Kekuatan Semesta Menampakkan Energinya : Sila ke 4 Pancasila Dihapus saat HUT Partai Gerindra
Ilustrasi
Jakarta, (Metrobali.com)
Ada yang aneh dan unik di HUT Partai Gerindra belum lama di Jakarta. Kekuatan semesta menampakkan energinya. Dengan “menghapus” Sila ke 4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan semestapun beraksi dan telah menunjukkan betapa negeri ini akan dipimpin secara otoriter. Sudah tentu dalam realitasnya, seluruh nilai – nilai Pancasila, dinafikan dan diingkari.
“Semesta “bersaksi” bahwa dalam realitasnya Sila ke 4 ini, “ditinggalkan”, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam realitasnya menjadi otoritarian, bahkan para pengamat menyebutnya otocratic legalism, pemerintahan otoriter yang “dilegitimasi” oleh aturan hukum yang direkayasa,” hal itu dikatakan pengamat politik I Gde Sudibya, Minggu 16 Februari 2025.
Dikatakan, dengan “menghapus” Sila ke 4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan bahwa kekuasaan otoriter sangat Menafikan Amanat Penderitaan Rakyat.
Ditambahkan, lebih-lebih Presiden Prabowo dicalonkan kembali oleh Partai Gerindra, menjadi kandidat calon presiden pada Pilpres 2029.
“Publik sudah tentu terperangah, kabinet yang dipimpinnya baru “seumur jagung”, konsolidasi kabinet belum rampung, kesannya “terengah-engah” karena terlalu gemuk, konflik kepentingan internal, sehingga program kabinet belum fokus, kalau tidak mau dikatakan tidak jelas. Akibatnya prestasi dalam 100 hari pertama, tidak jelas, kalau tidak mau dikatakan nyaris tidak ada.
Beberapa survei memberikan indikasi seperti itu,” katanya.
Menurutnya, APBN tahun 2025 dalam potensi krisis, besarnya tekanan terhadap penerimaan negara, perkiraan defisit tahun ini Rp.600 T, setara dengan 17 persen APBN tahun 2025.
Dikatakan, perkiraan hutang yang harus dibayar 5 tahun ke depan Rp.3,046 T, angsuran tahun ini Rp.803 T. Terjadi semacam kekacauan fiskal akibat Inpres I/25, tanggal 22 Januari 2025, rencana pemotongan anggaran Rp.306, 6 T, terhadap 17 kementrian dan transfer daerah.
“Sedangkan anggaran Departemen Pertahanan, Polri dan Kejaksaan Agung tidak dilakukan pemotongan,” kata I Gde Sudibya.
Malah kata I Gde Sudibya, terjadi pemotongan anggaran besar-besaran di Kementrian PU dan Perhubungan yang akan menghambat proses kerja di dua Kementrian ini.
Dikatakan, kemelut kebijakan fiscal, yang memberikan penggambaran lemahnya koordinasi dalam kabinet Merah Putih. LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat) FEBUI, memperkirakan jika pemerintah kurang cermat dalsm mengelola fiscal, negara bisa mengalami risiko menjadi negara gagal (failed state). Sebuah risiko ekonomi politik yang tidak tanggung-tanggung.
Menurutnya, indikator kesejahteraan sosial memberikan penggambaran yang sangat keras.
Dikatakan, berdasarkan data BPS 23 persen dari generasi Z, sekitar 10 juta, tidak sekolah, menganggur, dan kehilangan harapan akan masa depan.
Juga berdasarkan data BPS, dalam 5 tahun terakhir 2019 – 2024, 10 juta kelas menengah “tersungkur” menjadi kelompok masyarakat rentan miskin.
“Berdasarkan data Jurnalisme Data Kompas, 31 persen anak Balita terkena stunting,” katanya.
Di samping data data lainnya, lanjut I Gde Sudibya, 60 persen angkatan kerja bekerja di sektor informal dengan produktivitas rendah, tanpa jaminan sosial, tingginya pemutusan hubungan kerja di sektor industri manufaktur yang padat tenaga kerja, seperti di industri tekstil.
“Realitas sosial di atas memberikan penggambaran kekuasaan yang menafikan amanat penderitaan rakyat. Menjadi benar adanya, pendapat sejumlah pengamat, politik sekadar alat dalam industri kekuasaan untuk terus menerus dipertahankan, power feed to power, tanpa punya kepedulian terhadap derita rakyat,” kata Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kecenderungan masa depan.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan