Foto: Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan, Putu Supadma Rudana (kanan) bersama Presiden Joko Widodo.

Nusa Dua (Metrobali.com)-

Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan, Putu Supadma Rudana mengapresiasi Presiden Air Dunia Loic Fauchon yang menyebut bahwa seluruh peserta yang hadir dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali merupakan pejuang air.

Menurut dia, isu air ini memang sangat krusial dibahas bagi para pemangku kepentingan dunia mengingat ke depan akan menghadapi perubahan iklim (climate change).

Sebelum kegiatan WWF ke-10 berlangsung di Bali, Putu Rudana sempat melakukan pertemuan dengan Fauchon di Jakarta. Pada kesempatan itu, Putu Rudana bersama Fauchon sepakat bahwa isu air ini menjadi salah satu isu pembangunan berkelanjutan yang krusial untuk dicapai.

“Saat saya bertemu dengan Presiden Dewan Air Dunia Tuan Loic Fauchon di Jakarta. Kita menyadari air sendiri berpengaruh dan terpengaruh oleh perubahan iklim,” kata Putu Rudana di Nusa Dua Bali.

Menurut Putu, Parlemen Indonesia telah membuat terobosan sebagai pejuang air atau warrior on water seperti yang disampaikan Loic Fauchon, yakni Kaukus Air DPR RI atau DPR RI Water Caucus’. Selaku inisiator, Putu berharap keberadaan Kaukus Air DPR RI ini sepanjang masa untuk membuktikan komitmennya terhadap pejuang air. Tentunya, ke depan juga diperlukan teknologi untuk wujudkan air bersih bagi masyarakat.

“Dari parlemen,  kita sangat peduli dengan isu air dan ini menjadi komitmen kita dalam forum atau kegiatan sidang yang berkelanjutan. Kalau World Water Forum kan seminggu, tapi kalau kaukus ini mudah-mudahan bisa terus sepanjang masa, yang kita prakarsai ini bisa terus hadir memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya akses terhadap air bersih. Masa depan management technology dan kaukus sebagai warrior on water,” jelas Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini.

Maka dari itu, Anggota Komisi VI DPR RI ini menegaskan bahwa isu air tidak bisa dianggap remeh, terlebih kaitannya dengan tantangan global yang saat ini dihadapi dalam hal perubahan iklim. Data dari World Resources Institute (WRI) Aqueduct Water Risk Atlas, menemukan sedikitnya 25 negara-seperempat dari populasi dunia-terekspos pada tingkat water stress yang sangat tinggi secara menahun.

“Sekitar 4 miliar penduduk, terancam kelangkaan air sedikitnya sebulan sekali per tahun. Pada 2050, angka tersebut dapat meningkat ke 60% dari penduduk global. Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, NTB, hingga Tanimbu (Maluku), pada 2030, diperkirakan mengalami kelangkaan air dari tinggi hingga sangat tinggi. Tantangan terkait water stress ini berlipat, tidak hanya dari perubahan iklim, tetapi juga akibat konflik dan peperangan,” ungkapnya.

Data SDGs 2023 dari PBB, lanjut dia, juga masih mencatat miliaran penduduk masih mengalami kekurangan akses ke air minum layak (aman), sanitasi dan higienitas. Sementara di Indonesia, cakupan layanan air minum telah berada di 91,05 persen dengan target pemerintah 100 persen pada 2024 ini.

“Tetapi akses air minum perpipaan, menurut data Perpamsi baru 19,74% (2023). Sisanya adalah akses air minum dari sumber lain seperti galon, air permukaan hingga air tanah. Tentu tanpa pengelolaan atau penyaringan memadai, potensi pencemaran bakteri _e-coli_ sangat tinggi,” jelas dia.

Namun demikian, Putu menyebut bahwa berbagai masyarakat dunia tentu memiliki kearifan-kearifan lokal, dan menarik bagi parlemen untuk kemudian mengetahuinya lebih luas dan berbagi praktik-praktik tersebut. Di Bali, kata dia, kearifan lokalnya adalah konsep Tri Hita Karana, konsep Hari Nyepi, dan sistem irigasi SUBAK dengan menjaga kesinambungan baik danau, sungai maupun springs atau mata air.

“Di Bali dan di Indonesia, tanah air kita juga memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air atau disebut TIRTA. Jadi sejak dahulu, Bali memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air. Indonesia juga memiliki penghormatan yang sama tinggi antara daratan dan sumber air, yaitu dengan menyebut negeri kita sebagai Tanah Air,” pungkasnya.

Berlangsungnya World Water Forum 2024 di Bali diharapkan menjadi momentum untuk memastikan seluruh dunia bergerak bersama dalam menjaga keberlangsungan sumber daya air bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, jika ditelaah lebih dalam, terpilihnya Bali sebagai tuan rumah turut memiliki peran penting bagi sektor pariwisata Indonesia.

Salah satu tujuan World Water Forum 2024 di Indonesia adalah menjadi tonggak percepatan target Sustainable Development Goals (SGDs), yaitu akses air bersih dan sanitasi layak. Dengan begitu, besar harapan event internasional ini dapat mendorong pelaku kepentingan untuk saling berkolaborasi dalam mencari solusi atas permasalahan air dunia.

“Bali sebagai tuan rumah World Water Forum 2024 juga diharapkan dapat mendorong lebih banyak inovasi. Terutama inovasi dalam teknologi pengelolaan air berkelanjutan. Mengingat, Bali sendiri merupakan percontohan pengelolaan air, yakni sistem Subak sebagai salah satu kekayaan warisan dunia yang telah diakui UNESCO,” pungkasnya. (wid)