2 KK dan Pemangku Dikucilkan!! Tidak Dapat Setra dan Dilarang Nunas Tirta di Pura Khayangan Tiga

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Dua kepala keluarga (KK) dan pemangku yang merupakan krama Banjar Gelogor Carik, Desa Adat Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar kena sanksi adat (kasepekang) atau dikucilkan. Mereka dilarang nunas tirta di pura Khayangan Tiga tidak mendapat tempat kuburan atau setra jika ada saudaranya nanti meninggal dunia.

Menanggapi kasus tersebut Jro Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, berpengalaman sebagai konsultan organisasi dan kepemimpinan, Rabu 17 Mei 2023 menyatakan sangat menyayangkan kasus adat ini berlarut larut.

Menurutnya masyarakat Adat Bali telah Banyak Berubah, tetapi Lembaganya Terlambat Berbenah.

Dikatakanan, masyarakat Adat Bali telah banyak mengalami pergeseran, dari nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi nilai yang lebih menonjolkan nilai kepentingan ekonomi dan juga nilai individu. Konsekuensinya sering terjadi perbedaan: pendapat, kepentingan yang kemudian berujung pada lahirnya kasus-kasus adat.

Pada sisinya yang lain, lanjut Jro Gde Sudibya, Desa Adat kurang menyiapkan diri dalam mengelola: perbedaan pendapat, kepentingan, risiko krisis yang terjadi, terlalu fokus pada kegiatan ritual keagamaan: pembangunan, renovasi pura dan kegiatan upakara yang menyertainya.

Menurutnya, dalam kasus kesepengan 2 KK dan Pemangku Pengadeg Bethara di Br. Adat Gelogor Carik Denpasar Selatan Kota Denpasar tidak berlarut larut yan merugikan krama Bali.

“Sangat disayangkan MDA Bali dan Kota Denpasar cuek dengan kasus kesepekang ini. Semestinya MDA Bali sebagai pengayom Desa Adat lebih berperan di sini: memediasi konflik, memetakan potensi konflik, memberikan pelatihan ke masing-masing Desa Adat tentang pengetahuan: memetakan potensi konflik, membangun dialog dan memediasi konflik,” kata Jro Gde Sudibya seraya menambahkan MDA Bali dan Kota Denpasar semestinya punya kemampuan untuk ini, karena didukung oleh para pakar sesuai bidangnya.

Dicontohkan, di Desa Bali Pegunungan, dikenal sistem kepemimpinan kolektif PEDULUAN, yang rekrutmennya berdasarkan sistem ULU DAPUH, yang umumnya terdiri dari: Jro Bayan, Jro Bau (Kiwa, Tengen), Jro Singgukan, Perbekel dan Jro Penyarikan (yang diangkat ex officio, diangkat karena jabatannya) dan perwakilan Dadia dan atau Banjar Jumlah dari kepemimpinan PEDULUAN ini, bisa 27,33, 45 dan jumlah lainnya manut Dresta (yang landasan sastranya sangat jelas).

Dikatakan, sistem kepemimpinan kolektif ini, semestinya direvitalisasi di Desa Desa Pegunungan, diadaptasi di Desa Desa Dataran, dengan modifikasi manut DESA, KALA, PATRA.
Tercipta sistem kepemimpinan kolektif yang relatif baku, untuk menjawab tantangan zaman: mengelola konflik, merumuskan peta jalan (work map) tentang berbagai isu; penyelamatan lingkungan, peningkatan kualitas SDM, pengelolaan risiko politik jika ada perubahan besar di pusat kekuasaan.

Berita sebelumnya, sanksi adat dijatuhkan kepada dua KK dan pemangku di Br. Adat Gelogor Carik Denpasar Selatan tersebut diduga buntut gugatan perdata terhadap I Ketut Budiarta yang merupakan kelian dinas (Kadus) setempat ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Gugatan perdata terhadap Ketut Budiarta dilakukan oleh I Nyoman Wiryanta,60, selaku Anggota Pengawas KSU Artha Guna Werdhi dan I Wayan Putra Jaya,36, selaku Ketua Pengurus sekaligus Manajer KSU Artha Guna Werdhi. Akibatnya, semua keluarga dari kedua KK ini kena sanksi, termasuk ayah dari Wayan Putra Jaya yang merupakan seorang jro mangku di sana.

“Renovasi dan inovasi Desa Adat menjadi kebutuhan yang mendesak, karena pada dasarnya pertumbuhan masyarakat akan sangat ditentukan oleh kualitas pertumbuhan lembaga-lembaganya,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)