Buleleng, (Metrobali.com)

 

Berdasarkan data yang dihimpun, sejak Februari 2021 hingga Juni 2021, terdapat 5 kasus persetubuhan anak dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Buleleng. Berangkat dari peristiwa ini, Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBPP-PA) Kabupaten Bulelen memberikan perhatian khusus terhadap maraknya kasus persetubuhan dan kekerasan terhadap anak dibawah umur tersebut.

Terbukti, sebagai wujud kepeduliannya itu, pihak Dinas PPKBPP-PA Kabupaten Buleleng dibawah kendali Made Arya Sukerta,SH,MH melakukan identifikasi. Dan dari hasil identifikasinya, terungkap faktor sosial yang dominan menjadi pemicu maraknya kasus yang selama ini menjadi perhatian publik Buleleng pada khususnya dan Bali pada umumnya.

Kepala Dinas PPKBPP-PA Buleleng, Made Arya Sukerta mengatakan pemerintah selama ini memberikan pemantauan terhadap perlindungan anak. Hal ini dilakukan sesuai dengan perintah undang-undang. Tidak dipungkiri dibeberapa kasus yang kerap terjadi, anak-anak selalu menjadi korban. Artinya ada trend peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi, tidak terlepas dari sosial masyarakat, anak dalam posisi lemah.

“Meskipun hal ini secara umum masih dilakukan penelitian, namun demikian bisa juga terjadi akibat pandemi covid-19. Fakta yang terjadi dimasyarakat, pandemi ini melemahkan ketahanan ekonomi keluarga. Sosial ekonomi masyarakat tergerus oleh pandemi ini,” ucapnya tegas pada Kamis, (1/7/2021) siang.

Iapun menyebutkan dari data yang ada, angka kemiskinan mencapai 35 ribu KK, yang mengakibatkan banyak anak-anak ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Mengingat sumber daya yang dimiliki masing-masing keluarga miskin tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan hidup.

“Faktor kemiskinan ini, menjadikan anak-anak dibawah umur masuk dalam dunia baru yang tidak semestinya terjadi. Sehingga pada titik inilah anak-anak bisa saja menjadi korban atau pelaku tindak kekerasan. Dan bisa juga situasi atau ditempanya ia bekerja menjadi pemicu tindak kekerasan tersebut,” jelas Arya Sukerta yang mantan Asisten 1 Setda Buleleng ini.

Lebih lanjut dikatakan faktor pengaruh media sosial juga bisa menjadi pemicunya. Karena konten porno mudah diakses oleh mereka. Diusia yang masih muda belia ini, sudah barang tentu mereka itu memiliki cara pandang atau cara pemahaman yang berbeda.

Lantas seperti apa solusinya? Arya Sukerta menegaskan pihaknya akan terus melakukan sosialisasi aturan dan perundang-undangan tentang perlindungan perempuan dan anak. Dalam hal sosialisasi ini, tidak bisa dilakukan dengan menyasar di 148 desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan SDM dan dana.

“Untuk itu, pihak keluarga harus bisa memberikan perlindungan dengan memastikan anak-anaknya berada di zona aman ketika beraktivitas diluar rumah.” terangnya.

Dikatakan juga bahwa bagi yang menjadi korban perlindungan perempuan dan anak, mestinya harus ditampung dirumah aman milik Pemkab Buleleng. Sehingga mudah dilakukan pengawasan dan diberikan konseling untuk nantinya dapat memulihkan trauma psikologisnya.

“Untuk rumah aman ini, kami di Dinas PPKBPP-PA Buleleng belum memilikinya. Sehingga pendampingan psikologi yang dilakukan menjadi tidak maksimal. Dan memerlukan biaya serta waktu lebih dalam proses hukum selama pemeriksaan maupun persidangan. Jadi untuk kedepannya nanti, kami usahakan untuk penyediaan rumah aman.” pungkas Arya Sukerta. GS