Kabinet Gemuk, dengan Risiko: Boros, Sarat Konflik Kepentingan dan Tidak Efektif
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Setiap penggantian pemerintahan, publik menaruh harapan, bahkan dengan harapan besar, great hope, pemerintahan baru akan menunaikan janji-janji kampanyenya, di samping publik jenuh dengan pemerintahan sebelumnya.
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kebijakan publik, Minggu 3 Nopember 2024 mengatakan, Publik mengharapkan hal-hal baru, dengan harapan baru, sebuah trend kehidupan yang normal dan sah-sah saja.
“Timbul pertanyaan: bagaimana dengan kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden terpilih Prabowo Subianto?,” katanya.
Majalah Tempo edisi 28 Oktober 2024 -3 November 2024 bertema: Ribet Kabinet Mumet, menurunkan liputan menarik yang pantas disimak, menyebut beberapa saja, pertama, total jumlah anggota kabinet 137 personil, dengan rincian: 48 menteri, 56 wakil menteri, 5 pejabat setingkat menteri, 1 sekretaris kabinet, 1 staf khusus presiden, 6 kepala badan, 6 wakil kepala badan, 7 Utusan khusus presiden, dan 7 penasehat khusus presiden.
Kedua, dalam rubrik opini majalah ini, dengan tema: Kabinet Gemoy untuk Apa, majalah ini menulis: “Beberapa pejabat, misalnya, pernah bekerja, atau punya hubungan kekerabatan dengan Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, yang diduga kuat turut menyumbang logistik pemenangan pemilihan presiden.
Dikatakan, kedekatan mereka dengan pengusaha tambang batu bara, dan kelapa sawit ini bisa memicu konflik kepentingan dan rawan penyalahgunaan wewenang”.
Lebih lanjut majalah ini menulis: “salah satunya adalah Menteri Lingkungan hidup Hanif Faisol Nurofiq. Hanif dekat dengan Haji Isam saat ia menjabat Kepala Dinas Kehutanan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Masih ditulis majalah ini, ada juga menteri yang pernah bekerja di perusahaan milik Isam, yakni Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dan Menteri Pekerjaan Umum Raden Dody Hanggodo, Wakil di Kementerian Kehutanan, Sulaiman Umar Siddiq, malah lebih dekat: ia adik ipar Isam”.
Dikatakan, menyimak laporan peliputan dan rubrik opini Tempo di atas, dari perspektif: kepemimpinan, manajemen organisasi, manajemen konflik -conflicts manajement-, kabinet gemuk ini, punya potensi: BOROS, karena besarnya organisasi, sulitnya melakukan koordinasi dan mengambil keputusan.
Menurutnya telah ada Syarat KONFLIK KEPENTINGAN, karena begitu banyak dan besarnya tali temali kepentingan yang mesti dikelola dan diakomodasi, dengan risiko tinggi kepentingan publik terkorbankan.
Dikatakan, jumlah pembantu presiden TIDAK EFEKTIF, dalam organisasi besar, boros, kompetensi personil yang banyak diragukan (karena bias politik balas budi), sehingga efektivitas organisasi dalam pencapaian target dan sasaran, sebut saja dalam 100 hari ke depan dan juga satu tahun, bisa sangat sulit untuk dapat dicapai.
“Rasanya, dalam perspektif dinamika politik, tuntutan ekonomi politik, “sense of crisis” dari kepemimpinan yang sehat dan bertanggung-jawab, reshufle kabinet dalam 100 hari ke depan menjadi sulit untuk dihindari,” I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kebijakan publik. (Sutiawan)