dok. Bule di deportasi di Bali (kumham)

 

Jakarta, (Metrobali.com)

 

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencatatkan peningkatan signifikan dalam penegakan hukum keimigrasian. Dalam periode Januari hingga Mei 2024, Ditjen Imigrasi telah memberlakukan tindakan administratif keimigrasian (TAK) terhadap 1.761 Warga Negara Asing (WNA), yang berarti rata-rata 352 WNA dikenakan TAK setiap bulannya.

Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 94,4% dibandingkan dengan rata-rata 181 TAK per bulan pada tahun sebelumnya, dengan total 2.174 deportasi sepanjang tahun 2023.

Menurut Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, keseimbangan adalah kunci dalam menjalankan tugas dan fungsi imigrasi.

Di satu sisi, imigrasi berperan sebagai fasilitator pembangunan ekonomi dengan mendatangkan orang asing berkualitas, sementara di sisi lain tetap waspada dengan menggiatkan operasi dan pengawasan di darat dan laut, termasuk di bandara dan pelabuhan.

Hingga Mei 2024, imigrasi telah melakukan 52 penyidikan tindak pidana keimigrasian oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) keimigrasian. Selain itu, terdapat 3.626 orang asing yang ditolak masuk ke Indonesia selama periode yang sama.

Dinamika geopolitik global saat ini berdampak secara tidak langsung terhadap keamanan Indonesia dengan tingginya lalu lintas orang asing. Hal ini menjadi fokus utama imigrasi dalam pengawasan terhadap WNA.

Pada awal Mei, Imigrasi melaksanakan operasi pengawasan orang asing “Jagratara”, yang menjaring 914 WNA untuk diperiksa. Operasi ini adalah bagian dari upaya imigrasi untuk mengantisipasi potensi pelanggaran yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas WNA di seluruh Indonesia.

Silmy Karim menambahkan bahwa operasi serupa akan terus digiatkan baik dalam skala lokal seperti operasi “Bali Becik” maupun dalam skala nasional.

Upaya ini bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan nasional, memberikan efek pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran, serta menjaga kepercayaan publik terhadap imigrasi.

“Kita harus sigap dan waspada. Jangan sampai kebijakan yang seharusnya mendatangkan manfaat untuk Indonesia malah kontra produktif bagi negara,” tutup Silmy.(rls)