Kepanikan dan Sikap Frustrasi Menkeu, Akibat Penolakan Publik terhadap Kenaikan PPN 12 Persen Semakin Nyata
Denpasar, (Metrobali.com)-
Akibat defisit APBN tahun 2025 sebesar Rp.600 T, itupun dengan asumsi jumlah kabinet 34 orang, sedangkan faktanya sekarang 46 orang. Sudah tentu jumlah defisitnya lebih besar, dengan kabinet gemuk yang diragukan kapasitasnya dalam mengeksekusi program-program pro rakyat Presiden.
Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, Sabtu 21 Desember 2024, menanggapi kenaikan PPN 12 Persen.
Dikatakan, target untuk menaikkan tax ratio dari 9 persen, menjadi sulit dicapai, karena agaknya tidak boleh menyentuh kepentingan ekonomi kelompok elite ekonomi tingkat atas, para oligarki yang punya pengaruh kuat terhadap kekuasaan.
“Padahal potensi pemungutan pajak di kelompok elite ini sangat besar, seperti: industri sawit, penambangan Batu Bara, Nikel dan industri: manufaktur, distribusi, perdagangan eceran yang punya posisi oligopoli yang potensi pemungutan pajaknya tinggi,” kata I Gde Sudibya.
Menurutnya, kepanikan sangat tampak, dengan rencana pemerintah menurunkan ambang batas pengusaha kena pajak dari Rp.4,8 M menjadi Rp.3,6 M, yang berarti banyak usaha kecil yang selama ini tidak kena pajak, dengan ketentuan ini kena pajak.
“Prinsip keadilan dilanggar di sini, usaha kecil ke depan akan diberikan beban pajak berlebihan, tetapi kelompok elite ekonomi tetap memperoleh peminjaman. Ketidak-adilan perpajakan ini, bisa memicu eksplosi sosial,” kata
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi.
Menurut I Gde Sudibya, rasa frustrasi Menkeu bisa dimengerti, sebagai alumni FEUI, pernah menjabat Direktur LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat) FEUI yang bergengsi, sudah tentu beliau sangat paham, kebijakan pembangunan yang pro pemilik modal, liberal kapitalistik, harus dikoreksi melalui kebijakan fiscal yang pro rakyat, sebagai instrument koreksi dari ketimpangan pendapatan akibat dari Developmentalism pembangunan.
“Agaknya ruang fiscal untuk mengoreksi ketidakadilan ekonomi tidak lagi dimiliki oleh Menkeu, karena kuatnya cengkeram oligarki terhadap pengambilan keputusan negara,” katanya.
Di sini, lanjutnya, kepemimpinan Presiden Prabowo tertantang dalam mewujudkan janji-janji sosialisme pro rakyat, berhadapan dengan “tembok” tebal kepentingan oligarki yang punya tali temali kuat dengan kekuasaan. Publik menunggu, reshuffle kabinet ini dalam hitungan seratus hari.
Jurnalis: Sutiawan
.