produksi beras

Jakarta (Metrobali.com)-

Bantuan untuk petani berupa pupuk, alat pertanian dan bibit unggul yang sedang dipacu oleh pemerintah tidak serta merta memudahkan pencapaian kedaulatan pangan tanpa adanya inovasi dalam dunia pertanian.

Pejabat Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, beberapa ahli pertanian dan perusahaan kimia asal Jerman BASF berkumpul dalam acara “Rice Innovation Experience Tour” di Desa Carangrejo, Kabupaten Jombang, 17 Maret lalu.

Acara itu diselenggarakan untuk mengeksplorasi bagaimana inovasi pada teknik budi daya padi dapat berkontribusi bagi peningkatan mutu dan kualitas beras, menjaga lingkungan dan meningkatkan pendapatan petani.

Indonesia memiliki harapan yang besar, yakni menghasilkan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup bagi populasi yang meningkat, tidak bergantung pada impor dan mencapai swasembada beras.

Lahan Indonesia tidak dapat meningkat secara signifikan tanpa memperbaharui sumber daya alam yang ada, sehingga peningkatkan mutu dan kualitas dari area persawahan yang ada merupakan hal yang penting.

Ahli pertanian dari Universitas Brawijaya Prof. Kuswanto mengatakan inovasi dalam teknik menanam padi berperan untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari area persawahan.

“Sehingga inovasi dan penerapan teknologi pertanian dan budi daya menjadi penting untuk meningkatkan produksi tanaman,” katanya.

Kuswanto mengatakan ada tujuh teknologi peningkatkan produksi padi, yaitu intensifikasi budi daya (SRI), sistem tanam jajar legowo, penggunaan padi hibrida, teknologi padi C4, pemanfaatan energi matahari, memaksimalkan proses fisiologis tanaman, dan pengelolaan hama penyakit.

Pertama, teknologi intensifikasi budi daya atau metode SRI (system of rice intensification) dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki teknologi budi daya dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga produksi tinggi.

Dampak positif dari metode SRI adalah kemampuan mengurangi pengaruh efek rumah kaca karena dilakukannya pengaturan pengairan yang kemudian mampu mengurangi produksi gas metana (CH4) penyebab efek rumah kaca.

Kedua, teknologi jajar legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan.

Teknologi ini cocok untuk varietas adaptif tanaman rapat dan diklaim dapat meningkatkan hasil gabah serta populasi tanaman.

Ketiga, penggunaan padi hibrida dengan memanfaatkan kelebihan heterosis. Menurut Kuswanto, apabila budi dayanya tepat, hasilnya dapat maksimal atau mencapai lebih dari 10 ton per hektare.

Keempat, teknologi padi C4 yang pada saat ini masih pada taraf pengembangan. Penelitian terbaru di Taiwan telah berhasil memasukkan gen pengontrol C4 pada padi.

“Secara teori, hasil minimal adalah 33 persen lebih tinggi dari padi C3. Dengan teknik budi daya intensif, hasilnya bisa lebih tinggi lagi,” kata Kuswanto.

Kelima, teknologi pemanfaatan energi matahari sebagai sumber utama bumi. Pemanfaatan energi matahari dapat maksimal dapat meningkatkan hasil sampai 150 persen.

Keenam, memaksimalkan proses fisiologis tanaman. Proses fisiologis ditentukan oleh kesehatan tanaman.

Apabila proses fisiologis maksimum, maka pertumbuhan tanaman akan maksimum pula sesuai genetiknya, tidak mudah terserang hama penyakit dan lebih toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.

Ketujuh, teknologi pengelolaan hama penyakit yang dapat mencegah kehilangan hasil padi dan memutus siklus hidup hama.

BASF menyelenggarakan “Rice Innovation Experience Tour” di desa Carangrejo untuk memperkenalkan produk perlindungan tanaman sekaligus menyosialisasikan inovasi dan teknologi pertanian kepada 350 petani dari berbagai wilayah di Jawa Timur.

Pada tahun 2014, BASF mengeluarkan dana sebesar Rp7,19 triliun untuk penelitian dan pengembangan di bidang pertanian.

“BASF mengeluarkan dana Rp3,4 triliun (250 juta euro) untuk biaya pengembangan dan penelitian fungisida yang mampu menghalau penyakit blas padi sehingga dapat meningkatkan panen padi,” kata Kepala Bisnis Perlindungan Pangan BASF Asia Tenggara Leon van Mullekom.

Penyakit blas padi adalah salah satu penyakit umum yang menyerang padi yang disebabkan oleh jamur “Magnaporthe grisea” yang menyebabkan leher tanaman padi membusuk dan patah.

“Inovasi dalam pestisida akan memberikan peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen padi,” kata Leon.

BASF memilih Kabupaten Jombang sebagai lokasi untuk memperkenalkan dan mempraktikkan inovasi baru itu karena Jombang merupakan salah satu kabupaten penghasil padi terbesar di Jawa Timur bersama dengan Banyuwangi, Ngawi, dan Lamongan.

Sebanyak 60 persen dari total penduduk di Jombang bekerja sebagai petani dengan lahan sawah hampir separuh luas wilayah kabupaten.

“Acara ini diharapkan mampu membantu Jombang mencapai target panen 436.207 ton gabah kering giling pada 2015,” kata Wakil Bupati Jombang Munjidah Wahab.

Pada Januari 2015, Jombang telah memanen 7.000 ton gabah kering giling. Sebelumnya pada 2014, Jombang berhasil mencapai surplus produksi padi sebanyak 145.000 ton.

“Hama dan penyakit yang banyak menjadi kendala adalah tikus, wereng cokelat dan penyakit blas padi. Inovasi ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas petani,” kata Munjidah.

Munjidah mengatakan Jombang akan terus meningkatkan produksi beras untuk membantu upaya pemerintah mencapai swasembada beras.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pihaknya akan berupaya mencapai swasembada beras dalam tiga tahun ke depan dengan memberi lebih banyak insentif pada petani.

Presiden juga mengajak petani untuk meningkatkan hasil padi demi menjaga ketersediaan stok pangan. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan produksi pertanian, termasuk sistem irigasi, traktor dan mesin tanam padi.

Sebagai catatan, petani Indonesia hanya mampu menghasilkan 4,7 ton gabah per hektare, sedangkan petani di Vietnam dan Tiongkok mampu menghasilkan 5,6 dan 6,5 ton gabah per hektare.

Tafrozin, seorang petani asal Blitar yang hadir dalam acara “Rice Innovation Tour” berharap pemerintah benar-benar mendengarkan aspirasi petani dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para petani.

“Pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan bantuan saja, tetapi juga turut memperhatikan hal lain seperti harga beras misalnya,” katanya.

Ahmad Syafi’i, seorang petani dari Desa Carangrejo, menginginkan pemerintah mampu memberikan lebih banyak perhatian dan insentif yang nyata bagi petani.

“Pemerintah seharusnya tahu bahwa petani akan tetap menanam padi meskipun mengalami gagal panen sekalipun. Petani tidak boleh dibiarkan hidup dan bekerja sendiri,” katanya, berharap. AN-MB