“Kesepekang”, Bali di Persimpangan Jalan Perubahan
Karangasem, (Metrobali.com)
Sebanyak 34 KK (Kepala Keluarga) Desa Tri Eka , Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem mengajukan pindah administrasi kependudukan menjadi warga Desa Besan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Mereka yang mulanya secara administrasi kependudukan merupakan warga Desa Adat Telun Wayah, Desa Tri Eka Buana, Kecamata Sidemen, Kabupaten Karangasem berkeinginan pindah administrasi kependudukan ke Desa Besan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung lantaran memiliki permasalahan dengan Desa Adat Telun Wayah yang berakhir terkena sanksi adat berupa kasepekang.
Menyikapi kasus kesepekang seperti yang dialami 34 KK (Kepala Keluarga) Desa Tri Eka , Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, pengamat politik dan sosial Jro Gde Sudibya, Kamis memberikan sejumlah catatan.
” Kesepekang” yang sering terjadi sebut saja dalam 30 tahun terakhir, merupakan puncak “gunung es” dari persoalan serius di akar rumput krama Bali. Persoalan: kelambanan Desa Adat merespons perubahan, terlalu kaku menetapkan aturan, tanpa menyimak perkembangan Desa, Kala, Patra.
“Akibatnya, krama yang lemah secara: ekonomi, politik dan kultural, rentan terpinggirkan (atas nama adat), bisa menjadi keterpinggiran berlanjut, kemiskinan dan potensi untuk migrasi agama,” kata Jro Gde Sudibya.
Sudibya menyontohkan, kasus bunuh diri yang terjadi pada krama Bali, antara lain dipicu beban adat terlalu berat bagi semeton miskin, tanpa empati dari prajuru adat, dan lembaga birokrasi yang mewakili negara.
“Persoalan serius nan akut di akar rumput ini, tidak pernah terbuka ke publik, sekaligus menggambarkan rendahnya empati dari pengambil kebijakan publik yang diamanatkan konsitusi untuk melindungi orang miskin (pasal 34 UUD 1945),” katanya.
Kasus kesepekang di atas membuktikan kultur nilai kebersamaan, solidaritas sosial dalam ungkapan ” paras paros sarpanaya dst.nya” ungkapan nilai nan indah untuk diucapkan, tetapi tidak untuk dilaksanakan.
Dikatakan, dari pendekatan kepemimpinan dan organisasi, sudah seharusnya pemerintah daerah di setiap tingkatan, bekerja sama dengan PHDI di setiap tingkatan, MDA dalam tugas perbantuannya ke Desa Adat, bekerja sama bahu-membahu untuk mengurai dan mencari solusi atas puncak “gunung es” dari persoalan di akar rumput yang muncul di permukaan yang dapat berupa: “kesepekang”, konflik batas desa, pelaba desa dan banyak lagi persoalan adat lainnya.
Janganlah Desa Adat diberikan beban di luar kapasitasnya, karena keterbatasan sumber daya yang ada, sehingga tidak lagi fokus dalam menjalankan dharmanya, sesuai tradisi yang berjalan ratusan tahun. Hanya saja, tradisi inipun harus ditafsirlan kembali manut Desa, Kala, Patra, sanggup merespons perubahan zaman, tanpa kehilangan roh jati dirinya. Tradisi Bali sejak masa Bali: Permulaan, Pertengahan dan Zaman Keemasan Gelgel memberikan khasanah pengetahuan sastra yang amat sangat kaya dalam menafsirkan ulang tradisi dalam menjawab tantangan zamannya. Para cendia (yang masih mampu menjaga nalar dan nuraninya) bisa memberikan sumbang pikir dalam tafsir baru ini.
Dikatakan, Bali sekarang benar-benar berada di persimpangan jalan, faktor eksternal: dampak pandemi, politik tuna moral termasuk penggunaan simbol agama, adat dan budaya sebagai instrumen kompetisi kekuasaan, bayang-bayang resesi ekonomi global yang pelik dengan risiko krisis pangan dan energi.
Diperlukan kepemimpinan Bali yang berintegritas, cerdas dan visioner, pembangun solidaritas (solidarity maker) dalam menapaki “titi ugal-agil” perubahan, melewati “persimpangan jalan” yang sarat risiko berkepanjangan.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 34 KK (Kepala Keluarga) Desa Tri Eka , Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem mengajukan pindah administrasi kependudukan menjadi warga Desa Besan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Dari jumlah itu, 33 KK telah mendapat identitas sebagai warga Desa Besan,Dawan, Klungkung. Hanya saja karena ada persyaratan yang ternyata belum terpenuhi, mereka diminta mengembalikan KTP Klungkung yang belum lama diperoleh tersebut.
Hal itu terungkap dalam pertemuan antara sejumlah warga tersebut dengan Kadisdukcapil Klungkung I Komang Dharma Suyasa, Kepala Desa Besan I Ketut Yasa, dan Kepala Kesbangpol Klungkung, I Dewa Ketut Sueta Negara di Desa Besan, Selasa (14/2/2023).
Mereka yang mulanya secara administrasi kependudukan merupakan warga Desa Adat Telun Wayah, Desa Tri Eka Buana, Kecamata Sidemen, Kabupaten Karangasem berkeinginan pindah administrasi kependudukan ke Desa Besan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung lantaran memiliki permasalahan dengan Desa Adat Telun Wayah yang berakhir terkena sanksi adat berupa kasepekang.
Tidak sampai di sana, mereka merasa dipersulit ketika mengurus administrasi kependudukan di Desa Tri Eka Buana. Seperti Kadek Ardiana yang mengaku dipersulit saat mengurus akta perkawinan dengan alasan yang dibuat-buat. “Alasannya formulir harus diketik menggunakan komputer. Kemudian dibilang komputernya rusak. Saya tunggu lama sekali sampai kelaparan,” kenangnya. (SUT-MB).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.