Jembrana (Metrobali.com) –

 

Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi akan mulai dibangun Juni 2022 dan tencana ground breaking-nya akan dilaksanakan Rabu (22/3/2022) mendatang dan ditargetkan dapat selesai tahun 2024 agar dapat dioperasikan mulai November 2024. Jalan tol ini memiliki panjang 96,84 Km yang terdiri dari 3 seksi, yaitu Gilimanuk-Pekutatan 54,7 Km, Pekutatan-Soka 23 Km, dan Soka-Mengwi 18,92 Km.

Banyak opini yang berkembang terhadap dampak pembangunannya, total luas sawah di Bali 80.000 Ha dan tiap tahunnya selalu menyusut rata-rata 2.288 Ha.

Persoalannya dampak Proyek Tol-Gilimanuk Mengwi ke Pertanian dinilai akan mengambil lahan pertanian seluas 480,54 Ha, dengan total 97 Subak yang diterabas. Hal ini membuat organisasi lingkungan hidup, LSM dan masyarakat sontak mengkrisinya namun tak sedikit pula yang bahkan mendukungnya.

“Sejatinya, rencana yang sudah disusun pemerintah terkait pembangunan jalan tol yang akan memudahkan akses transportasi tersebut bisa berjalan sesuai rencana,” kata A. A. Gede Putra, Pemerhati Sosial & Kemasyarakatan yang juga Ketua VI Bidang Pengabdian Masyarakat, Lingkungan dan Budaya Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA).

Menurutnya, Pembangunan tol jelas memberi dampak ekonomi yang baik kepada Bali. Akan terjadi keseimbangan dan sebaran manfaat Bali selatan dan utara. Pada simpul-simpul baru jalan Tol akan terjadi pertumbuhan yg luar biasa. Pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten yang dilewati akan meningkat.

“Bahwasanya ada dampak buruk dengan pemanfaatan lahan-lahan produktif pertanian adalah suatu realitas yang memang akan terjadi. Tentu saja pemerintah melihatnya lebih komprehensif dan mempertimbangkan tujuan-tujuan jangka panjang. Diluar kontek pariwisata jalan tol adalah infrastuktur yang dibutuhkan Bali bila mengaktivasi sektor-sektor industri dan memperlancar distribusi produk-produk hasil industri tersebut,” tutur Putra.

Dengan pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang menelan Investasi Rp24,6 Triliun tersebut pihaknya juga menaruh harapan besar terhadap penyerapan sumber daya manusia yang tetap mengedepankan penyerapan tenaga lokal, cuma masalahnya tergantung kesiapan dan kompetensi.

“Terpenting, Asas keadilan dari dampak pembangunan yang harus kita cermati bersama. Transparansi proses pembangunan dan sosialisasi yang konstruktif harus dikembangkan dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” pungkas Putra.

 

Pewarta : Hidayat