miskin1

Klungkung ( Metrobali.com )-

Potret kemiskinan di negeri ini sangat memprihatinkan oleh karnanya tidak sedikit upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, meskipun belum optimal. Karna subsidi yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat miskin dalam realitasnya tidak tepat sasaran. Belum lagi sistem birokrasi pada instansi pemerintahan dan penyelenggara negara yang tidak jarang menyalahi wewenang yang mengakibatkan ekonomi rakyat semakin tidak tersentuh. Di tengah pemerintah menyatakan telah berhasil menekan angka kemiskinan dan korupsi makin meraja lela di negeri ini, masih ada orang yang tahan menderita hanya untuk satu alasan bertahan hidup meskipun rumah yang ditempati tidak layak huni itu sebagai tempat istirahat dan dapur.

Salah satu contoh yang Metrobali.com temukan diwilayah Klungkung tepatnya Banjar Bingin, Desa Kusamba Kecamatan Dawan Klungkung keluarga  Wayan Ngetis 47 yang beristrikan Ni Nengah Dami 47 dikarunia dua anak putra putri ini menempati rumah dan dapur menjadi satu yang tidak layak huni. Rumah itupun dibangun diatas tanah milik warga setempat yang merasa iba dengannya. “ Saya dikasi minjam tanah ini untuk mendirikan rumah, “ ujar Ngetis polos yang ditemani Istri dan kedua anaknya. Bahkan ia mengaku pemilik tanah atas nama Gria warga setempat telah mengijinkan membangun rumah setengah badan, namun karena keadaanlah membuat keluarga ini bertahan hidup dengan rumah seperti itu yang bila turun hujan air masuk kedalam kamar. Raskin yang diterimapun sudah empat bulan tidal lagi ditrimanya. “ Raskin dapat namun udah empat bulan ini tidak menerima, “ ujarnya.

Untuk penerangan rumah itupun mandapat bantuan dari tetangga yang ada disebelah utaranya. Keluarga ini sempat memohon kepada aparat desa setempat untuk meminjam tanah milik desa yang berada didepan rumah, bahkan sempat pula mengajukan permohonan untuk menyewa tanah tersebut namun hal itu tidak pernah mendapat persetujuan. “ Saya sempat mengajukan permohonan untuk menyewa tanah milik desa setempat dengan harga Rp 500 ribu/tahun, namun tidak disetujui, ungkapnya. Profesi nelayan diakui olehnya tidak sebrapa hasilnya bigitu juga sang istri bekerja meburuh dengan penghasilan Rp 15 ribu/hari yang sudah barang tentu tidak cukup untuk menanggung dua anak yang sedang duduk dibangku Sekolah Dasar dan SLTP.

Ngetis pun mengaku masuk banjar adat sejak tahun 2001 dan dirinya  sejak 13 ( tiga belas ) tahun berada di Kusamba yang asli dari Banjar Dines Amed, Desa Culik  Karangasem.

Sementara itu ruamh yang ditempati tampak berdindingkan gedeg dan ditutupi spanduk serta terpal yang sudah robek. Lantai yang dibilang teras itupun tampak batu batu yang dipasang tidak rata. Dipan berisi kasur usang tanpa spary itu sebagai tempat istirahat kala sang suami datang melaut. Begitu juga terkadang sang isri rebahan sehabis seharian membanting tulang meburuh dipasar.

Jika yang empunya tanah tidak lagi mengijinkan rumah keluarga ini barada ditanahnya..akan kemanakah keluarga ini tinggal. Satu – satunya harapan terakhir nya perhatian dari aparat terkait khususnya pemerintah kabupaten klungkung. Hingga Metrobali meninggalkan rumah keluarga Ngetis untuk pamit sekira pukul 18.00 wita di hari selasa ( 16/9 ) suasana dirumah tersebut mulai gelap karena lampu yang dibantu tetangga belum juga dinyalakan. SUS-MB