerintah melalui BOPTN. Nah setelah itu memang diberikan kewenangan perguruan tinggi untuk meminta iuran dari calon mahasiswa. Jadi peraturannya ada,” bebernya lebih lanjut.

Karena sudah ada payung hukumnya maka iuran dari SPI itu adalah legal. Dan penting juga dicatat iuran SPI ini tidak hanya ada di Unud tapi perguruan tinggi lainnya juga menerapkannya. “Kalau kita lihat mengenai SPI kan sebenarnya bukan hanya Unud, semua perguruan tinggi pun melakukan itu, melalukan iuran SPI. Dan ya secara aturan iuran SPI itu sah. Nah itu digunakan untuk pengembangan. Memang istilahnya kan pengembangan, pengembangan itu kan macam-macam. Sarana prasarana dan sebagainya,” terangnya.

“Berdasarkan atas informasi yang kami terima, jumlah SPI yang disetor, mungkin di media sudah disampaikan juga, adalah sebanyak 330an sekian miliar. Nah penggunaannya, kalau kita lihat katakanlah untuk pembangunan fisik itu, pembangunan fisik kita dari tahun 2018 sampai sekarang itu jumlahnya sudah 440 sekian miliar,” ungkapnya lebih lanjut.

Prof Mahardika pun menegaskan bahwa SPI itu masuk ke rekening negara tidak masuk ke rekening pribadi pejabat di Unud. “Dari mekanisme yang ada bahwa SPI itu disetorkan oleh orang tua langsung ke rekening negara. Dari pemberitaan-pemberitaan yang ada kan memang seperti itulah,” katanya juga seperti heran kenapa sampai persoalan SPI ini mencuat dengan pemberitaan yang begitu masif, padahal selama ini kinerja Rektor Universitas Udayana Prof I Nyoman Gde Antara dinilai sangat bagus.

Rektor Unud dinilai sebagai sosok yang tegas dan inovatif dan banyak melakukan terobosan untuk kampus kebanggaan Bali ini. “Ya secara pribadi saya melihat Pak Rektor adalah orang yang menurut saya malah sangat tegas dan sangat inovatif di dalam pengembangan-pengembangan universitas. Ya kalau kita lihat dari performance Udayana, misalnya sekarang itu dibangun sarana prasarana, itu saya melihat ada sebuah kemajuan disitu,” ungkapnya.

Mengenai persoalan hukum yang menjerat pimpinan Unud itu, Prof Mahardika berharap semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan dan mengedepankan asas praduga tak bersalah. “Tentu kami tidak mempunyai kewenangan untuk menilai lebih lanjut. Dan tentu tidak mendahului lah keputusan hukum yang ada. Tetapi prinsipnya, ini kan praduga tak bersalah. Jadi mudah-mudahan saja nanti bisa dibuktikan di pengadilan yang sebenarnya. Sehingga kalau memang tidak bersalah ya tidak. Kalau memang nanti ada, kan itu akan ditunjukkan nanti. Jadi kami terus terang saja, karena seperti tugas senat itu lebih pada pertimbangan-pertimbangan di bidang akademik,” tuturnya. (wid)