Kampus Jadi Agen Antikorupsi
Denpasar (Metrobali.com)-
Pemerintah telah berupaya memasukan program pendidikan Antikorupsi dalam proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar maupun menengah mulai tahun ajaran 2012/2013 sebagai mata pelajaran wajib yang disisipkan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini bertujuan mengimplimentasikan upaya pemberantasan korupsi secara sistemik dan berkelanjutan. Namun, langkah itu rupanya belum cukup dan dianggap masih perlu ditingkatkan. Pasalnya, budaya korupsi masih cukup marak dan bahkan ironisnya cenderung dilakukan oleh kalangan intelektual sebagai elite politik penguasa pemangku kebijakan di berbagai aspek kehidupan.
Menyikapi hal itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemudian mengeluarkan surat edaran tentang implementasi pendidikan Antikorupsi untuk perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Pendidikan Antikorupsi dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wajib, pilihan, ataupun disisipkan dalam mata kuliah yang relevan.
Bertujuan sebagai upaya mencetak kampus atau perguruan tinggi sebagai motor penggerak dari agen perubahan terhadap gerakan Antikorupsi di tengah kehidupan masyarakat. Untuk proses pembelajaran pendidikan Antikorupsi Kemendikbud bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Makanya, perguruan tinggi dan mahasiswa ataupun karyasiswa dituntut harus berperan aktif mencegah maraknya korupsi di tengah masyarakat ke depannya.
Kepada koran ini, Prof Dr. I Wayan Rai S, selaku Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mengatakan sangat menyambut baik program pemerintah untuk melibatkan kalangan kampus ataupun perguruan tinggi sebagai agen Antikorupsi dalam mengimplementasikan gerakan pencegahan korupsi di masyarakat. Pihaknya, telah berupaya menyisipkan pendidikan Antikorupsi dalam setiap proses pembelajaran mata kuliah yang relevan secara bertahap. Tentunya, dimulai dengan pembekalan kepada para dosen pengajar dan staf pegawai di seluruh program studi melalui kegiatan seminar, lokakarya, maupun workshop akademik secara kontinyu.
Menurutnya, upaya pencegahan maraknya korupsi memang harus melibatkan seluruh komponen bangsa terutama kalangan akademisi, karena dampak buruk korupsi dapat mengancam kesejahteraan masyarakat dari berbagai aspek kehidupan serta menghambat kemajuan bangsa dan negara. “Memang sudah seharusnya kalangan kampus tampil terdepan sebagai agen Antikorupsi untuk mengimplementasikan gerakan Antikorupsi di masyarakat,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Yayasan Dwijendra, Denpasar, Drs. Ida Bagus Gede Wiyana, yang juga selaku Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Bali. Dia mengakui sangat sedih dan prihatin dengan kondisi bangsa saat ini. Di mana sebagian besar dari para elite politik penguasa pemangku kebijakan terjerat perilaku korupsi. Padahal, sebagian besar dari mereka termasuk kalangan intelektual yang juga berasal dari lingkungan perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Maka itulah, terkait upaya implementasi gerakan Antikorupsi dengan menjadikan kampus sebagai agen Antikorupsi, pihaknya lebih menekankan pencetakan karakter bangsa melalui pendidikan budi pekerti. Terutama, proses pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar maupun menengah termasuk perguruan tinggi yang berada dalam naungan Yayasan Dwijendra. Selain itu, juga melakukan peningkatan pendalaman dharma dan spiritual religius melalui kegiatan keagamaan seperti halnya perayaan hari raya Galungan dan Kuningan saat ini. “Untuk menumbuhkan kesadaran Tuhan dalam diri masyarakat, sehingga menjadi pribadi yang lebih beriman dan bermartabat, serta berkeadaban,” tegasnya.
Diakuinya, memang sudah semestinya kampus dipermak lebih serius sebagai agen Antikorupsi, sehingga tidak sekadar wacana untuk kepentingan pencitraan politik semata yang cenderung bersifat sesaat. Meskipun berbagai upaya dilakukan dalam meningkatkan gerakan Antikorupsi belum mampu secara signifikan mencegah perilaku korupsi di masyarakat, setidaknya dengan menjadikan kampus sebagai agen Antikorupsi dapat mencetak karakter intelektual yang memiliki budaya malu. Ke depan, katanya, harus ada langkah berani dan lebih ekstrem bagi para pemimpin yang koruptor dari kalangan akademisi dengan mencabut gelar akademiknya, sehingga mereka kehilangan segalanya dan mendapatkan sanksi moral di masyarakat. “Rasanya inilah langkah strategis untuk memiskinkan para koruptor secara struktural ke depannya,” cetusnya. IJA-MB
1 Komentar
Upaya yang bagus dan Yan Bagia harap bisa segera terwujud semoga segala bentuk Korupsi bisa kita kurangi !