hutan terbakar

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan Raffles B Panjaitan mengatakan pembakar lahan menggunakan kearifan lokal untuk membuka lahan di Riau.

“UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup digunakan para pendatang untuk membakar lahan, padahal mereka bukan penduduk lokal. Yang dimaksud dalam UU itu adalah penduduk lokal, tapi yang terjadi di Riau malah pendatang dari Sumatera Utara,” jelas Raffles usai konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/9).

Ia menambahkan dalam UU tersebut untuk kearifan lokal, diperkenankan membakar maksimal dua hektare. Seharusnya, ada peraturan gubernur yang mengatur hal tersebut.

“Itu kan masyarakat dia (gubernur), jadi dia tahu mana yang penduduk lokal dan pendatang. Makanya perlu diatur juga dalam Pergub,” tambah dia.

Hal tersebut, sambung dia, pernah terjadi di Rokan Hilir, yang mana saat itu kepala desa mengeluarkan izin pembakaran sebanyak dua hektare setiap harinya.

“Kasus itu sudah diproses di Polda Riau.” Raffles menyebut lebih dari 2.700 hektar lahan di Kalimantan dan Sumatera hangus terbakar sepanjang Agustus hingga September ini.

Kebakaran yang terjadi pada awal September ini terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Bahkan seluas 119 hektare lahan di Taman Nasional Sembangau juga terbakar.

Hasil pantauan satelit NOAA-18 terdapat 397 titik panas di Sumatera dan Kalimantan pada 15 September. Jumlah titik panas tersebut berkurang dibandingkan pada 14 September yakni sebanyak 626 titik panas.

Adanya siklon Kalmaegi menyebabkan asap dari Sumsel dan Riau menyebar ke Singapura dan Malaysia, sedangkan asap dari Kalteng dan Kalbar masuk ke Serawak 13-14 September 2014. Kualitas udara di Singapura menurun ke tingkat sedang hingga tidak sehat.

Kemudian terjadi penurunan luas sebaran pada 16 September jika dibandingkan hari sebelumnya. AN-MB