BERAGAM persoalan sosial kebangsaan di tengah masyarakat kekinian dituntut penanganan cepat, tepat dan tuntas dari para elite politik penguasa pemangku kebijakan dalam birokrasi pemerintahan. Ironisnya, jangankan solusi penyelesaiannya, masalahnya saja acapkali masih karut-marut. Hal ini karena di antara instansi pemerintahan terkait seringkali masih saling tuding ataupun saling cuci tangan alias lempar tanggungjawab terhadap persoalan sosial kebangsaaan yang terjadi di tengah masyarakat global dan majemuk dalam beragam aspek kehidupan kekinian.

Menyoal tentang karut-marut persoalan sosial kebangsaan, di antaranya proses penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di antara lembaga pemerintahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Kementerian Dalam Negeri terkait program kartun penduduk elektronik atau e-KTP untuk pemilihan umum (Pemilu) tahun depan, 2014. Begitu juga beragam persoalan infrastruktur publik seperti ruas jalan raya, angkutan umum, dan lainnya yang acapkali dianggap sekadar program rutinitas maupun proyek abadi berbagi anggaran (dana masyarakat) oleh para elite politik penguasa pemangku kebijakan untuk memuaskan nafsu duniawi sesaat dalam memenuhi kepentingan pendapatan maupun memperkaya diri sendiri ataupun kelompok/golongan tertentu yang menjadi kroni atau dinasti dari relasi kuasa atas jabatan atau kekuasaannya.

Celakanya, pemenuhan kepuasan nafsu para elite politik penguasa pemangku kebijakan acapkali kebablasan sehingga dengan terpaksa secara sukarela terjebak dalam tindakan keindahan perilaku melanggar hukum dan moralitas budaya bangsa terkait kejahatan mahadasyat dari korupsi dan pencucian uang, serta kamuflase beragam informasi dan program kehidupan sosial kebangsaan bagi kepentingan khayalak publik. Bahkan, lembaga pemerintah terkait di bidang konstitusi dan hukum pun terpaksa harus kehilangan wibawanya dan tidak lagi memiliki jaminan kekuatan legitimasi terhadap kepercayaan publik.

Tak hanya itu, paduan suara para wakil rakyat, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif,  mulai dari Bupati/Wali Kota, Gubernur, DPRD, DPR, DPD, hingga MPR dan Presiden pun seakan senasib atau sama. Hal ini karena mereka tak pernah mampu meregulasi relasi kuasa dan kekuasaannya untuk kemaslahatan khalayak publik, melainkan justru tampil unggul dan terdepan sebagai alat korupsi pemerintah dan pengusaha, karena tidak konsisten, dan transparan dalam mewujudkan kinerja dari tugas pengabdiannya sebagai sebuah kewajiban bagi upaya pengembangan pembangunan bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat sesuai dengan amanat undang-undang.

Tantangan lainnya, para kalangan profesional dan generasi muda bangsa juga tampaknya tidak mampu tampil sebagai pejuang modern yang unggul dan memiliki modal keberanian membuat sebuah terobosan besar terhadap pembangunan nasib bangsa dan negara serta kemanusiaan beserta lingkungan hidupnya. Dalam konteks ini, artinya determinasinya semestinya sudah tidak personal lagi sehingga mampu mengasah kekuatanya mentalnya, seperti toleransi, disiplin diri, komitmen dan kontrol diri atau integritas diri demi sebuah perubahan yang lebih baik dan menyejahterakan bagi khalayak publik terhadap kontrol sosial atas segala permasalahan birokrasi pemerintahan, terkait anggaran dan kewenangan dari para elite politik penguasa pemangku kebijakan yang cenderung korup.

Sayangnya, konstruksi fenomena idealnya selama ini masih sekadar wacana semata dan tidak sesuai dengan realitas kenyataannya. Implikasinya, bahaya kejatuhan moral bangsa bagaikan gunung es yang setiap saat dapat meletus hingga dapat meruntuhkan kehidupan berbangsa, dan bernegara serta bermasyarakat secara mendunia. Ini karena calon para koruptor senantiasa tumbuh subur dalam berbagai media (tempat) sebagai benalu ataupun parasit di tengah kehidupan kebangsaan kekinian. Tak hanya itu, persoalan sosial kebangsaan pun mengalami jalan buntu tanpa ada solusi cepat dan tepat serta tuntas dalam mengatasinya secara holistik dan komprehensif yang berkelanjutan.

Persoalan karut-marut paling hakiki dan abadi dalam kehidupan berbangsa lainnya seperti masalah menyangkut pengupahan yang layak terkait jaminan hidup masa depan (kesehatan dan pendidikan) bagi kehidupan para buruh, pemburu sang waktu sebagai pengabdi ataupun pembantu abadi para kaum kapitalisme global (penguasa maupun pengusaha) dalam meraih keinginan dari kepuasan finansialnya di bidang industri kehidupan kekinian yang serba canggih dan modern. Begitu juga, adanya fenomena pertumbuhan ekonomi bangsa yang senantiasa setia meningkatkan kemiskinan struktural dan angka pengangguran aktif maupun pasif dalam beragam aspek kehidupan global kekinian.

Di samping itu, masalah kemacetan yang tidak pernah mendapatkan solusi serius secara cepat, tepat dan tuntas juga semakin mengerutkan dahi khalayak publik. Hal ini karena masalahnya acapkali hanya dijadikan media adu domba politik atas ketidaknyamanan/ketakutan ataupun ketidaksukaan/kebencian dari para elite politik penguasa pemangku kebijakan terhadap kinerja pengabdiannya, sehingga proses perubahan terhadap pembenahan infrastruktur publik yang lebih baik terpaksa harus terkoptasi kepentingan pribadi maupun kelompok atau golongan tertentu.

Ada juga karut-marut persoalan sosial kebangsaan di bidang kebudayaan, seperti masalah kawasan suci keagamaan (Pura), ketinggian gedung, pendirian hotel, pencaplokan lahan pertanian, dan lainnya terkait pariwisata budaya atas kepentingan dari kebijakan terhadap Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), kontroversi investasi asing (investor) hingga kisruh wacana reklamasi kawasan pariwisata di tengah perairan/laut Bali (Tanjung Benoa). Termasuk adanya karut-marut terhadap monopoli ruang publik seperti ruas jalan raya, trotoar, sepadan pantai, dan lainnya oleh para elite politik penguasa pemangku kebijakan dalam beragam wujud kepentingan di tengah kehidupan masyarakat terkait desa pakraman.

Fenomena dari beragam persoalan sosial kebangsaan ini seakan menjadi semakin menarik dan menggelitik pandangan khalayak publik, karena para elite politik pemangku kebijakan acapkali mengalami kemacetan akal waras dan integritas dirinya. Di mana, mereka senantiasa terkoptasi kepentingan sesaat hanya untuk memuaskan nafsu finansialnya semata baik secara personal atau pribadi maupun kelompok atau golongan tertentu.

Dampaknya, terjadi krisis keteladanan dalam kepemimpinan bangsa yang berjiwa besar, berhati mulia, hidup sederhana, dan memiliki keprihatinan atas rasa kemanusiaan. Sehingga, kehidupan bangsa semakin merosot dengan meningkatnya angka kemiskinan struktural dan pengangguran produktif secara masif dan sistemik karena kesalahan kebijakan atau salah urus pemerintahan.

 

Jiwa Ikhlas Bermental Pejuang

Beragam persoalan sosial kebangsaan tersebut kini sedang menanti sebuah terobosan baru dalam semangat keberanian dari generasi muda, penerus bangsa ini. Adakah generasi muda seperti itu ? Inilah tugas kita semua untuk menentukan integritas diri dari kemacetan akal waras sebagai upaya mencetak kepemimpinan bangsa masa depan.

Terobosan baru yang dianggap dapat menjadi lembaran pembuka dari solusi penyelesaiannya tersebut bukanlah sekadar kepemimpinan dengan tingkat kecerdasan intelektual ideal dalam ikatan relasi kuasa dan kekuasaan serta kekuatan finansial atau uang semata, melainkan sebuah semangat pengorbanan dari generasi muda, penerus bangsa secara pribadi dengan ketulusan dan kekuatan jiwa ikhlas bermental pejuang.

Dalam konteks ini, generasi muda penerus bangsa tersebut berarti sudah harus selesai dengan dirinya. Artinya, berani tampil terdepan dan rela mengorbankan diri untuk kepentingan bangsa dan negara dengan selalu mengasah kepekaan sosialnya dan selalu mawas diri. Sehingga, tidak kehilangan keyakinan karena faktor menang, kalah, atau seri dalam mengembangkan potensi dirinya setiap hari demi kepentingan khlayak publik, masyarakat luas yang lebih baik dan menyejahterakan.

Di sini pula, jiwa ikhlas penuh pengorbanan itu dituntut harus mampu dan berani tampil terdepan mengubah tatanan kebiasaan mental egoisme, arogan atau ditaktor para elite politik penguasa pemangku kebijakan yang korup dan acapkali menyalahgunakan relasi kuasa dan kekuasaannya atas dasar kekuatan finansial semata demi kepentingan pribadi maupun golongan atau kelompok tertentu.

Marilah kita becermin dari program edukasi publik yang diasuh oleh Kick Andy, misalnya. Di mana program edukasi publik ini acapkali menginspirasi semangat kemanusiaan dengan nilai kebangsaan yang terbingkai dalam spirit Pancasila, dan UUD’45. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikator strategis dan signifikan dari cikal bakal lahirnya keteladanan generasi muda, penerus bangsa yang kreatif dan kompetitif.

Dalam kaitan ini, kita dituntut mampu mengelola potensi yang ada selama ini dengan sebaik-baiknya dalam segala kebijakan. Sehingga dapat memiliki nilai guna manfaat bagi kepentingan bangsa dan negera dalam mencapai kehidupan khalayak publik yang lebih baik dan menyejahterakan di masa datang.  Selain itu, beragam pemikiran dan tindakan di luar kebiasaan juga harus terus dikembangkan untuk berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, kebudayaan, teknologi informasi, serta edukasi politik dan lainnya.

Upaya perubahan ke arah yang lebih baik dan menyejahterakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat harus terus menerus ditingkatkan, sehingga proses pengembangan pembangunan bangsa dalam era globalisasi kekinian tidak terkoptasi keindahan perilaku dari kejahatan para koruptor yang kini cenderung semakin merajarela dengan beragam wujud kamuflase serba canggihnya di tengah kehidupan peradaban masyarakat dunia.

Bersamaan dengan itu, sebagai kesadaran publik, setiap individu maupun organisasi dari sosial media atau dunia pers pun senantiasa dituntut harus lebih berani tampil terdepan dan selalu unggul saat melakukan kebijakan kontrol sosial secara jurnalistik dalam mengawasi kinerja atas kewenangan para elite politik penguasa pemangku kebijakan di pemerintahan tanpa tekanan rasa ketakutan ataupun terkoptasi kepentingan sesaat dari nafsu duniawi terkait finansial atau uang semata baik bersifat pribadi maupun kelompok atau golongan tertentu.

Nah, kini saatnya menanti para calon generasi muda, penerus bangsa yang memiliki ketulusan jiwa ikhlas bermental pejuang dengan kesadaran akal waras dan integritas diri yang tangguh di antara desakan para calon koruptor di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat dalam era globalisasi modern kekinian. WB-MB