PERTUMBUHAN ekonomi Bali pada triwulan IV 2012 diperkirakan mencapai 6,7% (y-o-y), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan III-2012 yang tumbuh 6,79%. Hal ini antara lain disebabkan masih lesunya permintaan terhadap produk ekspor Bali di pasar utama seperti AS dan negara-negara Eropa. Namun demikian konsumsi rumah tangga yang cukup dominan masih menjadi penahan perekonomian tidak melambat terlalu besar.

Kredit yang disalurkan untuk UMKM oleh perbankan (bank umum) masih relatif rendah perannya dalam upaya menggerakkan ekonomi kerakyatan di tengah hiruk pikukya pertumbuhan ekonomi lokal yang didominasi oleh sektor PHR ( pajak hotel dan restoran). Hal tersebut berpotensi menciptakan kesenjangan ekonomi masyarakat bawah dan atas di mana outstanding kredit UMKM tercatat hanya sebesar Rp 15,2 triliun atau 40% dari total kredit yang disalurkan bank umum.

Mengacu kepada riset Bank Indonesia Denpasar pertengahan tahun  2012 yang menyatakan bahwa ada sekitar 13.677 unit UMKM tersebar di Bali yang menandakan bahwa peran strategis UMKM ini sebagai sektor potensial penopang penggerak ekonomi masyarakat Bali. Hambatan utama yang sering dialami para pelaku UMKM ini dalam mengembangkan usahanya adalah tidak adanya akses permodalan yang memadai ke lembaga keuangan bank dan non bank sehingga sering para pelaku UMKM kesulitan untuk mendapatkan pendanaan dalam pengembangan usahanya dimana baru sekitar 1200 UMKM yang bisa mengakses penyaluran modal perbankan yang ada di Bali, selain banyak juga kendala dalam pemasaran produk , sumber daya manusia dan penguasaan IT bagi para pelaku UMKM di Bali.

Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan  Bank Indonesia pada tahun 2004 sudah diatur ketentuan bahwa perbankan di Indonesia diharuskan secara aktif terjun untuk meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM namun kebanyakan pihak perbankan kurang berani melakukan penetrasi ke pasar ke sektor UMKM akibat masih tergantung keuntungan dari segmen corporate/wholesales banking dan retail banking.

Permasalahan ini seharusya menjadi perhatian bagi Bank Indonesia Denpasar untuk lebih menggerakkan perbankan di Bali untuk ikut lebih secara aktif menyalurkan kreditya  kepada para pelaku usaha UMKM karena selama ini banyak  analisis yang menyatakan bahwa bank plat merah dan swasta nasional di Bali banyak menghimpun dana dari masyarakat bali (funding) namun sebagian besar dana tersebut tidak disalurkan (lending) kembali kepada masyarakat bali dalam bentuk kredit usaha melainkan dibawa ke pusat untuk lebih mementingkan target bank yang bersangkutan (moral hazard), inilah yang menjadi pengawasan kepada pemangku kepentingan sebagai regulasi untuk ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan sektor UMKM di Bali juga melalui sinergi dengan SKPD pemerintah Bali yang membawahi UMKM.

Angin segar ditangkap bagi pelaku UMKM di Bali dengan sudah berdirinya Lembaga Kredit Penjaminan Daerah (LPKD) PT Jamkrida Bali Mandara bentukan Pemprov Bali dimana lembaga ini dibentuk untuk memberikan solusi bagi para pelaku UMKM yang kesulitan akan mengakses permodalan bank dari sisi kurangya persyaratan penjaminan (tidak bankable) namun dari sisi usaha memiliki prospek bagus dimasa mandatang (feasible) dimana lembaga penjaminna ini telah mampu berperan dalam solusi mengatasi masalah akses permodalan ke perbankan bagi para pelaku UMKM di Bali namun lembaga ini karena baru berdiri harus lebih banyak aktif melakukan sosialisasi kepada para pelaku UMKM di Bali dalam hal penjaminan.

Untuk mendukung pendanaan nasional akan sektor UMKM di seluruh indonesia  rilis dari Menteri Keuangan dan Menteri Koperasi dan UKM secara nasional untuk target penyaluran KUR pada 2012 adalah sebesar Rp 30 triliun atau meningkat Rp 10 triliun dari target 2011 yang hanya Rp 20 triliun. Pencapaian KUR 2011 sebesar Rp 29 triliun atau meningkat 68,6 persen dibanding KUR 2010 yang hanya bernilai Rp17,2 triliun dimana pemerintah telah bekerja sama dengan menggandeng 13 bank pembangunan daerah untuk menyalurkan kredit ini kepada pelaku UMKM secara nasional, keterlibatan juga beberapa bank plat merah seperti : BNI, Mandiri, BTN, Bukopin, BRI dan  juga peran serta 138 bank BPR se-Bali dibawah kendali Perbarindo Bali yang saat ini menunjukkan kinerja yang sangat bagus dalam melakukan kerjasama dan penetrasi pasar kepada kalangan pelaku UMKM  di Bali.

Di mana pada tahun 2012 ini asset BPR di bali mencapai Rp 5,6 triliun( posisi oktober 2012) dengan  dana pihak ketiga(DPK) yang berhasil dihimpun sebesar Rp3,75 triliun  dan kredit mencapai Rp 4,20 triliun  sehingga pada BPR rasio loan to deposit ( LDR) mencapai 112%, tidak seperti bank umum komposisi DPK pada BPR didominasi oleh dana jangka panjang berupa deposito yang disebabkan oleh suku bungan deposito di BPR yang biasanya jauh lebih tinggi dibanding bank umum sehingga masyarakat tertarik menanamkan dananya lebih besar  sehingga UMKM  yang mengalami kendala dalam akses permodalan bank untuk pengembangan usaha,peningkatan produksi dan promosi hasil produk UMKM dapat memanfaatkan fasilitas pendaanaan dari BPR .

Peluang inilah yang harus gencar ditangkap oleh pelaku perbankan di Bali baik itu bank pembangunan daerah,BPR  dan  bank bumn maupun swasta nasional untuk lebih bisa banyak bermain di sektor UMKM karena sektor ini telah berbukti sebagai barometer penggerak perekonomian masyarakat bali dan akan banyak memberikan keuntungan bagi pencapain sisi bisnis  laba (profit after tax) perbankan di Bali. Perekonomian bali selama ini sangat bertumpu terhadap pariwisata (termasuk investasi tanpa arah) yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak dan sangat sensitive terhadap berbagai isu sehingga tantangan  dibidang perbankan dan UMKM di bali adalah memperluas lapangan kerja, meningkatkan investasi berbasis Tri Hita Karana dan daya saing ekspor, meningkatkan ekonomi kerakyatan melaui peningkatan peran serta lemba keuangan dan perbankan dalam partisipasi /kontribusinya terhadap kredit usaha kecil yang produktif non konsumtif  disamping itu pula peran serta dan dukungan pemerintah pusat, daerah kabupaten dan kota se-Bali sangat diharapkan baik dalam dukungan permodalan maupun dukungan pembinaan dan pengembangan di daerah masing-masing karena pada hakekatnya keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah berada di daerah kabupaten/kota diseluruh Bali. “Semoga ke depan masyarakat Bali lebih sejahtera dari peran serta pelaku UMKM di Bali dalam menggerakkan ekonomi daerah Bali  “

Maharta Wijaya I Made,SE,MM

Penulis berasal dari Desa Bondalem Singaraja Bali, Alumni Program MM Universitas Udayana Bali.