kaa

Jakarta (Metrobali.com)-

Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Indonesia merupakan suatu ajang solidaritas untuk saling memahami permasalahan dalam negeri dan memperkuat hubungan internasional melalui kemitraan strategis antarnegara di kawasan Asia-Afrika.

KAA yang dilaksanakan pada 19-23 April di Jakarta dan 24 April di Bandung diharapkan dapat menjadi forum untuk mengatasi polemik internasional yang terjadi di kawasan Asia-Afrika melalui peningkatan kemitraan strategis.

Pelaksanaan KAA 2015 akan membawa udara segar dalam hubungan persaudaraan dan dukungan antarnegara Asia-Afrika sehingga semakin terjalin kuat demi kemajuan bangsa bersama.

Rasa solidaritas itu diharapkan beriringan dengan upaya membawa pengaruh positif bagi arah pembangunan dan kesejahteraan rakyat di setiap negara di kawasan Asia-Afrika.

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Thamrin mengatakan semangat Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang pertama kali dilaksanakan di Bandung pada 1955 tetap relevan dan penting.

“Semangat KAA tetap relevan dan penting terlepas dari situasi dan tantangan yang berbeda pada abad 21,” katanya pada pembukaan Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (Senior Official Meeting/SOM) KAA yang berlangsung di Jakarta Convention Center di Jakarta, Minggu.

Menurut Yuri, Asia dan Afrika sekarang ini merupakan kawasan yang paling dinamis dengan jumlah penduduk sebanyak 75 persen dari total penduduk dunia dan tingkat pertumbuhan domestik bruto (PDB) mencapai 30 persen dari PDB dunia.

“Di sisi lain, sejumlah tantangan baru muncul di tingkat regional maupun global, termasuk terorisme, perubahan iklim, rasisme, xenophobia, dan intoleransi,” ujar dia.

Oleh karena itu, kata dia, negara-negara Asia-Afrika perlu memperkuat solidaritas dan visi mengenai peningkatan kerja sama di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

“Negara-negara Asia-Afrika seyogianya mengambil berbagai prakarsa baru, segar, dan praktis demi kepentingan rakyat di kedua kawasan ini,” kata Yuri menegaskan.

Dengan penyelenggaraan KAA, kata dia, negara-negara Asia-Afrika telah memberikan sumbangan bagi upaya global mempertahankan perdamaian dan keamanan dunia, menghapuskan kemiskinan dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, melalui KAA, negara-negara di kedua kawasan dapat menyampaikan kembali dukungan bagi kemerdekaan Palestina.

Tema yang diangkat dalam Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 adalah “Memajukan Kerja Sama Selatan-Selatan”.

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perncanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago, Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular dapat digunakan sebagai modalitas untuk menghasilkan manfaat yang nyata dan menguntungkan bagi negara-negara Selatan.

“Kerja sama ini dapat meningkatkan solidaritas di antara negara Selatan. Kita semua teman dan sahabat,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno L P Marsudi menyampaikan bahwa Indonesia sangat berkomitmen untuk memperkuat Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular.

Hal itu terbukti dengan dibentuknya Badan Koordinasi Nasional untuk Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular oleh Pemerintah Indonesia pada 2010.

Selain itu, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan 400 program pelatihan dengan melibatkan 4.400 peserta dari 99 negara, baik dari Asia, Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin.

Retno menekankan bahwa Indonesia sangat siap untuk tumbuh bersama dengan negara-negara Asia dan Afrika.

“Bertumbuh bersama adalah suatu keharusan. Mari kita melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular bertindak untuk bertumbuh bersama dan membangun bersama,” ujarnya.

Toleransi tinggi Indonesia dapat menjadi salah satu model dalam memberikan teladan toleransi antarumat beragama yang dapat dicontoh negara lain untuk lebih memperkuat ikatan dan kesatuan dalam masyarakatnya.

Duta besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik mengatakan Indonesia merupakan contoh negara majemuk yang mampu menjunjung nilai-nilai toleransi.

Pengalaman tersebut dinilai menjadi penting direfleksikan dari negara-negara yang mengikuti Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015.

“Saya kira dalam isu radikalisme, Indonesia memiliki pengalaman dan pesan penting bagi dunia. Pesan toleransi dari negara dengan populasi padat yang memiliki interpretasi yang kuat dan baik mengenai Islam. Ini satu hal dimana dunia bisa belajar,” kata Traavik di Jakarta Convention Center, Minggu.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah bertemu dengan Perdana Menteri Kerajaan Norwegia Erna Solberg sebagai bentuk penguatan hubunganl kedua negara dalam bidang lingkungan hidup, kerja sama hak asasi manusia, energi, perikanan, dan maritim.

“Ketika PM bersama Jokowi, mereka membicarakan masalah ini. Norwegia memiliki masalah pemuda yang ikut berperang di Suriah. Secara mengejutkan, masalah kami lebih besar dibanding Indonesia,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki interpretasi yang baik mengenai toleransi yang bisa dicontoh bagi negara lain.

“Indonesia memberikan pelajaran kepada dunia. Kalian memiliki hubungan antaragama yang sangat baik. Indonesia menunjukkan bahwa Islam moderat, toleransi dan saling mengerti satu sama lain. Indonesia memiliki tempat sangat penting dalam masalah ini,” ujarnya.

Indonesia dan Norwegia berkomitmen untuk bekerja sama membantu pembangunan di Afghanistan dalam kaitan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular yang disampaikan dalam sela acara Konferensi Asia Afrika ke-60 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu.

Indonesia dan Norwegia akan terus memperkuat hubungan bilateral dengan kerja sama membantu negara lainnya selain Afghanistan dalam rangka mendorong kemajuan Kerja Sama Selatan-Selatan.

Dukungan kemanusiaan Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Dr Yon Machmudi mengatakan prakarsa Indonesia dalam memberikan dukungan bagi kemerdekaan Palestina sangat penting karena Konferensi Asia Afrika pertama diadakan di sini.

“Harus lebih optimal lagi, terutama sebagai tuan rumah,” kata Sekretaris Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI ini saat dihubungi Antara di Jakarta, Minggu.

Dalam debat calon presiden putaran ketiga, Presiden Joko Widodo mendukung Palestina untuk merdeka.

“Ini momen penting untuk segera merealisasikan janji presiden,” kata dia.

Yon mengimbau Indonesia agar memberikan suara yang lebih keras lagi saat Peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia Afrika.

Indonesia juga perlu bekerja sama dengan negara-negara Asia- Afrika lainnya, terutama yang berada di kawasan Asia Tenggara, dalam mempercepat kemerdekaan Palestina.

“Bagaimana dalam waktu yang cepat mendorong negara lain memberikan dukungan Palestina untuk merdeka,” kata dia.

Selain itu, Yon juga berpendapat Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Palestina, yang menjadi salah satu dokumen utama yang dibahas di KAA, merupakan dukungan nyata negara Asia-Afrika terhadap negara tersebut.

“Apalagi kalau dihadiri kepala negara yang cukup signifikan, itu akan berpengaruh,” kata Yon Machmudi.

Isu Palestina dinilainya sebagai pekerjaan rumah bersama Asia- Afrika karena Palestina merupakan satu-satunya negara di dunia yang belum mendapat kemerdekaan.

“Ini juga memiliki relevansi yang kuat dengan agenda KAA yang berkaitan dengan isu perdamaian dan kesejahteraan negara Asia-Afrika,” kata Yon.

Deklarasi dukungan tersebut, lanjut dia, akan memberi pengaruh besar terhadap perjuangan Palestina.

Semangat KAA pertama tahun 1955, menghilangkan kolonialisme dan imperialisme Barat di negara Asia-Afrika, dapat direvitalisasi untuk Palestina.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika akan memberikan relevansi dan signifikansi ketika semangat serta cita-citanya diwujudkan yaitu membebaskan anggotanya dari penjajahan.

“Saat ini tersisa satu penjajahan yaitu Palestina, kita menunggu apa yang akan dihasilkan dari pertemuan KAA ini,” katanya di Jakarta, Minggu.

Dia juga menjelaskan relevansi dan signifikansi KAA juga diukur pada bagaimana agenda pembangunan dan kemakmuran negara-negara anggotanya bisa diwujudkan.

Menurut dia, perwujudan pembangunan dan kemakmuran itu harus tanpa penjajahan ekonomi dan politik modern.

“Kemerdekaan yang hakiki harus diwujudkan dengan kemandirian dalam pembangunan dan kemakmuran meski tetap dalam kerangka kerja sama kawasan dan global,” ujarnya.

Mahfudz juga menilai relevansi dan signifikansi KAA juga bila dihasilkan resolusi konflik di negara-negara anggotanya. Hal itu, menurut dia, terkait yang mengarah pada disintegrasi atau bahkan de-eksistensi negara-negara anggotanya.

“Saya menilai konflik di kawasan Timur Tengah juga harus menjadi agenda serius dalam KAA tersebut,” katanya.

Kemitraan strategis Kepala Bappenas Andrinof Chaniago meminta kementerian-lembaga di Indonesia meningkatkan kemitraan dengan negara-negara di Asia dan Afrika untuk menggalang solidaritas serta memajukan kesejahteraan penduduk di kawasan itu.

“Kementerian-lembaga harus bisa memanfaatkan kerja sama pada berbagai forum di bidang sosial ekonomi seperti sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,” kata Andrinof, usai menghadiri pembukaan Pameran Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) dalam rangka Konferensi Asia Afrika 2015, di Jakarta Convention Center, Minggu.

Menurut Andrinof, pentingnya mengarahkan kementerian-lembaga agar memperkuat kerja sama dengan negara-negara Asia Afrika sejalan dengan arahan pemerintah mengembangkan diri tidak hanya di dalam negeri tetapi juga dengan sejumlah negara di kawasan.

“Kementerian-lembaga dalam lima tahun ke depan sudah memiliki RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional, red). Tinggal menindaklanjuti secara teknis mana saja yang bisa dimasukkan dalam kerja sama dengan pihak luar negeri,” ujarnya.

Ia mencontohkan, Kementerian Pertanian sudah menjalin kerja sama dengan Myanmar mengembangkan pertanian dan perikanan.

Bappenas sendiri, mengembangkan kerja sama dengan Timor Leste dalam program pembangunan daerah perbatasan.

“Pembangunan tidak akan hanya ditekankan pada aspek ekonomi, sosial dan budaya untuk meningkatkan kualitas relasi individu antarnegara,” ujarnya.

Ia juga meyakini kerja sama antarnegara Asia-Afrika tersebut juga dapat memberikan banyak keuntungan untuk pembangunan di Indonesia.

Sedangkan kerja sama di bidang kemanusiaan, sudah dilakukan Indonesia dengan Palestina seperti membangun fasilitas rumah sakit di wilayah itu.

Meski begitu, ujar Andrinof, salah satu kendala dalam menjalin kerja sama terutama dalam kerangka Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) adalah masih minimnya komunikasi dan kesenjangan antaranggota.

“Salah satu mengatasinya adalah negara yang sudah maju dapat melakukan transfer pengetahuan maupun teknologi, sehingga kesejahteraan negara-negara “Selatan-Selatan” bisa lebih maju, ditopang semangat solidaritas dan potensi ekonomi masing-masing,” ujarnya.

Senada dengan pengamat politik internasional Universitas Gadjah Mada Siti Mutiah Setiawati, KAA diharapkan dapat lebih mengembangkan Kemitraan Strategis Asia-Afrika Baru.

“Kerja sama selatan-selatan lebih ditekankan,” kata Siti saat dihubungi Antara, Minggu.

Ia mencontohkan salah satu bentuk penekanan kerja sama tersebut adalah pengutamaan sektor ekspor dan impor antara sesama negara Asia-Afrika.

Dalam bidang lainnya, misalnya teknologi, negara Asia-Afrika dapat memanfaatkan kerja sama teknologi dengan Tiongkok, Jepang maupun Korea Selatan dari pada dengan negara-negara Barat.

Siti juga menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengkaji kemungkinan kerugian yang ditimbulkan melalui kerja sama selatan selatan tesebut maupun kemungkinan tumpang tindih dengan organisasi lain, misalnya Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik.

Menurut pengajar mata kuliah politik luar negeri Indonesia serta politik dan pemerintahan Timur Tengah tersebut, penyelenggaraan KAA pertama tahun 1955 cocok dengan kepentingan politik luar negeri Indonesia saat itu, untuk menunjukkan diri sebagai negara yang baru merdeka.

“Soekarno perlu menggedor dunia untuk kepentingan saat itu dan itu terobosan politik luar negeri kita,” kata Siti.

Konsep politik luar negeri Indonesia juga harus mengikuti perkembangan.

Pada perkembangannya, ia menilai Indonesia masih kurang diterima dan belum begitu dipandang oleh negara tetangga.

“Kita harus melangkah lebih jauh lagi. Evaluasi lagi apa yang bisa membuat Indonesia diterima di dunia internasional. Apa yang perlu diperbaiki,” kata dia.

Ia juga berharap KAA kali ini mencari terobosan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di negara Asia-Afrika, misalnya pemberontakan Boko Haram.

“Agenda untuk menyelesaikan masalah Asia-Afrika sehingga bisa menjadi kekuatan baru di tengah kekuatan yang sudah ada,” katanya.

Indonesia pun dapat memanfaatkan kekuatan tersebut untuk kepentingannya, kata Siti.

Gelorakan kepemimpinan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) harus menjadi momentum untuk menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia guna memperkuat solidaritas bangsa-bangsa Asia Afrika dalam menghadapi ketidakadilan dunia.

“Dunia abad 21 masih menghadapi persoalan yang tidak jauh berbeda dengan abad 20 ketika KAA itu dicetuskan, yakni adanya tata pergaulan hidup yang tidak adil. Penjajahan dalam perspektif ekonomi tetap saja terjadi. Di sinilah kerja sama bangsa-bangsa Asia dan Afrika diperlukan untuk mendapatkan kemerdekaan dalam ranah ekonomi berupa kesejahteraaan yang berkeadilan,” katanya di Jakarta, Minggu.

Untuk itu, kata Hasto, Indonesia yang pada tahun 1955 menjadi pelopor KAA, harus menggunakan momentum tersebut untuk menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia.

“Agar tatanan dunia baru yang lebih berkeadilan sebagaimana dicanangkan oleh Bung Karno melalui ‘Conferences of the New Emerging Forces’ atau CONEFO, benar-benar dapat diwujudkan,” jelasnya.

Hasto mengatakan secara politik Indonesia harus terus menyelesaikan utang sejarahnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina dalam pengertian seluas-luasnya.

“Sebab satu-satunya peserta KAA yang belum mencapai kemerdekaan secara penuh tinggal Palestina,” kata Hasto.

Kemudian secara ekonomi, Indonesia harus mendorong kerja sama ekonomi yang lebih berkeadilan, dengan menjadikan prinsip Dasasila Bandung sebagai sumber spirit dalam kerja sama di bidang ekonomi tersebut.

PDI Perjuangan berharap agar kepemimpinan Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non-Blok, menjadi legitimasi sejarah di dalam memperkuat diplomasi Indonesia khususnya di dalam memperjuangkan tata perekonomian yang lebih berkeadilan.

“Inilah tantangan bagi Pemerintahan Jokowi-JK,” ujarnya.

Peringatan 60 Tahun KAA digelar di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April. Pada 19 April diadakan Pertemuan pejabat tingkat tinggi (Senior Official Meeting) kawasan Asia-Afrika. Kemudian, dilanjutkan dengan Pertemuan Tingkat Menteri pada 20 April. Pada 21-22 April, diselenggarakan Pertemuan Puncak Bisnis Kawasan Asia-Afrika (Asia-Africa Business Summit).

Selanjutnya pada 22 April digelar pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) hari pertama. Pada 23 April pelaksanaan KTT hari kedua, dan direncanakan akan ada jamuan makan malam oleh Presiden RI Joko Widodo untuk para kepala negara.

Pada 24 April, hari terakhir rangkaian pelaksanaan KAA, akan dilakukan napak tilas (Historical Walk) KAA oleh para kepala negara di Bandung.

Sebanyak 32 kepala negara atau kepala pemerintahan dan 86 utusan negara akan menghadiri KAA 2015.

KAA pertama yang diprakarsai oleh Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India dan Pakistan diadakan di Bandung dan dihadiri oleh 29 negara Asia-Afrika yang kebanyakan baru merdeka. AN-MB