Jakarta (Metrobali.com)-

Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mencatat grafik kerugian yang disebabkan konflik pascapilkada (pemilihan kepala daerah langsung) semakin meningkat sejak 2005 hingga 2013, kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan.

“Tren (kecenderungan, red.) data statistik di kami berkembang. Dari tahun ke tahun bukannya semakin turun justru semakin bertambah dari segi frekuensi, jumlah korban dan variasi kerusakan,” kata Djohermansyah ketika ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (7/6).

Berdasarkan data Ditjen Otda Kemdagri, rekapitulasi kerugian pascakonflik pilkada di provinsi maupun kabupaten dan kota menyebutkan antara lain jumlah korban meninggal dunia 59 orang, korban luka 230 orang, kerusakan rumah tinggal 279 unit, kerusakan kantor pemda 30 unit, kantor polisi enam unit, dan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah 10 unit.

Selain itu, jumlah kerusakan fasilitas umum 156 lokasi, kantor partai politik 11 unit, kantor media/surat kabar tiga unit, kendaraan 25 unit dan kawasan pertokoan satu unit di Kota Palembang.

“Toko ikut dirusak dalam konflik pilkada itu baru kali ini terjadi, ketika di pilkada wali kota Palembang kemarin,” tambahnya.

Peningkatan jumlah kerugian akibat konflik pilkada tersebut merupakan salah satu alasan Pemerintah, melalui Kemdagri, mendorong sistem pilkada tidak langsung untuk tingkat kabupaten dan kota.

“Konfliknya cenderung sangat keras di kabupaten dan kota, karena kedekatan jarak antara calon kepala daerah dengan pendukungnya,” kata Guru Besar Politik Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu.

Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro pernah mengatakan bahwa pelaksanaan pilkada tidak langsung dapat membuat daerah otonomi menjadi tidak mandiri.

Menurut dia, pelaksanaan pilkada langsung sebaiknya cukup dilakukan di tingkat provinsi saja karena dapat membuka kesempatan bagi kabupaten dan kota untuk menjalankan hak otonomi yang diberikan Pemerintah.

“Yang diperlukan justru penguatan gubernur, sehingga pilkada langsung sebaiknya digelar di tingkat provinsi supaya dapat mengatur langsung kabupaten dan kota di bawahnya,” katanya.

Selain itu, Mendagri Gamawan Fauzi menilai bahwa pilkada langsung menelan biaya yang tidak sedikit, belum lagi jika pemungutan suaranya harus dilakukan dalam dua putaran.

Dengan usul pilkada tidak langsung di tingkat kabupaten dan kota, Pemerintah berharap praktik perputaran politik uang dapat diminimalisasi.INT-MB