Nyoman Dhamantra1

Anggota DPR RI Nyoman Dhamantra/MB

Denpasar, (Metrobali.com) –

Sejak adanya laporan dari Organisasi Posko Perjuangan Rakyat (Pospera)ke Mabes Polri dan Lima Polda di lima daerah, satu di antaranya laporan di Polda Bali,  warga adat sudah mengepalkan tangan kiri dan menyatakan sikap menjadi Wayan ‘Gendo’ Suardana. Karena laporan itu telah bermuatan kriminalisasi terhadap satu di antara ratusan ribu warga adat di Bali yang menolak pengurukan tanah seluas 700 hektare.

Laporan oleh pihak Pospera terhadap Gendo ini bisa dibilang unik. Adanya laporan itu dikarenakan status Gendo yang dibilang menghina dan SARA. Padahal, status itu tidak tertuju pada organisasi Pospera. Akan tetapi, diklaim menjadi pencemaran nama organisasi. Kemudian, unsur SARA yang diklaim juga oleh Pospera terkait Adian Napitupulu, tidak menyinggung warga Batak. Sehingga ini merupakan klaim yang memiliki muatan tersendiri. Muatan Pro Reklamasi Teluk Benoa.

Terlepas dari hal di atas, sebenarnya apa yang menjadi landasan organisasi Pospera mengenai ‘sakit hati’ bisa dibilang terlalu berlebihan.

Pendek kata, jika organisasi itu sakit hati lantaran disakiti oleh Gendo, maka bagaimana sakit hatinya warga Bali yang tanah atau kawasan sucinya akan dirusak.

Karena jika dicermati, fenomena warga Bali sejak adanya laporan itu sudah mematok di isi kepalanya adalah persoalan Rekalamsi Teluk Benoa ada di balik itu semua.

Tidak bisa dinafikkan, apabila Gendo merupakan aktivis Tolak Reklamasi Teluk Benoa yang sudah berjuang dengan barisan rakyat sejak hampir tiga atau empat tahun silam.

Dengan demikian, apa yang dimaksudkan Pospera dengan pelaporan itu adalah sikap yang tidak pernah memikirkan bagaimana sakit hatinya masyarakat Bali. Yang menjunjung tinggi konsep Tri Hita Karana. Bagaimana masyarakat Bali berhubungan dengan tuhan, manusia dan alamnya. Karena tuhan, manusia dan alamnya menjadi bagian terpenting dalam kehidupan masyarajat Bali.
“Jika mereka begitu saja sakit hati ketika mengklaim organisasinya dicemarkan nama baiknya. Bagaiman dengan kami warga Bali, yang tanahnya akan dirusak. Ini semua adalah tentang Hak Tradisional kami sebagai warga adat Bali yang oleh siapapun tidak boleh diganggu atau digugat. Konstitusi dan Negara ini melindungi Hak Tradisional Kami” kata Dhamantra, (17/8/2016).

Wayan Gendo merupakan saudara yang memang patut dibela. Jika ada kecaman atau perkataan bahwa pelaporan itu tidak ada kaitannya dengan reklamasi, masyarakat Bali tidak semudah itu percaya begitu saja. Dan dengan ini, pergerakan yang berdasar pada hati nurani dan perjuangan untuk mempertahankan Hak Tradisional.

Sehingga laporan Gendo itu sama halnya dengan melihat konsep Tat Twam Asi. Aku adalah Kau, Kau Adalah Aku. Jika Gendo disakiti maka Gendo-Gendo lain akan bangkit dan melawan. Semua akan menjadi Gendo. Tidak hanya sepuluh, dua puluh atau ribuan. Tapi ratusan ribu warga Bali adalah Gendo.
“Jadi jangan sampai mendistorsi atau mencoba menjegal dan memecah bela gerakan dengan akan mengkriminalisasi Gendo. Tidak mungkin masyarakat adat Bali akan berdiam diri,” tegasnya.

Dia menguraikan, apapun alasan atau yang dilontarkan Pospera tidak akan bisa membendung gerakan rakyat. Karena ratusan ribu Gendo akan muncul dan melakukan perlawanan. Karena alam dan keyakinan masyarakat Bali dilindungi konstitusi. Dan itu tidak bisa disepelekan.
“Dan saya adalah Gendo dan semua warga adat Bali Penolak Reklamasi Teluk Benoa adalah Gendo,” ujarnya. NDM-MB