Megah, Tapi pembangunan pasar Banyuasri gagal karena membebani pedagang

Buleleng, (Metrobali.com)-

Kepemimpinan Buleleng selama dua kali periode Pemilu lebih kurang 10 tahun terakhir ini telah Gagal Merubah Keunggulan Kultural Buleleng menjadi Kesejahteraan buat Rakyatnya. Hal tersebut dikatakan Jro Gde Sudibya, konsultan ekonomi dan manajeman, Rabu (30/11/2022) di Buleleng.

Sosok Jro Gde Sudibya ini sangat peduli dan konsern mengamati perkembangan ekonomi politik, kebudayaan di Bali. Petani yang juga mengelola perkebunan di Desa Tajun, Buleleng ini sangat keras dan terukur mengkritisi hasil kerja pemimpin di Buleleng selama dua kali pemilu.

Jro Gde Sudibya mengatakan tantangan bagi sistem birokrasi di kabupaten Buleleng, mencari jawaban atas pertanyaan:
1. Garis pantainya terpanjang, tetapi kehidupan para nelayannya umumnya miskin?
2.Wilayah pertaniannya luas nan subur, dengan ethos kerja tangguh, tetapi kenapa posisi tawarnya terhadap tengkulak tidak membaik?.
3. Wilayah yang amat sangat kaya dengan sumber daya budaya ( cultural resources), tetapi tidak mampu dikapitalisasi untuk menaikkan kesejahteraan warganya?

Sementara di sisi lain, banyak warga Buleleng berprestasi bahkan sudah banyak jadi pejabat, tetapi tidak peduli dengan tanah kelahirannya sendiri. Mereka nampak lebih asyik mengurus diri sendiri. Tidak banyak berpikir membangun di Buleleng.

Dikatakan PJ Bupati Buleleng dari Desa Bondalem, berdekatan dengan Desa Sembiran, semestinya yang bersangkutan sangat trampil dalam menjabarkan visi Sat Kerthi Loka Bali dalam konteks dan tantangan Buleleng dan bisa memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi warga Buleleng.

Ada juga anggota DPR RI Sumarjaya Linggih alias Demer, ada Cok Pemayun Sekda Provinsi Bali, ada Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan dari Buleleng. Terakhir ada Gubernur Bali dari Buleleng. Kenpa mereka tidak bersatu dan ikut peduli terhadap kesejahteraan warga Buleleng?

Dikatakan, kalau warga buleleng itu bersatu pasti cepat terwujud pembangunan dan kesejahteraan warga di Buleleng. Buleng tidak akan kalah bersaing dengan daerah lainnya dan pasti akan maju.

Dengan catatan kritis, kata Jro Gde Sudibya sistem persekolahan Bali Mandara yang terbukti unggul, yang berada di kabupaten Buleleng, justru “diamputasi” oleh Gubernur Bali sekarang, yang nota bene orang Buleleng.

“Jumlah pemilih di Kabupaten ini, terbanyak dibandingkan dengan kabupaten dan kodya lainnya, dalam perhitungan elektoral, semestinya aspirasi mereka jangan dinafikan, karena risiko elektoralnya tinggi,” kata Sudibya.

Ia menambahkan, dengan dibatalkannya proyek bandara Bali Utara, warga Buleleng merasa tidak dapat perhatian dari pemerintah Bali dan Pusat. Dan semestinya kekecewaan (politik) warga Buleleng selama bertahun tahun jangan lagi ditambahi dengan iming-iming dan kekecewaan politik masyarakat Buleleng di tahun 2024 nanti.

Dikatakan, di sini dibutuhkan adanya reformasi birokrasi di Buleleng. masa penjabat 2,5 tahun menjadi ruang perbaikan karena tidak ada tekanan psikologis dari pemimpin daerahnya. Birok krasi Buleleng tercatat kasus korupsi mantan bupati bagiada dan sekda Buleleng serta dana PEN.

Menurut Gde Sudibya kebijakan mantan bupati Buleleng Agus Suradnyana lebih banyak mengandung konflik of interest dimana kebijakan pariwisata lebih terkait dengan akpmodasi milik dirinya.

Pembangunan pasar Banyuasri gagal karena membebani pedagang. Restribusi besar namun sepi pembeli. Pasar rakyat lainnya semisal pasal Anyar kumuh tidak terurus. Pasar Seririt yang menjadi segitiga emas dahulu, kini sepi dan kumuh

Jalur hijau diganti menjadi zona hijau agar Agus Suradnyana bisa melaksanakan rencana membangun vila di kawasan Tukad Mungga.
Pemungutan pajak daerah yang tidak akuntabel, transparan, adil kepada wajib pajak (misal pajak hotel dan restoran-red) memungkinkan terjadi kebocoran pajak. (SUT)

Editor : Hana