Pontianak, (Metrobali.com)

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo minta pos lintas batas luar negeri yang berada di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) agar diperketat. Hal itu perlu dilakukan mengingat kasus aktif COVID-19 di wilayah tersebut mengalami peningkatan dalam satu bulan terakhir.

Menurut laporan yang diterima Doni, peningkatan kasus itu diprediksi dan diduga karena adanya kepulangan atau aktivitas keluar masuk para Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke wilayah Kalbar, yang didominasi melalui perjalanan darat.

“Meningkatnya kasus aktif (COVID-19) di Kalbar yang diprediksi dan diduga itu berasal dari PMI yang kembali dari negara tetangga,” jelas Doni dalam “Rapat Koordinasi Penanganan COVID-19 di Provinsi Kalimantan Barat” di Kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Kalbar, Rabu (17/3).

Berdasarkan data sebelumnya, Provinsi Kalbar pada bulan Februari yang lalu termasuk wilayah yang memiliki angka kasus COVID-19 terendah. Angka kesembuhan pada saat itu telah mendekati 98 persen dan angka kematian 0,62 persen atau jauh di bawah angka rata-rata nasional yang saat ini berada di posisi 2,70 persen.

Adapun guna mencegah adanya peningkatan angka COVID-19 melalui ‘kasus impor’ tersebut, Doni meminta segenap komponen yang ada di wilayah itu segera melakukan upaya kolaboratif dalam menjalankan operasinya, melalui komando dan koordinator dari Pangdam XII/Tanjungpura selaku Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Kalbar Khusus Perbatasan melalui permintaan Gubernur Kalbar H. Sutarmidji, dibantu unsur Forkopimda setempat dan instansi serta lembaga terkait.

Selain itu, unsur dari Pemerintah Pusat tetap akan memberikan dukungan baik dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, TNI, Polri dan lainnya.

“Kita ingin agar apa yang telah diraih oleh Provinsi Kalbar ini bisa kita pertahankan. Oleh karenanya peningkatan kasus ini harus segera carikan solusinya dengan berkolaborasi,” kata Doni.

“Segala kebutuhan yang tidak bisa disiapkan daerah akan diusulkan kepada pusat,” imbuhnya.

Kemudian menyinggung mengenai anggaran, Doni meminta agar dalam pelaksanaannya nanti dapat melibatkan BPKP, mulai dari perencanaan hingga operasionalnya. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi atau menimbulkan kerugian negara.

“Di sini ada juga BPKB provinsi ada dari pusat juga yang nanti bersama-sama untuk mengawal. Jadi mulai dari proses perencanaan sampai dengan operasional itu harus dikawal BPKP agar tidak terjadi kerugian negara,” pungkas Doni.

Dalam implementasinya, selain pemeriksaan dokumen kewarganegaraan, seluruh PMI maupun warga negara asing (WNA) yang masuk wilayah Indonesia melalui Kalbar wajib menerapkan protokol kesehatan kemudian dilakukan Swab PCR sebanyak dua kali guna memisahkan yang positif dan negatif COVID-19.

Apabila hasil negatif, maka yang bersangkutan wajib menjalani isolasi selama lima hari untuk kemudian dilakukan swab yang ke dua. Jika hasil yang kedua juga negatif, maka dapat melanjutkan perjalanan.

Selanjutnya bagi yang dinyatakan positif pada swab pertama maupun kedua, maka harus melakukan isolasi mandiri sampai sembuh atau negatif di asrama berkapasitas 55 tempat tidur yang dikelola di bawah Kementerian Dalam Negeri atau sebanyak 18 Rumah Sakit Rujukan berkapasitas 613 tempat tidur yang telah disiapkan di bawah Kementerian Kesehatan melalui dinas setempat.

Dalam hal ini Gubernur Kalbar telah meminta langsung kepada perwakilan Kemendagri yang turut hadir dalam rapat, agar fasilitas asrama tersebut dapat dipergunakan sebagai tempat isolasi pasien COVID-19.

Kemudian Kementerian Kesehatan juga tengah mengupayakan untuk peningkatan kapasitas dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) serta infrastruktur guna menunjang tes PCR di posko lintas batas.

Adapun melalui mekanisme tersebut kemudian diharapkan dapat mencegah penularan COVID-19 dari ‘imported case’ atau kasus impor melalui jalur lintas batas luar negeri khususnya yang ada di Kalbar.

editor : Sutiawan