Ilustrasi

Jakarta, (Metrobali.com)-

Penyelesaian politis dan hukum kasus pagar bambu 30 km di Laut Tangerang. Menaikkan posisi tawar terhadap oligarki di PIK Dua yang telah dijadikan PSN, dengan tali temali kepentingan yang menyertainya. Melakukan tindakan hukum terhadap berbagai pihak dalam pembangunan pagar laut, serta berbagai pihak yang bertanggung-jawab atas penerbitan ratusan HGB dan SHM.

“Untuk efektivitas kepemimpinan sebut saja satu tahun ke depan, melakukan kajian mendalam dalam kabinet Merah Putih, dan melakukan kategori mereka yang setia, pendukung program Presiden dan mereka yang punya potensi “menggunting dalam lipatan”,” kata Gde Sudibya, ekonom, pengamat kebijakan publik dan kecenderungan masa depan, Rabu 5 Februari 2025.

Dikatakan, dalam kasus kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi, upaya merasionalkan APBN melalui subsidi yang fair dan berkeadilan, patut didukung, dengan perencanaan yang matang, uji coba sistem mitigasi akurat, tanpa agenda terselubung yang merepotkan agenda Presiden.

Menurutnya, kelangkaan gas LPG 3 kg. yang terjadi, mengingatkan akan antrean minyak tanah di paruh pertama dasa warsa 60’an, akibat konfrontasi dengan Malaysia, sehingga sumber daya negara difokuskan untuk persiapan perang dengan Malaysia.

“Kelangkaan gas sekarang, akibat kurangnya empati Menteri ESDM, sehingga menggunakan kepentingan rakyat sebagai “kelinci percobaan” kebijakan, yang menyinggung rasa keadilan,” katanya .

Ditambahkan, atau mungkin saja, tindakan “menggunting dalam lipatan” kepemimpinan Presiden Prabowo.
Program unggulan MSG (Makan Siang Bergizi), katanya diperlukan komunikasi publik yang lebih cerdas, sehingga program visioner nan mulya ini, untuk generasi ke depan, rintisannya berjalan baik, melahirkan “social trust” dan berkelanjutan.

Menurut pengamat politik I Gde Sudibya untuk pendanaan proyek strategis kemanusiaan ini, memberi harapan ke generasi baru, Presiden jangan lagi ragu-ragu untuk memangkas, menunda dan membatalkan proyek masa lalu yang boros anggaran dan tidak terlalu jelas kemanfataannya untuk publik.

Dikatakan, keragu-raguan dalam melakukan pilihan politik, terlalu berkompromi dengan warisan kepentingan masa lalu, membuat pilihan politik dan kepemimpinan menjadi “abu-abu” dan kemudian tidak efektif dan dalam bayang-bayang risiko gagal.

Jurnalis: Nyoman Sutiawan