Kebablasan! “Dewa Siwa” dan Simbol Agama Hindu Digunakan untuk Mabuk dan Cari Uang di Klub Malam, Dr. Somvir: Keserakahan Investor Halalkan Segala Cara! Pemprov Bali Harus Tegas
Foto: Ketua Fraksi NasDem Demokrat DPRD Bali Dr. Somvir yang juga Anggota Komisi I DPRD Bali mengecam aksi melecehkan Dewa Siwa simbol Agama Hindu di sebuah klub malam di Bali.
Denpasar (Metrobali.com)-
Langit Bali masih berhiaskan bintang ketika sebuah video beredar luas di media sosial. Di layar, tampak seorang DJ di sebuah klub malam ternama di Bali memainkan musiknya dengan latar belakang megah bukan sekadar lampu warna-warni atau efek visual biasa, melainkan gambar Dewa Siwa yang sakral bagi umat Hindu. Suara dentuman musik bercampur dengan keheningan batin mereka yang menyaksikan, hingga akhirnya, gelombang kemarahan pun tak bisa dibendung.
Ketua Fraksi NasDem Demokrat DPRD Bali Dr. Somvir menyoroti keras persoalan ini. Somvir mengatakan, simbol agama tidak seharusnya digunakan dalam tempat hiburan, karena hal itu dianggap tidak terpuji dan tidak pantas. Ia juga menegaskan perlunya tindakan tegas untuk mempertanggungjawabkan peristiwa tersebut, baik oleh manajemen kelab malam maupun individu yang terlibat.
“Kalau hiburan kan adalah hiburan. Tempat hiburan kalau simbol-simbol agama digunakan itu kan tidak etis dan tidak terpuji itu. Kemudian sekarang kan siapa yang tanggung jawab, apakah manajemen atau ada orang individu, maka itu harus ditindak tegas,” kata Somvir saat dihubungi Senin 3 Februari 2024.
Anggota Komisi I DPRD Bali itu menambahkan bahwa sebagai anggota Dewan yang membidangi hukum dan pemerintahan, ia sangat menyayangkan kejadian tersebut, terutama di tempat hiburan yang besar. Ia menekankan bahwa manajemen tempat hiburan seharusnya lebih selektif dalam memilih tayangan yang ditampilkan, agar tidak ada hal-hal yang menyinggung atau tidak pantas.
“Kita sangat sayangkan bahwa hal-hal itu terjadi di sebuah tempat hiburan yang terbesar. Paling tidak manajemen itu harus perlu apa yang perlu ditayangkan, apa yang tidak kan harus seleksi dulu,” bebernya.
Somvir yang berlatar belakang tokoh atau cendikiawan Hindu, seorang ahli yoga dan guru yoga menegaskan bahwa kejadian tersebut jelas akan mengecewakan dan memicu kemarahan umat Hindu, khususnya di Bali, yang merupakan pusat budaya Hindu. Ia menyatakan bahwa jika hal ini dibiarkan, bukan hanya umat Hindu, tetapi juga pemeluk agama lain bisa melihat simbol-simbol agama mereka digunakan dengan cara yang tidak semestinya.
Politisi Partai NasDem itu pun menekankan perlunya pihak manajemen untuk bertanggung jawab, baik itu manajemen kelab malam atau pemiliknya. Somvir juga mengungkapkan bahwa pihak kepolisian perlu menyelidiki lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana insiden ini bisa terjadi.
“Siapapun pemeluk agama Hindu pasti dia akan kecewa dan marah itu bahwa ini kenapa seperti itu, apalagi di Bali. Kalau itu dibiarkan kan nanti, jangankan Hindu, yang agama lain juga bisa nanti digunakan simbol-simbolnya,” tegasnya.
Somvir menjelaskan bahwa insiden ini seakan menunjukkan bahwa investasi dan usaha hiburan di Bali terlalu mengutamakan keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap nilai-nilai budaya dan agama. Ia membandingkan kejadian tersebut dengan insiden sebelumnya, di mana petasan diledakkan saat upacara agama Hindu berlangsung di pantai sekitar Finns Beach Club, yang juga menimbulkan keresahan umat Hindu.
Somvir mengungkapkan bahwa ketika Komisi I melakukan inspeksi di Finns Beach Club, pemiliknya yang berada di luar negeri mungkin tidak mengetahui secara langsung kejadian tersebut. Ia juga menilai bahwa meskipun ada pengelola yang beragama Hindu, kadang-kadang dalam suasana pesta, seperti yang terjadi di acara tersebut, orang-orang bisa kehilangan kendali karena alkohol atau dorongan mencari keuntungan, tanpa memikirkan batasan-batasan yang seharusnya dihormati. Somvir menyatakan bahwa hal-hal seperti ini bisa jadi terjadi baik karena kesengajaan maupun ketidaksadaran. Dalam hal ini, yang terpenting bagi sebagian orang adalah kesenangan dan keuntungan, bukan menghargai nilai-nilai yang ada.
“Keserakahan membuat orang lupa aturan-peraturan, harusnya kan tidak perlu seperti itu, ada batasnya, ada waktunya. Apa boleh atau tidak boleh. Kan itu bukan saja satu orang, semua warga negara Indonesia kan taat hukum,” beber wakil rakyat asal Buleleng itu.
Somvir menyesalkan bahwa dalam upaya mencari keuntungan, ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara yang tidak sepatutnya, meskipun mereka berinvestasi besar dan mencari modal. Menurutnya, hal ini sangat tidak bagus. Ia menegaskan bahwa hiburan seharusnya tetap berada dalam koridor hiburan saja, tanpa melibatkan simbol-simbol agama atau budaya yang bisa menyinggung perasaan umat.
Pihaknya pun meminta Pemprov Bali mengambil tindakan tegas menyikapi persoalan ini.
“Kalau hiburan ya koridornya hiburan saja, jangan simbol-simbol agama, budaya itu dipakai. Disini Pemprov Bali juga harus tegas,” pungkasnya. (wid)