Perempuan Indonesia dengan inisial AA (kanan) saat ditangkap di bandara Manila, Filipina karena membawa shabu seberat 8 kilogram hari Senin (7/10).

Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI di Manila, Filipina, siap memberikan pendampingan hukum terhadap AA, perempuan Indonesia yang ditangkap otoritas Filipina karena membawa narkoba.

 

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha Selasa (8/10) membenarkan soal penangkapan terhadap perempuan Indonesia dengan inisial AA di Filipina. AA, ujar Judha, ditangkap oleh Philippine Drugs Enforcement Agency (PDEA) pada hari Senin (7/10) di bandara Manila, sekitar jam empat dini hari, setelah melakukan penerbangan dari Kamboja. Namun, dia menolak menjelaskan secara lebih rinci karena masih dalam proses penyelidikan oleh pihak berwenang di Filipina.

“Yang bersangkutan diduga membawa metaphetamine hidrochlorine atau shabu seberat delapan kilogram dengan nilai sekitar Rp 15,5 miliar,” kata Judha.

Setelah menerima informasi mengenai penangkapan AA, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibu kota Manila segera meminta akses kekonsuleran kepada otoritas setempat. Senin malamnya, kurang lebih jam 7.30 malam waktu setempat, staf KBRI sudah bisa menjenguk AA di tahanan.

Menurut Judha, saat dijenguk pihak KBRI, AA dalam kondisi baik dan masih menjalani proses penyelidikan. KBRI di Manila menegaskan siap memberikan pendampingan hukum bagi AA, jika memang dibutuhkan bantuan pengacara.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha Selasa (8/10) di kantornya menjelasakan soal penangkapan AA, perempuan Indonesia yang ditangkap karena narkoba di Manila, Filipina. (VOA/Fathiyah)
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha Selasa (8/10) di kantornya menjelasakan soal penangkapan AA, perempuan Indonesia yang ditangkap karena narkoba di Manila, Filipina. (VOA/Fathiyah)

Judha belum mau berspekulasi tentang ancaman hukuman yang akan diterima AA.

“Berdasarkan hukum yang ada di Filipina kalau untuk pengedaran narkotika, ancaman (hukuman) maksimalnya adalah penjara seumur hidup,” ujar Judha.

Setelah menjabat pada pertengahan 2016, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengambil kebijakan keras terhadap penyelundupan, peredaran, dan penggunaan narkoba. Tindakan keras tersebut dikabarkan sudah menewaskan hampir tujuh ribu tersangka pengedar narkoba, yang sebagian besar kelas teri. Sementara sekitar 256.500 orang ditangkap.

Kampanye anti-narkoba besar-besaran yang digalakkan Duterte mengejutkan negara-negara Barat karena tidak pernah terjadi sebelumnya di Filipina. Ia pernah diadukan ke

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari mengatakan peredaran narkoba di Indonesia sekarang sudah darurat dan membutuhkan penanganan khusus. Generasi muda, yang jumlahnya mencapai 40 persen dari total penduduk, rentan menjadi penyalahguna narkoba; terlebih karena Indonesia kini juga dilirik menjadi pasar narkoba dunia.

Arman menuturkan faktor ketidakpedulian masyarakat terhadap bahaya narkoba jadi satu kendala dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di Indonesia. (fw/em) (VOA)