Ilustrasi

Jakarta, (Metrobali.com)

Kamis, 20 Februari 2025 adalah Puncak Demo Mahasiswa INDONESIA GELAP. Dan, INDONESIA GELAP, merupakan realitas sosial yang nyata berlangsung di negara republik Indonesia.

Hal itu dikatakan Jro Gde Sudibya, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi politik, Kamis 20 Februari 2024 terkait dengan demo mahasiswa Indonesia Gelap.

Puncak demo mahasiswa, Kamis, 20 Februari 2025, berbarengan dengan pelantikan ratusan kepala daerah oleh Presiden Prabowo, hasil Pilkada Serentak 27 November 2024.

Menurut I Gde Sudibya, demonstrasi mahasiswa yang dimulai tanggal 17 Februari 2025, dipicu oleh terbitnya Inpres I/2025, tanggal 22 Januari 2025, dengan tema efisiensi anggaran, dengan rencana melakukan pemangkasan APBN 2025 sebesar Rp.306,6T.

Akibat pemangkasan ini, lanjut I Gde Sudibya, UKT (Uang Kuliah Tunggal) mahasiswa akan naik, memberatkan mahasiswa dengan ancaman DO, pemutusan hubungan kerja di RRI dan TVRI sampai 1,000 orang, kelesuan ekonomi akibat pemotongan anggaran di 17 Departemen dan Lembaga terutama di Kementrian PU dan Perhubungan.

Dikatakan, kebijakan yang sarat kontroversi, untuk program makan siang gratis, dengan pengorbanan yang luar biasa tinggi, ancaman pengangguran, risiko DO mahasiswa, merosotnya daya beli masyarakat yang sudah “cekak”.

Dikatakan INDONESIA GELAP adalah suatu realitas sosial di masyarakat kita simak beberapa data berikut.

Pertama, dengan menggunakan tolok ukur Bank Dunia, angka garis kemiskinan (poverty line) pengeluaran per orang per hari 2 dolar AS, setara dengan Rp.32 ribu, jumlah orang miskin sebanyak 40 persen dari penduduk, setara dengan 112 juta orang.

Kedua, berdasarkan data BPS, tahun 2019 – 2024, lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah berkurang 10 juta orang, “tersungkur” menjadi kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin.

Ketiga, dari data BPS, beberapa bulan lalu, deflasi terjadi 5 bulan berturut-turut, yang menggambarkan begitu lemahnya daya beli masyarakat.

Keempat, berdasarkan data BPS, 23 persen genzi, 10 juta orang, tidak sekolah, tidak bekerja dan tidak punya harapan akan masa depan.

Kelima, juga berdasarkan data BPS, 60 persen angkatan kerja bekerja di sektor informal, dengan produktivitas rendah, tanpa jaminan sosial.

Dikatakan, indikator kesejahteraan sosial yang begitu buruk yang tidak bisa ditampik, sehingga Indonesia Gelap adalah realitas sosial yang nyata.

“Kalau kemudian pihak istana melakukan kounter Indonesia Gelap tidak ada, yang ada Indonesia terang benderang, terjadi persepsi yang sangat jauh antara mahasiswa yang mewakili kepentingan publik dengan pihak istana yang punya privilege,” katanya

Dikatakan, kekuasaan yang tidak berempati pada rakyat, menafikan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat), “aji mumpung”, hal ini menunjukkan tidak punya sikap kenegarawan pemimpin bangsa ini.

Jurnalis: Nyoman Sutiawan