Buleleng, (Metrobali.com)

Kemajuan sarana transportasi dan kemudahan perpindahan penduduk, maka penyakit menular dapat menyebar dengan cepat dan luas melintasi batas daerah dan negara. Demikian penegasan yang disampaikan Sekda Buleleng Drs. Gede Suyasa,M.Pd saat peresmian acara Update Dokumen Rencana Kontingensi (Renkon) Penyakit Berpotensi Wabah di Banyualit Resort n Spa Buleleng, pada Selasa (16/7/2024). Dimana acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi ancaman Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) di Buleleng.

Berangkat dari hal tersebut, Suyasa mengingatkan tentang berbagai penyakit seperti Polio, Flu burung, Menginitis, Flu Singapura, SARS, Ebola, dan Mers CoV yang telah terbukti menyebar antar negara dengan cepat, menjadikan penyakit tersebut sebagai KKM.

Iapun menyoroti dampak pandemi covid-19 yang baru saja dilewati, yang mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Artinya momok pandemi civid-19 sempat memporakporandakan stabilitas dihampir seluruh sektor, baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan banyak sektor lainnys.

“Hal ini menimbulkan dampak terhadap perubahan tatanan kehidupan masyarakat selama pandemi berlangsung,” ucap Suyasa.

Lebih dikatakan KKM dapat terjadi melalui dua mekanisme, yakni importasi dari luar wilayah dan episenter dari wilayah kerja. Kedua kondisi ini memerlukan kesiapan pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk mencegah, mendeteksi dini, dan menangani kasus dengan cepat.

“Jadi betapa pentingnya koordinasi, kolaborasi, integrasi, dan komunikasi antar unit organisasi untuk melaksanakan tanggap darurat kesehatan yang adekuat,” tegasnya.

Kabupaten Buleleng memiliki beberapa faktor risiko KKM, seperti banyaknya pengunjung dari luar wilayah dan luar negeri, serta adanya pelabuhan laut di Celukan Bawang dan Sangsit.

“Rencana kontingensi untuk KKM harus menjadi perhatian bersama. Dan apabila situasi kedaruratan benar-benar terjadi, maka rencana kontingensi dapat diaktivasi menjadi rencana operasi penanggulangan dengan penyesuaian-penyesuaian situasional di lapangan,” terangnya.

Saat ini, ujarnya lagi Kabupaten Buleleng baru memiliki satu dokumen rencana kontingensi untuk penyakit Influenza H1N1.

“Oleh karena itu, diharapkan pertemuan ini dapat menghasilkan dokumen renkon yang lebih mutakhir dan dapat dikembangkan untuk penyakit-penyakit potensial KKM lainnya,” ujarnya

“Harapan kedepannya, Kabupaten Buleleng tidak hanya memiliki dokumen renkon KKM untuk penyakit influenza H1N1 saja, tetapi bisa dikembangkan lagi untuk penyakit-penyakit potensial KKM lainnya. Jadi kegiatan ini diharapkan menghasilkan output yang signifikan untuk kesiapsiagaan Kabupaten Buleleng dalam menghadapi potensi ancaman KKM di masa mendatang,” pungkas Sekda Suyasa.

Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Arya Nugraha, saat dikonfirmasi di sela kegiatan mengatakan perubahan iklim dan gaya hidup yang mengakibatkan penurunan imunitas masyarakat serta meningkatnya mobilisasi di Bali, khususnya Buleleng sebagai daerah wisata, meningkatkan risiko penyebaran wabah. Hal ini disampaikan oleh Update Dokumen Rencana Kontingensi (Renkon) Penyakit Berpotensi Wabah di Kabupaten Buleleng.

“Perubahan iklim dan gaya hidup yang membuat imun kita cenderung mulai turun, risiko wabah itu akan besar. Apalagi dengan jumlah populasi yang makin meningkat dan mobilisasi di Bali, Buleleng sebagai daerah wisata juga memberi peluang terjadinya penularan wabah lebih mudah. Kondisi global dan lokal harus kita atensi sebagai kemungkinan terjadinya wabah-wabah berikutnya,” ucap Arya Nugraha.

Ia mencontohkan kelompok virus corona yang telah beberapa kali menyebabkan wabah global dalam dua dekade terakhir, seperti SARS pada 2000, MERS pada 2010, dan COVID-19 pada 2020. Arya Nugraha mengingatkan agar selalu waspada terhadap potensi wabah berikutnya.

Antisipasi terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat menjadi fokus utama, mengingat Buleleng memiliki masalah kesehatan lokal selain kasus global. “Di Buleleng, selain kasus-kasus global, kita memiliki problem tersendiri seperti meningitis babi dan rabies. Meskipun flu Singapura tidak terlalu fatal, tetap potensial menyebabkan masalah kesehatan,” tambahnya.

Arya Nugraha menekankan pentingnya kewaspadaan, bukan kepanikan, dalam menghadapi potensi wabah. Kewaspadaan akan memberi output yang lebih baik. Syarat dari kewaspadaan adalah literasi, yaitu mendapatkan informasi yang benar dari pihak yang kompeten.

Mengenai ancaman wabah lokal seperti meningitis babi, Arya Nugraha menjelaskan bahwa kasus tersebut sering terjadi secara sporadis. Meningitis babi mudah disembuhkan tetapi dapat menyebabkan kecacatan permanen seperti ketulian. Flu burung, dengan fatalitas tinggi hingga 100%, banyak ditimbulkan oleh cara memasak yang kurang tepat dengan kebutuhan makan setiap hari berarti potensi wabah akan terus ada.

Dinas Kesehatan berencana mengeluarkan rekomendasi tentang cara memasak yang aman untuk mencegah wabah. “Selain dari Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian juga memberikan edukasi melalui radio, media sosial, dan edaran formal. Kita selalu mengantisipasi seperti itu,” tambah Arya Nugraha.

Tren penyakit tahun ini di Buleleng menunjukkan kasus Flu Singapura pada anak-anak, dugaan difteri, serta kasus rabies dan meningitis babi yang sporadis. “Flu Singapura tahun lalu mencapai 400-an kasus, tahun ini mungkin sekitar 100-an. Meningitis babi juga puluhan kasus, lebih sedikit dibanding tahun lalu,” jelasnya.

Arya Nugraha juga menyoroti pentingnya peran adat dalam menjaga disiplin masyarakat, mengacu pada pengalaman di Desa Bengkala yang berhasil membuat perarem adat untuk mengendalikan wabah. “Adat lebih kuat dampaknya terhadap kedisiplinan masyarakat,” tutupnya.

Dengan demikian, Buleleng terus memperkuat strategi dan antisipasi kesehatan untuk menghadapi potensi ancaman wabah di masa mendatang, melalui koordinasi dan edukasi yang berkelanjutan. GS