Jembrana (Metrobali.com)-
Banyaknya kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) menjadikan Kabupaten Jembrana darurat rabies. Hingga bulan Mei 2022 sebanyak 100 orang warga Jembrana digigit anjing positif rabies.
Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari tahun 2021 dan 10 kali lipat dibandingkan kasus positif rabies sepanjang tahun 2019 dengan 10 kasus.
Peningkatan kasus menjadikan Jembrana sebagai daerah dengan kasus positif rabies terbanyak di Bali. Bahkan lima (5) kecamatan yang ada di Jembrana semua masuk zona merah rabies.
Data dari Bidang Keswan-Kesmavet pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana dari Januari sampai 13 Mei 2022 tercatat 1515 kasus gigitan HPR dan 100 kasus gigitan anjing positif rabies.
Sedangkan Kasus gigitan HPR sepanjang tahun 2019 tercatat 10 kasus, 5 kasus di tahun 2020, 66 kasus di tahun 2021 dan tahun 2022 hingga tanggal 13 Mei sebanyak 100 kasus. Sedangkan hasil vaksinasi rabies di tahun 2019 sebanyak 42.082 atau 89,62 persen, tahun 2020 sebanyak 2967 atau 6,24 persen, tahun 2021 ada 14171 atau 30,18 persen dan tahun 2022 sebanyak 13.493 atau 28,74 persen.
Banyaknya warga Jembrana digigit anjing mengharuskan Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengeluarkan surat edaran (SE) nomor 524/960/Keswanvet/TAN/2022 tentang ancaman penyakit rabies.
SE tersebut memuat beberapa ajakan diantaranya sosialisasi lebih diintensifkan, mewajibkan masyarakat yang memiliki HPR untuk melakukan vaksin rabies, melakukan pengamanan terhadap anjing liar,  masyarakat yang melihat anjing dengan gejala rabies agar melaporkan ke petugas, bila terjadi gigitan HPR, masyarakat segera melakukan pencegahan yakni mencuci luka gigitan dengan deterjen melalui air mengalir dan mendatangi fasilitas kesehatan dan rumah sakit serta melakukan pengawasan terhadap lalu lintas HPR agar tidak terjadi penularan lebih luas.
Kabid Kesehatan hewan (Keswan) dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, Wayan Widarsa mengatakan SE tersebut bertujuan mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap hewan peliharaannya khususnya HPR terlebih belakangan banyak kasus rabies terjadi di Jembrana.
Terkait sosialisasi, pihaknya bersama tim telah melakukan sosialisasi bahkan rutin, sekaligus melakukan vaksinasi rabies dan melakukan eliminasi selektif
“KIE tentang rabies rutin kami lakukan bahkan door to door, juga di setiap ada pertemuan, baik subak maupun di banjar-banjar” ujarnya, Rabu (18/5/2022)
Dalam penanganan rabie menurutnya diperlukan keterlibatan semua masyarakat dan desa sendiri misalnya melalui perarem desa.
Diakuinya dimasa pandemi, sosialisasi akan rabies di tahun 2020 agak berkurang. Selain karena memang tidak boleh melibatkan orang banyak, juga anggaran untuk vaksin dan operasional  direfocusing untuk penanganan Covid-19.
Sementara Ketua DPRD Jembrana Ni Made Sri Sutharmi mengatakan bahwa dewan melalui Komisi telah melaksanakan rapat dengan dinas terkait untuk mencari solusi. “Pasti kita back up” ujarnya.
Terlebih rabies disebutnya sudah sangat mengkhawatirkan dan dari informasi yang didapat angka rabies di Jembrana menjadi tertinggi di Bali dan semua kecamatan di Jembrana masuk zona merah.
Pewarta : Komang Tole