Ilustrasi

 

Jakarta (Metrobali.com) 

 

Gempa besar dengan magnitudo 7,1 yang mengguncang Megathrust Nankai di Jepang Selatan pada Jumat, 8 Agustus 2024, pukul 14.42 WIB, telah menjadi perhatian serius para ilmuwan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berhasil menentukan parameter gempa tersebut dengan akurat, termasuk memprediksi potensi tsunami yang terjadi.

Menurut Dr. Daryono, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, hasil pemodelan tsunami oleh BMKG menunjukkan status ancaman “waspada” dengan tinggi tsunami kurang dari setengah meter. Hasil ini dikonfirmasi dengan tsunami yang terjadi di Pantai Miyazaki, Jepang, setinggi 31 cm tanpa menimbulkan kerusakan berarti.

Dr. Daryono menjelaskan bahwa Megathrust Nankai yang terletak di lepas pantai timur Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki di Jepang Selatan dikenal sebagai salah satu zona “seismic gap” yang aktif.

Sejarah mencatat beberapa gempa dahsyat yang pernah terjadi di wilayah ini, antara lain:

Gempa Hakuho Nankai (684) – Tsunami
Gempa Ninna Nankai (887)
Gempa Kōwa Nankaido (1099)
Gempa Shōhei Nankaido (1361) – M8,4 – Tsunami
Gempa Keichō Nankaido (1605) – M7,9 – Tsunami
Gempa Hoei (1707) – M8,7 – Tsunami
Gempa Ansei Nankai (1854) – M8,4 – Tsunami
Gempa Nankaido (1946) – M8,4 – Tsunami

“Gempa-gempa tersebut hampir semuanya memicu tsunami, menunjukkan betapa aktifnya sistem Megathrust Nankai,” ujar Dr. Daryono.

Kekhawatiran Ilmuwan Jepang dan Dampaknya bagi Indonesia
Ilmuwan Jepang mengkhawatirkan bahwa gempa M7,1 di Megathrust Nankai ini dapat memicu gempa dahsyat berikutnya, yang berpotensi mencapai magnitudo M9,1. Namun, meski gempa besar terjadi di Megathrust Nankai, dampaknya terhadap lempeng tektonik di Indonesia diperkirakan minimal karena jaraknya yang jauh.

Meski demikian, tsunami yang dipicu oleh gempa besar di Jepang bisa menjalar hingga wilayah Indonesia. BMKG telah mempersiapkan sistem pemantauan dan peringatan dini, seperti InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), untuk mengantisipasi hal tersebut.

Kekhawatiran yang Sama di Indonesia
Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai mirip dengan yang dirasakan ilmuwan Indonesia terhadap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9). Kedua segmen ini sudah ratusan tahun belum mengalami gempa besar dan dianggap “tinggal menunggu waktu” untuk melepaskan energinya.

Sebagai langkah antisipasi, BMKG telah menyiapkan berbagai program mitigasi, seperti Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).

“Harapan kita, semoga upaya mitigasi ini dapat menekan risiko dampak bencana hingga seminimal mungkin, bahkan hingga mencapai zero victim,” kata Dr. Daryono.(Rls)