Kepemimpinan Bali ke Depan, Jebakan dan Tantangannya
Ilustrasi
Oleh : Jro Gde Sudibya
Berkarakter Kuat, merujuk Bab Dua Bhagavad Githa tentang Shamkya, insan-insan manusia berkarakter Kuat, kecerdasan seimbang, punya loyalitas dan dedikasi dalam menjalankan Dharma kepemimpinan. Kepemimpinan adalah amanah sebagai Karma Yoga kehidupan.
Misi penyelamatan, penyelamatan Bali dan masa depannya, dalam artian: Alam, Manusia dan Kebudayaannya. Penyelamatan Alam: dari kerusakan lingkungan, konversi lahan yang tidak terkendali, yang bisa mengancam Subak dan masa depannya.
Penyelamatan manusia dalam artian ekonomi politik, proses keterpinggiran ekonomi politik masyarakat harus dihentikan, melalui kebijakan ekonomi politik yang pro rakyat. Berangkat dari diktum: masyarakat yang terpinggirkan secara ekonomi, akan segera terpinggirkan secara politik, dan kemudian terpinggirkan secara budaya.
Keterpinggiran secara budaya dalam pengertian sederhana, masyarakat menjadi semakin terasing dengan budayanya sendiri, aleniasi, karena: sumber daya telah berpindah tangan, gagap dalam merespons perubahan, terkooptasi dengan nilai – nilai: material, individu dan bahkan seluler yang melewati takaran.
Dashyatnya pragmatisme kehidupan berupa develomentalism: paham pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan, abai pada penyelamatan alam, etika lingkungan, menciptakan kesenjangan pendapatan dan keterpinggiran kultural.
Demokrasi elektoral yang ditandai oleh algoritma kepentingan praktis jangka pendek, quick yeilding, akibat dari tingginya angka kemiskinan dan rendahnya rata – rata pendidikan warga. Sehingga yang memenangkan pertarungan mereka yang mempunyai kekuatan sumber daya, miskin gagasan, dan mengancam masa depan demokrasi.
Korupsi telah menjadi sistemik, dalam realitas kekuasaan yang didikte oleh oligarki: politik, ekonomi, birokrasi dan penegak hukum, sehingga korupsi telah menjadi ” budaya” .
Langkah langkah yang perlu dilakukan dalam menyelamatkan Bali adalah perlu didesign program dengan berbasis spirit kebudayaan: mengoreksi ulang pelaksanaan pembangunan pariwisata budaya yang telah banyak mengalami penyimpangan.
Mengembangkan kepemimpinan model “Dwi Tunggal”, sebut saja kombinasi antara, kepemimpinan ADMINISTRATOR dengan PEMBANGUN SOLIDARITAS -Solidaritas Maker-.
Belajar dari pengalaman masa lalu, menata kembali politik fiscal daerah: pro “wong cilik”, pembangunan yang “botom up” (hasil Musrenbang menjadi “modal” penting dalam penyusunan program).
Yang terakhir, perlu kaji kembali proyek dengan kategori “mercu suar”, dengan memperhatikan: keselamatan lingkungan, keterbatasan anggaran, aspirasi masyarakat yang tidak seluruhnya disampaikan dengan untaian kata-kata.
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebijakan publik. Anggota MPR RI Utusan Daerah Bali, Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004.