tas daur ulang

 Denpasar (Metrobali.com)-

SAMPAH identik dengan kesan jorok, kotor dan bau busuk. Sampah pun masih kerap dianggap sebagai masalah dalam kehidupan ini. Meski sesungguhnya berbagai upaya acapkali telah diupayakan untuk mengatasinya melalui pola daur ulang seperti pengadaan bank sampah, penambahan sarana prasarana pengelolaan sampah, dan penerapan tempat pembuangan akhir (TPA) berbasis teknologi agar dapat menciptakan energi terbarukan, serta melibatkan partisipasi dan kesadaran warga masyarakat.

Tak pelak, sampah seakan tetap dianggap sebagai ancaman serius bagi kehidupan warga masyarakat baik pedesaan maupun perkotaan di masa depan. Maklum, keberadaan sampah setiap hari justru semakin bertambah seiring kemajuan dan perkembangan teknologi serba canggihnya, termasuk sampah visual yang kini juga semakin mencemaskan.

Implikasinya, disinyalir berapa pun anggaran yang dialokasikan pemerintah dan apapun sistem yang diterapkan selama ini seakan belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai permasalahan terkait penanganan dan pengelolaan sampah secara berkelanjutan.

Ironisnya, para elite politik penguasa pemerintahan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif sebagai pemangku kebijakan bagi kepentingan kemaslahatan khalayak publik pun terkesan mengalami kebuntuan dalam menerapkan keputusan politiknya. Sehingga, terkesan mulai saling menuding dan saling menyalahkan, karena kinerja pemerintahan dianggap belum sepenuhnya mampu memenuhi aspirasi dari keinginan dan harapan publik.

Celakanya, partisipasi dan kesadaran warga masyarakat juga terkesan masih setengah hati dalam mengatasi permasalahan sampah terutama yang terkait dengan kehidupan kesehariannya. Ini berarti perilaku menjadikan sampah sebagai bagian dari gaya hidupnya masih belum dianggap penting dan serius di masa depan. Padahal, sampah tak akan pernah dapat dipisahkan dari kehidupan ini.

Karena itulah, perlu adanya revolusi mental terkait evolusi pola pikir imajinatif, kreatif, dan inovatif. Sehingga, sampah bisa sebagai gaya hidup yang dapat menginspirasi adanya gerakan perubahan menuju kemaslahatan publik yang menyejahterakan secara berkelanjutan.

Bahkan, slogan bijak Buanglah Sampah Pada Tempatnya seakan kurang pantas diterapkan lagi, karena dianggap memicu munculnya stigma di mana kalau sampah telah dibuang pada tempatnya entah itu di luar rumah atau malah di jalanan dan sungai, berarti permasalahan dianggap telah dapat teratasi. Padahal, sampah itu sejatinya justru merupakan persoalan serius dan cukup penting ataupun utama di masa depan.

Mengingat lahan untuk tempat pembuangan akhir (sampah) sudah semakin sedikit dan menyempit seiring dengan pemanfaatan lahan termasuk ruang terbuka hijau (pertanian) sebagai kawasan pemukiman terus bertumbuh dan bertambah setiap tahun.

Sikap bijak dari perilaku keseharian warga masyarakat untuk menjadikan sampah sebagai gaya hidup sudah semestinya terus ditingkatkan melalui berbagai program pembinaan yang terstruktur, sistemik, dan masif secara berkesinambungan. Sehingga mampu menumbuhkan sikap bersahaja dan bersahabat dengan sampah atas sentuhan kesadaran hati nurani.

Kesadaran hati nurani yang utama adalah membiasakan diri untuk mendaur ulang sampah menjadi barang bernilai manfaat atau mengurangi sampah yang dihasilkan. Selain itu, juga bisa dengan memilah sampah yang dapat didaur ulang dengan memberikan (menjualnya) kepada para pengumpul sampah untuk daur ulang. Sehingga, tidak semua sampah dibuang pada tempat pembuangan akhir.

Dampaknya, volume sampah di tempat pembuangan akhir dapat berkurang dan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kenyamanan publik, seperti terjadinya luberan sampah hingga memenuhi ruas jalan raya di sejumlah penampungan sampah sementara di antaranya Jalan Pulau Kawe, Pedungan, Denpasar Selatan.

Perubahan sikap dari gaya hidup bersahabat dengan sampah ini tentunya akan dapat memberikan nilai manfaat yang tak terbatas bagi denyut nadi kehidupan generasi emas bangsa di masa depan. Apalagi sampah merupakan permasalahan bangsa yang harus mendapatkan penanganan secara komprehensif dan terpadu.

Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra, menegaskan bahwa penanganan sampah semestinya bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar, melainkan harus dibarengi partisipasi aktif dari warga masyarakat dengan membiasakan diri bersahabat dengan sampah, seperti mendaur ulang sampah menjadi barang bernilai manfaat, serta memilah sampah untuk diberikan atau dijual kepada para pengumpul sampah daur ulang. “Sehingga sampah dapat memberikan nilai manfaat secara ekonomi, sehat bagi warga masyarakat dan aman bagi lingkungan,” tegasnya.

Menurutnya, masalah sampah bukan sekadar kesiapan dari pengadaan sarana prasarana pengolahan berbasis teknologi semata, melainkan sekaligus juga terkait dengan upaya pencetakan dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kreatif, inovatif serta berkualitas dan profesional berdaya saing global yang berkelanjutan.

Intinya, sampah harus jadi gaya hidup supaya alokasi anggaran yang terbatas dalam penanganan permasalahannya dapat senantiasa memberi nilai manfaat secara efektif dan efisien bagi denyut nadi kehidupan generasi emas bangsa di masa depan.

Terlebih lagi, tahun ini kita telah memasuki persaingan global berbasis teknologi serba canggihnya dengan adanya perkembangan masyarakat ekonomi ASEAN, yang mencakup ekonomi tanpa batas terkait pemindahan lima faktor pokok dalam kehidupan seperti barang, jasa, penanaman modal, kapital, dan tenaga kerja terampil. Ini berarti kemampuan SDM saat ini dituntut harus profesional dan memiliki kualitas serta kompetensi berdaya saing global.WB-MB