KEK Kura-kura Bali di Serangan Hancurkan Lingkungan dan Budaya, Warga Lokal Terpinggirkan, Yonathan Andre Baskoro: Jangan Salahkan Masyarakat Melawan Kesewenang-Wenangan PT BTID
Foto: Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Partai Golkar Dr. Yonathan Andre Baskoro menyoroti berbagai persoalan di KEK Kura-kura Bali yang dikelola PT BTID.
Denpasar (Metrobali.com)-
Pulau Serangan, Kota Denpasar, sepotong surga di selatan Bali, kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, investasi menjanjikan kemajuan dan lapangan kerja, tetapi di sisi lain, identitas budaya dan kelestarian lingkungan terancam pudar. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali yang dikelola PT Bali Turtle Island Development (BTID)menjadi sorotan utama dalam perdebatan ini.
Kemarahan publik semakin memuncak ketika viral persoalan nama Pantai Serangan, Denpasar yang secara seenaknya dan sepihak diubah menjadi Pantai Kura-Kura Bali. Keluhan masyarakat lokal Serangan yang merasa terpinggirkan, merasa diperlakukan tidak adil oleh PT BTDI dan dikebiri hak-haknya juga menjadi persoalan serius yang semakin membuat publik geram dengan sikap PT BTID dan KEK Kura-kura Bali.
Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi Partai Golkar Dr. Yonathan Andre Baskoro menilai perubahan nama Pantai Serangan di google maps menjadi Pantai Kura-Kura wajar jika mendapat kecaman & muncul kekhawatiran masyarakat luas. Ditegaskan bahwa dalam Perda RTRW Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2021, tidak ada perubahan nama.
“Pointnya adalah jangan sampai Pantai diprivatisasi karena investasi. Ini menjadi pengingat untuk semua pihak, jangan mengusik, apalagi menghilangkan lahan, pekerjaan, adat kebudayaan & warisan milik masyarakat Bali,” kata Yonathan Andre Baskoro dalam pernyataannya pada Kamis 30 Januari 2025.
“Jangan salahkan masyarakat jika suka melawan kesewenang-wenangan yang terjadi di tanah kelahiran. Kami mulai kehilangan lahan, kami mulai kesulitan mendapat pekerjaan, kami mulai merasakan ketidakadilan, kebudayaan kami mulai tergerus perlahan, perkembangan zaman menutup ruang persaudaraan,” kata tegas wakil rakyat dan politisi muda Golkar ini berdiri di garis depan menyuarakan kegelisahan masyarakat.
Yonathan Andre Baskoro menyatakan bahwa meskipun investasi diperlukan untuk meningkatkan perekonomian Bali, namun proyek seperti Kura-Kura Bali harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan budaya masyarakat Bali yang sudah mulai tergerus akibat perkembangan zaman.
Proyek KEK Kura-Kura Bali yang berada di Pulau Serangan telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir, dengan banyak pihak yang mempertanyakan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. Pulau Serangan, yang dikenal dengan keindahan alamnya dan nilai budaya yang kaya, kini mulai terancam oleh proyek besar yang dianggap tidak sepenuhnya memperhatikan kelestarian lingkungan dan budaya lokal.
Ketidakadilan kini mulai menjadi acaman serius bagi warga lokal Serangan dan masyarakat Denpasar secara umum dengan kesewanang-kewenangan investor. Titik kesabaran publik yang terus diuji kini mendekati batas akhir. Suara perlawanan pun semakin kencang bergema, menuntut keadilan dan dikembalikan kelestarian lingkungan dan budaya lokal yang selama ini dirusak oleh investor.
“Banyak hal yang mudah mencuat ke permukaan belakangan ini, itu bukan karena menyangkut satu dan dua hal saja. Namun karena efek domino yang mulai kami sadari terjadi setiap hari, bahwa kami mulai merasakan ketidakadilan di tanah kelahiran kami sendiri,” tegas Yonathan Andre Baskoro.
Anggota Komisi I DPRD Kota Denpasar itu menegaskan Bali khususnya Denpasar tidak menolak investasi tetapi investasi yang masuk harus menghormati lingkungan dan budaya lokal Bali bukan malah menggerusnya. Poyek Kura-Kura Bali yang dikelola PT BTID di Pulau Serangan adalah contoh nyata dari sebuah proyek yang harus lebih sensitif terhadap aspek-aspek tersebut.
“Bukan kami anti investasi, kami butuh kehadiran investor untuk meningkatkan perekonomian kami. Namun investasi yang kami cari adalah yang peduli terhadap rakyat Bali tanpa menghancurkan lingkungan dan selalu mempertahankan kebudayaan masyarakat kami,” tegasnya.
Serangan, yang dahulu menjadi tempat suci bagi kehidupan laut dan rumah bagi masyarakat adat yang menjaga warisan leluhur, kini berubah dengan cepat. Janji ekowisata yang melekat pada proyek Kura-Kura Bali justru menuai kekhawatiran: apakah ini benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat, atau sekadar bisnis besar yang mengorbankan yang kecil?
Banyak yang merasakan dampaknya. Laut yang dulu memberi rezeki kini dipagari. Upacara adat yang dahulu bebas dilaksanakan, kini mulai terasa asing di tanah sendiri. “Pembangunan seharusnya berjalan beriringan dengan kehidupan masyarakat, bukan menggantikannya,” ujar Yonathan Andre Baskoro.
Ia pun berterima kasih kepada mereka yang terus bersuara, dari media hingga pegiat lingkungan yang berjuang agar Bali tetap lestari. Pulau ini lebih dari sekadar destinasi wisata. Bali adalah rumah, tempat di mana budaya dan alam harus tetap hidup dalam harmoni.
“Terimakasih kepada setiap orang yang terus konsisten bersuara, serta media yang telah peduli dan mendorong pemberitaan ke khalayak publik demi menjaga pulau Bali,” katanya.
Sebagai wakil rakyat, Yonathan Andre Baskoro berjanji akan terus mengawal isu ini. Baginya, Bali harus berkembang dengan cara yang berakar pada tradisi dan keberlanjutan. “Kita butuh investor yang mau membangun, bukan menghancurkan. Kita ingin kemajuan, tapi tanpa mengorbankan jiwa dan jati diri Bali.”
Pulau Serangan kini menanti arah masa depannya. Apakah akan tetap menjadi tanah yang memeluk warisan leluhur, atau justru berubah menjadi sekadar lahan bisnis yang kehilangan rohnya? (wid)