hutang 1

Denpasar (Metrobali.com) –

Bulan Mei adalah bulan yang penuh kejutan untuk pasar mata uang asing. Dimana, pada saat itu mata uang utama berlomba untuk memperebutkan posisi di saat-saat yang tidak menentu dalam menanti pengumuman yang terprediksi maupun yang tidak.

Mulai dari hasil pemilihan umum Inggris yang mengejutkan, hingga data positif Uni Eropa yang bercampur aduk dengan kekhawatiran hutang Yunani, ketidakstabilan data Amerika, dan kemerosotan Yen Jepang, bulan Mei membuat para investor sangat berhati-hati dan menjadi bulan yang penuh kekhawatiran dan kegembiraan sekaligus.

Nilai tukar EURUSD mengawali bulan dengan lebih tenang dengan mata uang Dolar Amerika yang menunjukan pemulihan setelah mendapat tekanan di minggu terakhir bulan April dalam mengantisipasi pernyataan FOMC. Namun demikian, ketidakpastian pemilihan umum Inggris telah mendongkrak pembelian pasangan EURGBP, yang ikut menaikkan nilai EURUSD ke nilai 1,1370 pada tanggal 7 Mei.

Setelah pemilihan umum Inggris, laporan positif NFP dari Amerika dan kekhawatiran yang meningkat terkait kegagalan pembicaraan Eropa tentang hutang Yunani telah mendesak Euro turun, membalikkan arah pergerakan nilai tukar kedua mata uang dalam minggu tersebut.

Minggu berikutnya, data Eropa membawa nilai positif (terkecuali Yunani) yang mendukung Euro, sementara pernyataan dari Bill Dudley (Kepala Federal Reserve New York) mengenai ketidakyakinannya akan kapan Federal Reserve akan menaikkan nilai bunga, membantu menguatkan momentum terhadap Euro.

Setelah meraih nilai tertinggi di 1,1446 pada 15 Mei dan stabil untuk beberapa hari di level 1,14 secara regional, EURUSD mulai menurun drastis selama dua minggu berikutnya, mengalami penurunan tajam pada tanggal 19 sewaktu ada pemberitaan bahwa Yunani telah menggunakan dana simpanan darurat untuk membayar IMF. Waktu Yunani mengumumkan pada tanggal 22 Mei bahwa mereka tidak dapat melunasi pembayaran hutang pada akhir bulan Mei, pasangan EURUSD jatuh ke level di bawah 1,10 dan tetap pada level tersebut hingga akhir bulan.

Setelah menyentuh nilai tukar yang rendah terhadap US Dolar di bulan April, Poundsterling secara mengejutkan cukup bernasib baik selama bulan Mei. Walau memulai bulan secara perlahan, GBPUSD mulai merangkak naik mulai tanggal 7 Mei sewaktu hasil pemilihan umum Inggris membuktikan bahwa hasilnya tidak terlalu mengkhawatirkan seperti prediksi sebelumnya.

Dengan partai konservatif memenangkan suara terbanyak, para investor beralih ke Pound dengan keyakinan baru. Dilanjutkan oleh pengumuman tentang suku bunga Amerika Serikat oleh Bill Dudley pada tanggal 12 yang menampik ekspektasi bahwa Federal Reserve akan meningkatkan suku bunga dalam waktu dekat, dan dikombinasikan dengan berita bahwa Yunani akan kembali mengalami resesi pada tanggal 13 Mei, GBP beranjak naik lebih tinggi lagi terhadap kompetitor besar lainnya di pertengahan bulan Mei.

Selain pandangan tidak resmi dari Gubernur Bank of England (BoE) Mark Carney mengenai inflasi – yang memperlambat pergerakan nilai Pound – pasangan GBPUSD menanjak naik ke nilai tertinggi di 1,5803 pada tanggal 14 Mei. Namun, berita di tanggal 19 Mei yang mengumumkan bahwa inflasi Inggris menunjukkan nilai negatif (-0.1 persen) menghapus keuntungan Pound yang telah dihasilkan di minggu sebelumnya.

Namun pada 21 Mei penjualan ritel Inggris diumumkan lebih tinggi daripada yang diperkirakan, dan GBP kembali berlomba dengan kompetitor besar lainnya. Sentimen investor semakin terbebani oleh kekhawatiran atas level inflasi Inggris dan email yang membocorkan bahwa BoE sedang menyelidiki resiko-resiko potensial perekonomian bila Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, membuat pasangan GBPUSD turun di bawah level 1,54 hingga akhir bulan.

Dengan semua berita yang simpang siur dari Amerika Serikat dan Eropa selama setengah bulan pertama di bulan Mei, Yen Jepang berhasil mempertahankan stabilitas terhadap Dolar Amerika Serikat dengan nilai tukar USDJPY di antara level 118,5 dan 120,0. Setelah data positif dari Amerika Serikat dan berita negatif dari Eropa dan Inggris pada akhir bulan membuat Dolar Amerika Serikat menanjak naik, Yen Jepang secara cepat mulai menurun.

Walaupun data resmi Jepang menunjukkan pertumbuhan dua kuartal secara berturut-turut, pada tanggal 26 Mei pasangan USDJPY meraih level di atas 123 yen, rekor yang belum pernah dicapai sejak bulan Juli 2007 dan terus menanjak menuju 124 yen pada penutupan akhir bulan.

Rupiah Indonesia sangat sulit untuk menembus nilai tukar di bawah 13.000 terhadap Dolar AS di bulan Mei. Pada pertengahan Maret 2015, pasangan USDIDR menembus level 13.000 – level yang belum pernah dicapai sejak 1998 – dan setelah beberapa kali menyentuh level tersebut pada bulan April, nilai tukar Rupiah terus menurun hampir selama bulan Mei. Setiap usaha untuk kembali menguat hanya berlaku sesaat karena Dolar AS telah menjadi sasaran yang menarik di pasar global. Seperti mata uang pasar-baru, Rupiah akan terus menjadi sasaran dari aksi dan pengumuman dari US Fed, terutama karena kenaikan suku bunga tahun ini.

“Berita tentang pertumbuhan ekonomi di Indonesia terpuruk di bawah prediksi 5 persen di 4,7 persen pada kuarter pertama di 2015 sangat merugikan mata uang Rupiah selama bulan Mei. Penurunan nilai tersebut dibumbui oleh pengulangan pernyataan Pimpinan US Federal Reserve, Janet Yellen bahwa bank Sentral tetap ingin menaikkan suku bunga pada tahun ini. Ini akan menekan Rupiah, tapi berita bahwa GDP dibawah harapan akan merugikan sentimen investor dan berakibat penurunan nilai Rupiah selanjutnya,” ujar Jameel Ahmad, Kepala Analisa Pasar FXTM dalam pers rilisnya kepada media, Jumat (12/6).SIA-MB