Ilustrasi

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Dalam 50 tahun pariwisata Bali, kekisruhan seperti dewasa ini tidak pernah terjadi, pro kontra pengelolaan pariwisata yang berlarut-larut, tingkah laku wisatawan asing yang “super” aneh, yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Menurut pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Selasa 6 Juni 2023, kekisruhan ini diperkirakan akibat dari “Keraraban” tercemarinya Pura akibat prilaku yang tidak patut, termasuk Pura Kahyangan Jagat Besakih, “keraraban” diyakini mengurangi ketenangan pemedek dan juga tamu.

“Bahkan bisa terdorong untuk berprilaku negatif, karena aura positifnya berkurang dan bahkan “tenggelam”. Ulasan pengetahuan agama Bali bisa menerangkan banyak fenomena ini,” kata Jro Gde Sudibya.

Faktor lain terjadinya Bali seperti saat ini,katanya tdak konsistennya kebijakan, keputusan yang terburu-buru, bersifat reaktif terhadap persoalan tanpa mendalami akar masalahnya, plus tidak jelasnya visi.

Menurut Jro Gde Sudibya, Gubernur Bali agaknya tidak didukung oleh tim tangguh yang mengerti persoalan, yang mampu memberikan pilihan keputusan berbasis pengetahuan komprehensif, yang diikuti oleh kecerdasan pelaksanaan (XQ).

“Agaknya Gubernur Bali Wayan Koster tidak punya visi tentang pariwisata,” katanya.

Dikatakan, penolakan tim U20 yang sarat kontroversi, pengamat menyebutnya Gubernur “rasa” Presiden. Ide membatalkan kebijakan Visa on arrival, yang tidak merupakan kewenangan Gubernur.

Ia mengatakan, lontaran wacana “quality tourism”, Gubernur Bali Wayan Koster tidak bisa membedakan posisinya sebagai pengambil kebijakan publik yang “actions” dengan wacana sebagai pengamat.

“Melarang orang mendaki gunung dengan merujuk Bhisama Kesucian Pura PHDI, Bhisama ini hanya mengatur kesucian Pura, dengan mengatur jarak pura dengan aktivitas penduduk, terlebih-lebih untuk kegiatan ekonomi,” kata Jro Gde Sudibya.

Dikatakan, kalau Gubernur konsisten mengikuti Bhisama Kesucian Pura PHDI, semestinya gedung jangkung yang “ngungkulin” Pura Titi Gonggang, seharusnya dibongkar, karena berada di kawasan dalam Pura Besakih. Ketentuan Bhisama, jarak bangunan untuk kahyangan jagat,apeneleng agung, kira-kira 5 km.dari jaba sisi Pura Dalem Puri. Kira-kira di Tukad Telaga Waja, sama dengan “uger-uger” yang telah mentradisi ratusan tahun, sistem alam telah disiapkan melindungi Besakih dalam jangka panjang. (Adi Putra)