Denpasar (Metrobali.com)-

Yayasan Tri Hita Karana melansir data jika masih banyak hotel di Bali yang belum mengadopsi konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana (THK) sendiri merupakan konsep pembangunan ala Hindu yang memerhatikan keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.

Menurut Ketua Yayasan Tri Hita Karana, Wisnu Wardana, baru sekira 10 persen dari keseluruhan hotel di Bali yang mengadopsi konsep Tri Hita Karana. “Padahal Tri Hita Karana ini merupakan konsep pembangunan di Bali,” kata Wisnu, Rabu 14 November 2012.

Wisnu melanjutkan, yayasannya dibentuk untuk melakukan pemantauan terhadap implementasi konsep tersebut. Yayasan yang dibentuk pada tahun 2000 itu juga memberikan penghargaan “Tri Hita Karana Award” kepada hotel yang telah menerapkan konsep ini. Penghargaan itu diberikan saban tahun.

Kategorinya berbeda-beda, tergantung penilaian dari tim yang terdiri dari para ahli. Aspek pertama yang dinilai adalah kadar limbah. “Hasil olahan limbah apakah sudah di bawah batas minimal yang ditetapkan oleh UU. Itu yang diukur,” kata Wisnu.

Aspek kedua dari kategori pawongan (sosial-ekonomi). “Cara mengukurnya melalui CSR (Corporate Social Responsibility). Apakah bermanfaat bagi masyarakat sekitar atau dibawa ke daerah lain, bahkan ke luar negeri,” imbuh dia.

Tolok ukur berikutnya adalah dari aspek spiritual (Parahyangan). “Perusahaan di Bali harus menyisihkan lahannya minimal sepersembilan untuk kawasan suci. Di sana di bangun Pura. Meskipun perusahaan itu milik pengusaha dari agama lain, tetapi berdasarkan ketentuan itu harus ada. Meskipun milik umat lain, tetapi yang bekerja orang Bali,” tutur Wisnu.

“Masih banyak hotel yang tidak mau ikut penilaian Tri Hita Karana. Padahal hotel yang mengadopsi nilai-nilai Tri Hita Karana adalah hotel yang harmonis,” tekan dia.

Aspek penilaian itu, sambung Wisnu, dilakukan pemantauan setiap hari selama setahun. “Kami sudah buat panduan soal konsep ini untuk hotel-hotel. Orang asing yang mau bekerja di Bali juga harus dapat sertifikat Tri Hita Karana, agar dia mengetahui budaya Bali,” tegas Wisnu.

Di kawasan Kuta, katanya, masih banyak hotel yang belum mengadopsi konsep ini. Sulitnya menerapkan konsep ini pada hotel-hotel di kawasan kuta oleh karena laju perubahan yang begitu ketat di pusat pariwisata Bali itu. “Biasanya problem internal mereka,” paparnya.

Hotel-hotel yang banyak mempekerjakan orang asing, Wisnu melanjutkan, akan mendapat penilaian tak terlalu tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit orang asing yang bekerja pada hotel tertentu, semakin tinggi nilai yang akan diberikan. “Dan, ini cukup efektif menjadi barier bagi pekerja lokal,” kata Wisnu.

Ia berharap konsep Tri Hita Karana ke depan bisa ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) agar memiliki legitimasi kuat. “Kita kejar dan upayakan agar menjadi PP,” tuturnya.

Keuntungan mengikuti program ini, menurut Wisnu adalah dimasukkan dalam organisasi UN-WTO (United Nation-World Tourism Organization) dan akan dipromosikan di luar negeri kepada agen-agen perjalanan wisata. “Promosi itu dilakukan dengan sendirinya,” tutup Wisnu. BOB-MB