Dibalik Penolakan Pembangunan Tahap Kedua PLTU Celukan Bawang
Buleleng, (Metrobali.com)-
Penolakan sejumlah warga masyarakat Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng beberapa waktu lalu terhadap pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap dua dengan tetap memakai batubara, karena diduga akan merusak kondisi lingkungan. Hal ini memantik LSM Komunitas Masyarakat Untuk Penegakan Hukum dan Keadilan (KoMPak) untuk angkat bicara. Karena akibat dari penolakan dan pembangunan dihentikan, maka akan berimbas pada pasokan listrik di Bali.
Beberapa orang yang tergabung dalam LSM KoMPak sudah turun menyerap langsung aspirasi masyarakat setempat, terkait dengan aksi beberapa waktu lalu yang menolak pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap kedua. Hasilnya, disinyalir ada kepentingan pribadi yang menunggangi persoalan ini.
Ketua LSM KoMPak, Ketut Ocha Wardana mengatakan, keterlibatan LSM KoMPak dalam persoalan ini bukan dalam kapasitas mendukung ataupun menolak rencana pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap kedua. “Ini kami turun, bukan dalam artian mendukung. Selama itu tidak melanggar aturan dari sisi izin dan tekhnis, tidak masalah. Tapi kalau melanggar, jangan,” kata Ocha Wardana, Jumat (20/4).
Adanya penurunan kualitas hasil pertanian dan kualitas lingkungan terutama soal pencemaran laut di sekitar wilayah Celukan Bawang, akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi PLTU Celukan Bawang untuk menghasilkan listrik, hanya sengaja dihembuskan oleh oknum tertentu untuk menghambat pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap kedua.
“Dari hasil pengamatan kami di lapangan, sesunguhnya pohon kelapa berbuah baik tetapi di panen dini. Untuk pencemaran laut, penanganan sisa hasil produksi PLTU sudah ditangani sesuai prosedur berdasarkan AMDAL. Logikanya, kalau memang batubara tidak cocok, kan sudah dari awal izin tidak dikeluarkan pemerintah,” jelas Ocha Wardana.
Terkait dengan keinginan masyarakat tentang sosialisasi pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap kedua, LSM KoMPaK siap memfasilitasi. “Kami dari LSM KoMPak sangat siap memfasilitasi terlaksananya sosialisasi tersebut. Bali memerlukan listrik, kalau itu dihentikan dan izin sudah lengkap, kemana kita cari listrik? Seperti kita tahu, PLTU Celukan Bawang merupakan objek vital yang akan menjadi pemasok listrik utama di Bali,” ujar Ocha.
Untuk diketahui, power plant yang dimiliki oleh PLTU Celukan Bawang mampu mengeluarkan daya hingga mencapai 380 Mega Watt (MW) untuk satu tahap pembangunan. Jumlah ini dirasa kurang, sebab Bali membutuhkan aliran listrik mencapai 810 MW setiap harinya. Atas dasar itu, PLTU Celukan Bawang membangun tahap dua sebesar 2 X 380 MW.
“Kami disini hanya menyampaikan aspirasi masyarakat secara terbuka. Saya minta masyarakat dan pemerintah bisa bersinergi untuk kepetingan bersama kedepan. Tentunya keberadaan PLTU itu dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Bali. Saya ajak warga untuk bersikap dewasa mendukung pembangunan daerah,” pungkas Ocha.
Sebelumnya, sebagian warga Desa Celukan Bawang menolak pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap dua jika menggunakan batubara sebagai sumber energi. Penolakan itu ditunjukan, dengan pembentangan spanduk di perairan Celukan Bawang, bertepatan dengan berlabuhnya Kapal Greenpeace Rainbow Warrior.
Kondisi ini mendapat respon dari GM PT. GEB selaku pengelola PLTU Celukan Bawang, Putu Singyen, yang menyatakan, bahwa batubara yang selama ini digunakan sebagai energi di PLTU Celuakan Bawang telah menjalani proses penilaian Dinas Lingkungan Hidup. Dan hasilnya, batubara cukup ramah lingkungan. Bahkan PLTU Celukan Bawang sudah mengantongi Izin dan amdal. Dan menurut rencana, untuk groundbreaking tahap kedua akan dilakukan tahun ini.
Pewarta : Gus Sadarsana
Editor     : Hana Sutiawati