Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi salah satu aspek penting yang harus disiapkan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam menghadapi diberlakukannya Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) “Perusahaan-perusahaan di negara-negara ASEAN yang bergerak di semua bidang industri dan jasa perdagangan harus sudah melaksanakan dan terus meningkatkan penerapan aturan norma-norma ketenagakerjaan di tempat kerjanya yang dilaksanakan melalui pengawasan ketenagakerjaan,” kata Muhaimin dalam keterangan pers Humas Kemnakertrans di Jakarta, Rabu (3/7).

Muhaimin menyatakan pada era globalisasi saat ini, penerapan standar K3 merupakan salah satu tuntutan utama dalam pemenuhan standar internasional terhadap suatu produk barang atau jasa yang harus memenuhi persyaratan khusus, seperti ISO (The International Organization for Standardization) dan OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment Series).

“Pemerintah Indonesia mengajak dan mengingatkan negara-negara Anggota ASEAN secara bersama-sama dapat menerapkan standar K3. Apalagi tuntutan global yang mersyaratan diterapkannya Sistem Manajemen Mutu melalui ISO 9001 Series, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 Series, OHSAS 18001, zero accident dan Sistem Manajemen K3,” kata Muhaimin.

Saat membuka Konferensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Asean yang ke-3 yang diselenggarakan di Bali pada 3-4 Juli 2013, Muhaimin mengatakan negara anggota ASEAN perlu memperkuat kolaborasi dan koordinasi di bidang K3, menggali bidang kerjasama teknis pengawasan ketenagakerjaan serta mengembangkan panduan ASEAN, model operasional serta struktur dalam meningkatkan pemenuhan standar di tempat kerja.

“Kita berharap Konferensi ke-3 Pengawasan Ketenagakerjaan ASEAN ini dapat untuk meningkatkan kapasitas dan kerjasama pengawasan ketenagakerjaan antara negara anggota ASEAN menuju komunitas ASEAN yang kuat dan berkembang,” tutur Muhaimin.

Pengawasan Ketenagakerjaan memainkan peran utama dalam menjamin stabilitas ekonomi melalui penegakan hukum ketenagakerjaan termasuk memberikan informasi kepada tenaga kerja dan pengusaha tentang hak dan tanggung jawab mereka.

Selain itu, aspek pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 mempunyai fungsi sebagai perangkat utama dalam menjamin pemenuhan hukum ketenagakerjaan dan kebijakan di setiap tempat kerja dan dalam semua sektor industri.

Pemerintah Indonesia disebut Muhaimin telah melakukan langkah agar pengawasan ketenagakerjaan dapat dilaksanakan sesuai standar internasional, antara lain dengan diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 81 tahun 1941 melalui Undang-Undang 21 tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan.

Pentingnya pelaksanaan K3 juga karena merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sangat mempengaruhi ketenangan bekerja, keselamatan, kesehatan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja.

“Tujuan dasar dari penerapan K3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan terjadinya kejadian berbahaya lainnya. Semua pihak harus menyadari penerapan K3 merupakan investasi sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan perusahaan,” papar Muhaimin.

Sementara itu, pelaksanaan tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan di Indonesia diusulkan dikembalikan dalam suatu sistem sentralistik untuk mengoptimalkan seluruh aspek pengawasan di bidang ketenagakerjaan yang selama ini terkendala oleh adanya sekat-sekat kebijakan otonomi daerah.

Muhaimin mengatakan sistem sentralistik dalam pengawasan ketenagakerjaan dibutuhkan agar pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah menjadi independen, terpadu, terkoordinasi dan terintegrasi.

“Sistem sentralistik akan menciptakan sinergi kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah yang lebih efektif dan optimal,” kata Muhaimin.

Upaya untuk memberlakukan kembali sistem sentralistik dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan itu dikatakan Muhaimin karena belum semua daerah mencapai standar pelayanan minimal (SPM) untuk kegiatan pengawasan ketenagakerjaan.

“Kinerja pengawasan ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota selama ini masih terlihat lemah dan kurang optimal. Apalagi ditambah tidak merata dan masih terbatasnya kualitas dan kuantitas petugas pengawas ketenagakerjaan di daerah-daerah,” kata Muhaimin.

Padahal, menurut Muhaimin pengawasan ketenagakerjaan merupakan perangkat terpenting dalam sebuah negara untuk memastikan pelaksanaan peraturan di bidang ketenagakerjaan seperti hubungan industrial, pelaksanaan tenaga alih daya dan upah minimum, kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta jaminan sosial. INT-MB